Mereka memutuskan untuk beristirahat satu atau dua hari di goa di balik air terjun itu guna
memulihkan tenaga yang benar-benar berada di bawah titik nol akibat dikurung sekian lama di lobang berair busuk tersebut.
Mereka tak usah takut kelaparan. Tak lama setelah mereka bertemu, si Bungsu memungut beberapa kerikil. Kemudian tegak di tepi sungai yang airnya amat jernih itu. Menatap ikan-ikan besar berlalu lalang seperti di dalam akuarium saja. Ketiga tentara Amerika itu tak faham apa yang akan diperbuat si Bungsu dengan batu-batu kerikil sebesar ibu jari tersebut. Sampai suatu saat si Bungsu melemparkan batunya ke air. Tak lama kemudian, dua depa ke bahagian hilir, mereka melihat seekor ikan baung sebesar betis lelaki dewasa mengapung dengan kepala pecah. Sekali lagi si Bungsu melemparkan batu kerikil di tangannya. Namun lemparan itu nampaknya luput. Dia melempar sekali lagi, dan kali ini yang mengapung adalah seekor ikan lele yang besarnya yang sama dengan ikan baung pertama. Ketiga tentara Amerika itu ternganga melihat keahlian yang belum pernah mereka temukan seumur hidup itu.
Bagaimana mungkin orang memiliki keahlian dan tenaga yang demikian besar. Yang kekuatan lemparannya tetap tak berkurang setelah menembus air, dan mampu mengenai serta membunuh seekor ikan?
"Pukimak! Pantat orang ini pasti berkurap banyak. Kalau tak berkurap dia takkan punya kepandaian demikian tinggi…" ujar Smith menyumpah panjang pendek.
Sumpah-serapahnya yang tak berketentuan itu tidak hanya membuat Cowie dan Jock yang tertawa, tapi juga si Bungsu. Si Bungsu membuka celananya. Kemudian menungging ke arah Smith. Lalu terjun ke air diiringi tawa Cowie dan Jock Graham.
"Banyak kurap di pantatnya, Smith…?" ujar Cowie yang sampai berair matanya karena tertawa melihat Smith ditunggingi si Bungsu.
"Tidak hanya kurap, tapi juga sipilis. Orang ini rupanya kena induk sipilis…" ujar Smith yang merasa jengkel ditunggingi oleh si Bungsu.
eSi Bungsu yang sudah berenang dan melempar bajunya ke pasir, tak dapat menahan tawanya. Dia mengacungkan jari tengahnya ke arah Smith. Sebuah tindakan yang bagi orang Amerika dianggap memaki dengan kasar. Smith tetap saja masih menggerutu dia memunguti dua ekor ikan yang terbunuh oleh lemparan si Bungsu. Kemudian melempar kannya kepada Jock Graham.
"Hei koki pantat kurap, masak ikan ini! Jenderalmu ini sudah lapar…." ujarnya kepada Jock Graham.
"Jenderal emaknya sipilis…" ujar Jock Graham sambil memunguti ikan tersebut.
"Bukan aku yang induk sipilis. Itu si Bungsu itu. Saya lihat pantatnya tadi penuh ulat. Kita jangan ikut-ikut mandi di sungai ini. Sungai ini sudah tertular virus sipilis…" ujar Tim Smith.
Usai berkata begitu, Smith melangkah ke arah dua buah durian yang tadi mereka ambil. Lalu membelahnya dengan bayonet. Lalu memakan isinya dengan lahap.
Atas pertanyaan Cowie, si Bungsu memastikan tentara Vietnam yang memburu mereka takkan sampai kemari.
"Saya dua kali mengintai mereka. Terakhir mereka kehilangan jejak setelah melewati rawa besar dan dalam yang kalian lewati itu. Untung rawa itu airnya mengalir, sehingga jejak yang kalian tinggalkan lenyap bersama arus. Dua orang pencari jejak di pasukan itu kebingungan menentukan ke mana harus melanjutkan pengejaran. Jika mereka tak menemukan jejak kalian di seberang rawa, untuk memutuskan kembali ke jejak awal di rawa dangkal sebelum kalian memasuki rawa dalam itu, mereka memerlukan paling tidak waktu empat atau lima hari…" tutur si Bungsu.
Persoalan muncul ketika membakar ikan tersebut. dengan apa ikan itu dibakar. Mereka tak punya korek api. Cowie mencoba menghidupkan api dengan menggesekkan dengan kuat buah buah batu. Namun api tak kunjung menyala. Pukulan dan gesekan batu itu tak menimbulkan percik api sedikitpun.
Si Bungsu memilih sebuah dahan yang sudah sangat kering. Lalu mengambil serat batang pisang, serat batang pisang itu dia belah sehingga membentuk sebuah tali. Kayu kering itu dia lobangi sedikit dengan bayonet. Kemudian sebuah dahan yang lebih kecil dia runcingkan. Dahan runcing itu dia lilitkan beberapa kali lilitan dengan serat batang pisang tersebut. Kayu yang dia lobangi dia letakkan di pasir. Kemudian kayu runcing sebesar pena itu dia masukkan ke lobang kecil di kayu itu. Dia suruh Cowie memegang kayu yang di pasir.
Smith dia suruh mencari rumput kering dan meletakkannya di sekitar lobang kayu tersebut. Ujung kayu yang dia runcingkan dia suruh tekan oleh Jock. Lalu tali serat pisang yang melilit kayu runcing itu, dia tarik ke kiri dan ke kanan. Kayu itu terputar sedikit. Dia tarik lagi ke kiri dan ke kanan,makin lama putaran kayu itu makin laju.
Mula-mula gesekan kayu yang runcing di lobang itu menimbulkan asap. Si Bungsu semakin mempercepat tarikan di kedua ujung tali pisang tersebut. Percik api mulai memakan rumput kering itu. Smith sampai berteriak saking kagumnya, lalu menambahkan rumput kering dengan jumlah banyak dan Jock Graham meletakkan beberapa ranting kecil.
Si Bungsu menarik nafas. Dia teringat ketika membuat api dengan cara yang sama ketika di tepi rawa bersama Thi Binh, Duc Thio dan Han Doi.
Kini api menyala besar karena kayu-kayu kering ditambah terus oleh Jock Graham dan Smith. Di api yang menyala itu mereka membakar ikan. Harumnya ikan bakar itu sangat kuat. Si Bungsu lalu berjalan ke dalam hutan tak jauh dari sungai itu. Dia memilih beberapa daun. Kemudian dia remas disungai.
Air remasan itu dia teteskan ke ikan yang sedang dibakar api unggun.
"Hei, apa itu mariyuana?"asal Smith asal nyerocos.
Si Bungsu tak menyahut.
"Hei, kau akan meracuni kami ya.."ujar Smith.
Si Bungsu masih tak menyahut, dia tetap memeras daun itu dan meneteskannya ke ikan yang di bakar.
"Hei, itu pasti racun, kau pasti mata-mata Vietnam yang pura-pura baik sama kami, lalu sekarang kamu meracuni kami, begitu ya.."gerutu Smith.
Cowie dan Jock graham terkekeh mendengar kicauan Smith. Si Bungsu mau tak mau, ikut nyengir. Tentara yang satu ini memang tak bisa bernafas sebelum mengusilin orang.
"Daun itu mengandung zat garam…"ketika duduk dekat Cowie.
Apa yang dikatakan si Bungsu dapat mereka rasakan ketika memakan ikan bakar tersebut. Rasanya nikmat sekali, rasanya tak hambar seperti tanpa garam.
"Ikan bakar ini enak bukan karena daun itu, tapi karena kencing. Kau kencingi ikan itu tadi ya, Jock.."kata Smith yang kembali kumat, sifat usilnya.
"Tapi enak kan air kencing ku,.."ujar Jock,membalas olokan Smith.
"Enak kepalamu…!"ujar Smith.
Si Bungsu harus mengakui, kehadiran Smith di dalam lobang penyekapan itu cukup membuat suasana meriah. Bagi ketiga tawanan Amerika itu, itulah makanan ternikmat yang mereka rasakan sejak setahun berada dalam lobang itu. Tak heran begitu makan selesai mereka segera tertidur bermandikan cahaya matahari. Mereka tidur pulas sekali.
Hari kedua si Bungsu melihat jejak rusa tak jauh dari tempat itu. Dia membawa Smith berburu. Tempat itu mereka datangi dengan berenang perlahan di sungai, baru kemudian merayap ke darat.
"Hei, apa-apaan ini, rusanya entah ada-entah .."protes Smith terhenti ketika melihat isyarat si Bungsu yang berada di depan.
Smith merayap cepat, dan tiba dekat padang dia melongok dan dia tertegun, melihat tak jauh di depannya terlihat tak kurang sepuluh ekor rusa sedang merumput.
"Ya Tuhan, apakah tempat ini kebun binatang..?"desisnya.
"Tempat ini tak pernah ditempuh manusia. Makanya mereka datang mencari makan kesini siang hari. Di tempat yang sudah ditempuh manusia, biasanya rusa mencari makan malam hari…"bisik si Bungsu.
"Sialan, mengapa kita tak membawa senapan….!"rutuk Smith.
Si Bungsu memperlihatkan kepada Smith dua buah batu yang besar hampir sebesar jempol jari kaki.
"Untuk apa itu?"
"Pengganti senapan…."
Smith sudah hampir mengatakan orang di depannya itu gila. Namun ketika tiba-tiba dia teringat selama dua hari ini si Bungsu 'menangkap' ikan hanya dengan lemparan batu, dia mengurungkan niatnya mengatakan si Bungsu gila.
"Anda juga bisa menangkap rusa dengan batu?"
"Saya tak yakin, tapi tak ada salahnya dicoba bukan?"
"Pantat kurap! Cobalah, saya ingin melihat…" rutuk Smith.
Si Bungsu mengangkat kepalanya perlahan. Smith ikut-ikutan mengangkat kepala. Di hadapan mereka kesepuluh ekor rusa itu kelihatan memamah rumput dengan lahap. Untung arah angin tidak datang dari arah mereka berada maupun dari arah air terjun.
Kalau itu yang terjadi, rusa-rusa yang penciumannya amat tajam itu pasti sudah pada melarikan diri, karena mencium bau manusia, bau yang tak lazim bagi mereka.
Tiba-tiba si Bungsu bangkit. Rusa-rusa itu terkejut dan menoleh. Binatang itu tertegak. Mungkin merasa aneh melihat makhluk yang tak pernah mereka lihat seumur hidup.
Namun hanya dua atau tiga detik mereka tertegun. Dengan lengking pendek rusa jantan yang paling besar sebagai peringatan adanya bahaya, semua rusa itu tiba-tiba melompat cepat melarikan diri. Namun salah seekor, yang nampaknya masih berusia sekitar dua tahun, tiba-tiba terdongak. Lalu jatuh. Lenyap dalam palunan rumput tebal tersebut. Rusa yang lain dalam waktu singkat berhasil melintasi padang rumput luas itu. Kemudian lenyap ke dalam belantara lebat di belakang sana.
Si Bungsu, diikuti Smith memeriksa dan mendapati rusa itu sudah mati. Tengkoraknya, sedikit di bawah telinga, kelihatan remuk. Bahagian itulah yang dihantam oleh lemparan si Bungsu. Smith mendecak dan menggelengkan kepala. Sukar baginya memahami bagaimana si Bungsu yang selalu dia maki dengan kata-kata 'pantat kurap' atau 'induk sipilis' ini bisa memiliki kemahiran seperti itu. Menangkap ikan dan rusa hanya dengan lemparan batu.
Rusa itu kemudian mereka seret ke dekat air terjun. Cowie dan Jock Graham ternganga mendengar cerita bagaimana si Bungsu "menembak" rusa tersebut.
"Hati-hati dengan orang ini. Dia bukan manusia. Dia dukun. Mana ada manusia yang bisa menangkap ikan dan rusa hanya dengan lemparan batu. Pantat kurap dan induk sipilis ini dukun yang berbahaya…" rutuk Smith panjang pendek sambil menguliti rusa itu bersama Jock Graham dengan bayonet.
Si Bungsu hanya tersenyum mendengar dendang dan rutuk Tim Smith. Saat Jock dan Smith mengerjakan rusa itu, Cowie beranjak ke tepi hutan. Mengumpulkan kayu-kayu kering sebanyak mungkin untuk membuat api unggun guna memanggang rusa tersebut.
Sore itu mereka pesta pora menikmati panggang daging rusa. Kepada ketiga tentara Amerika itu si Bungsu menunjukkan jenis daun kayu yang dia jadikan sebagai pengganti garam saat membakar ikan kemarin. Dia juga menunjukkan pada mereka jenis-jenis daun dan lumut, yang bisa diramu secara sederhana untuk obat malaria. Dengan takaran yang berbeda, bahagian tumbuhan itu bisa pula diramu menjadi obat luka yang manjur.
Ketika malam turun, dan kebetulan bulan sabit muncul di langit yang bersih, mereka membuat api unggun di tepi sungai itu sambil berbaring di pasir yang putih bersih. Tempat itu demikian tenang.
Berada di tempat amat tenang dengan suara desah air terjun itu, orang sudah mengalami atau paling tidak melihat puing neraka perang Vietnam, takkan percaya bahwa ada tempat seperti itu di Vietnam. Negeri yang selama belasan tahun dicabik-cabik oleh perang yang kekejamannya tiada tara. Kekejaman perang Vietnam tercatat dalam sejarah peperangan mana pun yang pernah dikenal umat manusia di permukaan bumi ini. Kekejaman balatentara Jepang saat perang Pacific jadi tidak berati dibanding kekejaman perang Vietnam.
Tempat mereka berada sekarang seolah-olah berada di negeri lain, yang jauh sekali dari negeri yang bernama Vietnam.
"Kenapa engkau tak ikut dengan heli tempur yang menjemput Kolonel MacMahon?" tiba-tiba saja Cowie mengajukan pertanyaan pada si Bungsu, saat mereka berbaring di dekat api unggun di pasir putih di tepi sungai tersebut.