Chereads / TIKAM SAMURAI / Chapter 259 - Akan ku cabuti gigimu satu demi satu…

Chapter 259 - Akan ku cabuti gigimu satu demi satu…

"Kemarikan magazin senjatamu. Masih ada beberapa peluru. Ini magazin yang sudah penuh…" ujar Cowie sambil menyerahkan magazin yang sudah berisi penuh itu kepada si Bungsu.

Si Bungsu membuka magazin senjata di tangannya. Kemudian menyerahkan pada Cowie, sembari menerima dan memasangkan magazin yang diserahkan Cowie ke senjata nya.

Cowie memasukkan sisa peluru di tanganya ke magazin yang diserahkan si Bungsu. Kemudian memberikan magazin yang juga akhirnya menjadi penuh oleh peluru tersebut kepada orang Indonesia itu.

"Saya akan meninggalkan kalian. Saya mengetahui tempat mereka berada. Mereka membentuk formasi lurus dalam jarak empat sampai lima depa. Saya akan menembaki mereka. Bergeraklah saat kalian mendengar tembakan balasan dari mereka…" ujar si Bungsu.

Ketika dia akan bergerak meninggalkan tempat itu, terdengar Jock Graham berkata.

"Kawan, jika tidak engkau tolong, saya sudah terbunuh di luar sana, atau dilemparkan kembali ke lobang jahanam itu. Terimakasih juga pada obatmu…."

"Jaga dirimu, Jock…" ujar si Bungsu.

Ketika dia akan pergi, Letnan PL Cowie memegang tangannya.

"Kawan, kami tidak tahu siapa engkau sebenarnya. Namun kami berhutang nyawa padamu. Kendati pun pelarian ini gagal dan kami mati semua, namun keluarga kami, dan juga Amerika, berhutang padamu. Saya tak tahu apakah kita masih akan bertemu atau tidak. Karenanya saya perlu menyampaikan, terimakasih atas segala yang kau lakukan untuk kami, kawan…."

Si Bungsu menggenggam tangan Cowie. Demikian juga tangan Smith dan Jock Graham, yang dalam gelap gulita itu juga mengulurkan tangan pada si Bungsu.

"Cowie, setelah ini dengan atau tanpa saya, saya yakin engkau bisa membawa teman-temanmu keluar dengan selamat dari neraka ini. Kalian adalah orang-orang hebat dan tangguh. Jika kalian bergerak, usahakan agar bergerak ke arah barat. Ke arah barat Cowie, karena arah itu menuju ke perbatasan Kamboja. Beberapa bulan yang lalu, saya melihat helikopter tempur Amerika yang menjemput Kolonel MacMahon bergerak ke arah itu. Barangkali di sana ada gugus tugas pasukan Amerika. Ingat, ke arah barat, Cowie….!"

"Tunggu, bagaimana kami tahu bahwa yang menembak pertama adalah engkau, sehingga kami yakin bahwa tembakan setelah itu merupakan tembakan balasan dari tentara Vietnam? Bisa saja merekalah yang pertama kali menembakmu…" ujar Cowie.

Si Bungsu terdiam. Benar juga ucapan orang ini, fikirnya.

"Baik, tembakan pertama akan saya arahkan ke tempat kalian ini. Kemudian baru ke arah mereka. Nah kawan, saya pergi.…"

Si Bungsu lalu bergerak cepat. Baik Cowie maupun Jock Graham dan Smith, nyaris tak mendengar suara apapun ketika lelaki itu menjauh dari mereka. Padahal lelaki itu bergerak di antara belukar yang amat lebat. Dia bergerak seolah-olah tak menyentuh sehelai daun pun. Cowie menarik nafas panjang.

"Lelaki yang luar biasa. Hanya saya tak mengerti, untuk apa dia berada di Vietnam ini…."

Tak ada yang mengomentari ucapannya. Malam terasa merangkak amat perlahan dalam belantara yang ditelan kegelapan kental itu. Ada suara burung hantu di kejauhan. Ada suara desir angin di pucuk-pucuk pohon, jauh di ketinggian belantara. Sesekali ada bunyi kepak sayap kelelawar, yang terbang melintas dari pohon yang satu ke pohon yang lain.

Dalam kegelapan yang mencekam tersebut terdengar Tim Smith yang memiliki banyak sekali perbendaharaan sumpah serapah dan carut marut itu, berkata perlahan. Perkataan yang seolah-olah ditujukan pada dirinya sendiri.

"Saya tak faham ucapannya. Orang itu sungguh penuh misteri. Dia mengatakan melihat helikopter tempur menjemput Kolonel MacMahon dari arah perbatasan Kamboja. Dia tentu berada di sana ketika MacMahon dijemput helikopter tersebut. Mengapa dia ada di sana? Kalau dia berada di pihak Amerika, dia tentu pergi meninggalkan Vietnam bersama MacMahon. Ternyata dia tak pergi. Itu berarti dia berada di pihak Vietnam. Tetapi, jika dia di pihak Vietnam kenapa dia disekap bersama kita dalam neraka berlumpur itu?"

Tak segera ada yang mengomentari ucapan Smith. Cowie bertanya pada Jock Graham.

"Engkau datang bersamanya Jock. Apakah engkau tahu kenapa dia ditangkap Vietnam?"

"Saya bertemu dengan dia ketika sudah di atas truk yang akan mengangkut kami ke tempat kalian. Selama di truk tak ada pembicaraan. Mata kami saja ditutup dengan kain…."

Cowie dan Smith mendengar jawaban Jock Graham yang singkat itu dengan berdiam diri, sampai tiba-tiba mereka mendengar suara tembakan. Dan peluru tembakan pertama itu mereka dengar menghantam sebuah dahan kayu di atas mereka. Detik berikutnya mereka dengar tembakan beruntun, tapi mereka bisa menandai bahwa tembakan beruntun itu berasal dari bedil yang sama dengan suara tembakan pertama tadi,Lalu sepi…Hanya sesaat, lalu terdengar tembakan balasan dari belasan bedil yang lain. Demikian ramainya, seolah-solah akan merobek belantara tersebut.

"Kita pergi, sekarang…!" ujar Cowie sambil bangkit memapah Jock Graham.

"Saya bisa berjalan. Kondisi saya sudah jauh lebih baik…" ujar Jock Graham yang memang merasakan kondisinya tubuhnya lebih memadai setelah menelan dedaunan yang diberikan si Bungsu.

"Kalau begitu kita pergi. Jangan terpisah terlalu jauh. Go! Go….!" bisik Cowie.

Dengan merunduk dia menyelusup diiringi Jock dan Smith di bahagian belakang sekali. Mereka keluar dari belukar lebat tempat mereka bersembunyi sejak senja tadi. Dari belakang mereka masih terus mendengar tembakan beruntun. Kemudian disusul tembakan balasan satu-satu. Tidaklah diperlukan pengalaman perang yang berlebihan untuk mengetahui bahwa tembakan dari belasan bedil itu berlawanan arah dengan tempat mereka.

Artinya, si Bungsu telah mengatur posisi mengalihkan perhatian tentara Vietnam ke arah yang berlawanan dari ke tiga tentara Amerika yang melarikan diri itu. Ketiga tentara Amerika tersebut tahu bahwa tembakan salvo, tembakan satu-satu dari dua bedil yang dibawa si Bungsu ganti berganti, adalah upaya orang Indonesia itu untuk mengecoh tentara Vietnam. Dengan tembakan salvo dari dua bedil tersebut, ada dua hal yang difahami Cowie.

Pertama, orang-orang Vietnam tersebut tahu bahwa tembakan salvo itu dalam upaya para pelarian menghemat peluru. Kedua, dua bedil itu memberikan kesan, bahwa ke empat orang tersebut masih berkelompok. Dugaan Cowie itulah yang memang termakan oleh komandan pasukan Vietnam tersebut.

Dia memang menduga ke empat pelarian tersebut masih mengelompok. Cowie mendengar tembakan salvo si Bungsu mau pun tembakan balasan dari lima sampai enam bedil orang-orang Vietnam itu secara bergantian, semakin lama semakin jauh dari posisi mereka.

Cowie tahu, hal itu disebabkan dua hal. Pertama, mereka memang sedang bergerak menjauhi tempat mereka terkepung tadi. Kedua, si Bungsu berhasil memancing tentara Vietnam tersebut memburu dirinya yang semakin ke arah timur. Ke arah yang berlawanan dengan arah larinya Cowie dan dua temannya.

Si Bungsu sebenarnya dengan mudah bisa berputar dan tiba-tiba berada di belakang salah seorang para pemburunya. Dia mengenal belantara seperti mengenal garis di telapak tangannya. Namun dia tak melakukan hal itu. Karena tujuannya hanya ingin memperjauh jarak antara tentara Vietnam ini dengan Cowie, Smith dan Jock Graham. Tujuannya bukan untuk membunuh. Kemudian beberapa tembakan balasan menghajar kayu besar tempatnya berlindung, si Bungsu memekik. Kemudian diam.

"Mereka kena…!" desis komandan regu Vietnam kepada sersan di sebelahnya.

"Sudah dua yang kena…" ujar sersan tersebut.

Sebab tadi dia juga mendengar pekik kesakitan dalam kecamuk tembakan.

"Tinggal dua lagi. Saya yakin dua orang yang kena tembak itu segera mati. Kondisi mereka sudah amat buruk saat di lobang penyekapan…" ujar si komandan.

Melalui perintah beranting, dari mulut ke mulut, dia menyuruh cek berapa pasukannya yang tertembak. Tak berapa lama, pesan beranting itu sampai kembali kepada si komandan.

Ada dua anak buahnya yang tak diketahui nasibnya dan sembilan orang mereka yang tertembak. Namun sembilan yang tertembak itu nampaknya bernasib baik. Tak seorang pun yang mati.

"Siapa kedua orang yang tak bertemu itu?" tanya si komandan.

Sersan yang berada di sebelahnya menyebut dua nama. Tak seorang pun di antara mereka yang tahu, bahwa kedua teman mereka itu tergeletak lumpuh kena totok. Pengejaran dan pengepungan ini amat melelahkan. Ke empat tentara Amerika yang mereka buru seperti tahu saja di mana posisi mereka. Tembakan ke empat orang itu hampir bisa dipastikan selalu memakan korban.

Si komandan melihat jam tangannya. kegelapan yang mencekam yang angka-angka dan jarumnya memakai radium, yang menyebabkan angka dan jarum jam tersebut bersinar hijau dalam kegelapan. Semakin gelap hari, semakin jelas cahaya yang dipancarkan radium pada angka dan jarum jam tersebut.

"Sudah pukul empat lewat…" ujarnya.

Dia lalu kembali memberi perintah beranting untuk memperkecil jepitan pengepungan dengan sistem tapal kuda. Dia memerintahkan ada yang ditangkap hidup-hidup untuk diinterogasi.

Kini tugas utama adalah memperkecil jepitan kepungan, kemudian tunggu matahari terbit. Baru disergap. Menjelang itu, bertahan sambil berjaga agar tak ada yang lolos. Bisik berisi perintah itu diteruskan si sersan secara berantai. Orang pertama yang mendengar pesan itu segera merayap atau berjalan membungkuk-bungkuk lima atau enam depan ke sampingnya, sampai bertemu dengan temannya yang lain. Lalu menyampaikan pesan si komandan. Saat pesan kedua bergerak ke kanan atau ke kiri untuk menyampaikan pesan pada orang berikutnya, yang menyampaikan pesan pertama kembali ke posisi semula.

Demikian cara menyampaikan pesan beranting dalam pertempuran dimana tak ada radio atau isyarat lain yang bisa dilihat. Ketika si komandan merasa isyaratnya sampai kesayap kiri maupun ke sayap kanan, dia melakukan uji coba untuk mengetahui apakah buruan mereka masih berada dititik sasaran yang mereka perkirakan. Dia memuntahkan beberapa tembakan ke arah yang mereka perkirakan itu. Kemudian mereka menanti. Tak berapa lama, dua tembakan balasan terdengar menggema.

Dan si komandan bercarut marut dengan wajah pucat, karena salah satu peluru nyaris menyambar pipinya. Tapi dia merasa lega. Orang yang mereka buru masih berada di depan sana.

"Sebentar lagi! Tunggulah sebentar lagi! Begitu cahaya pagi turun kau ku bekuk. Dan kau harus menjilat pantatku. Harus! Jika tidak, akan ku sayat daging pipi, paha dan betismu. Akan ku patahkan jari kaki dan jari tanganmu satu persatu. Akan ku cabuti gigimu satu demi satu…"desis si komandan dengan kebencian memenuhi hampir seluruh pembuluh darahnya.

Betapa dia takkan dendam, dia sudah bisa menebak hukuman atau paling tidak cemooh yang akan dia terima sekembalinya ke markas besok. Memburu empat pelarian yang kurus kerempeng, sakit-sakitan dan kelaparan, ada sembilan anak buahnya yang luka tertembak. Yang dua lagi mungkin sudah mati,cemooh semakin tak bisa dibayangkan. Masih untung kalau dia hanya mendapat cemooh bisa-bisa turun pangkat dan tak di beri jabatan apapun.

Dia bersandar di pohon besar sambil memejamkan mata. Dia yakin buruan mereka takkan lolos. Dia yakin anak buahnya sudah melakukan kepungan yang ketat. Tak mudah orang bisa meloloskan diri. Dia yakin itu, karena mereka sudah sangat terlatih bertempur, mengepung dan menjebak tentara Amerika dalam pertempuran belantara begini. Baik siang maupun malam hari. Sudah belasan kali mereka melewati peperangan di belantara seperti ini. Malah kali ini sebenarnya sungguh sebuah pertempuran yang sangat ringan.