Maaf, saya sangat yakin Anda bukan mata-mata untuk siapa pun. Namun, sebohong apapun cerita yang akan Anda sampaikan, harap beritahu kami, kenapa Anda sampai ikut ditawan dan disekap bersama kami…" ujar Cowie.
"Anda dari pasukan SEAL?" tanya si Bungsu kepada letnan jangkung itu.
Letnan itu menatap ke arahnya. Begitu juga yang lain.
"Kenapa Anda menebak seperti itu?"
"Hanya firasat. Saya pernah bertemu beberapa anggota SEAL, dan Anda punya ciri seperti mereka…" ujar si Bungsu perlahan.
Keempat tentara Amerika itu menatap ke arahnya.
"Siapa anggota SEAL yang Anda kenal?" tanya si letnan.
Si Bungsu ganti menatap letnan itu dengan tajam. Dia haqqul yakin, Cowie adalah anggota SEAL yang terkenal itu. Lalu berkata perlahan.
"MacMahon…."
"Kolonel MacMahon?
Si Bungsu mengangguk, letnan tersebut tertegun. Begitu juga yang lain.
"Anda mengenal Kolonel MacMahon…?"
"Ya…."
"Di mana?"
"Di tempat dia disekap bersama tentara Amerika yang lain, di sebuah goa di bukit batu di daerah selatan. Tapi sekarang mereka sudah bebas.…"
"Kolonel MacMahon bebas?"
"Ya….!"
"Pertukaran tawanan perang?"Si Bungsu menggeleng.
"Melarikan diri?"
Si Bungsu mengangguk.
"Anda ada di sana saat dia melarikan diri…?"
Si Bungsu menarik nafas. Menatap sesaat kepada ke empat tentara Amerika yang tubuh mereka sudah mirip jailangkung karena kurusnya itu.
"Ya… saya di sana.…" jawab si Bungsu perlahan.
Ke empat tawanan kurus seperti jailangkung itu tertegun.
"Anda juga ikut tertawan dengannya?" ujar Letnan Cowie dengan penuh keingintahuan.
"Tidak…"
Untuk sesaat letnan Negro berbibir tebal dan berambut kribo karena tak pernah bertemu tukang pangkas itu menatap si Bungsu. Kemudian dia berkata perlahan.
"Jika demikian. Anda pastilah salah seorang dari orang-orang yang membebaskan Kolonel MacMahon…" ujar Cowie perlahan.
Jari-jari kaki kiri si Bungsu ganti menggaruk betis kanannya di dalam air yang menjadi gatal pula. Kemudian tangannya menggaruk paha, lalu dada. Lalu punggung. Sekujur tubuhnya terasa gatal. Si rambut hampir botak tertawa terkekeh melihat si Bungsu menggaruk kiri kanan, atas bawah.
"Anda salah seorang yang membebaskan Kolonel MacMahon?" kembali Letnan Cowie bertanya.
Si Bungsu akhirnya mengangguk perlahan. Kendati ada sedikit kesalahan dalam perkiraan tersebut. Dia bukan 'salah seorang' dari yang membebaskan MacMahon. Dia adalah satu-satunya orang yang membebaskan perwira tersebut bersama belasan yang lain. Tapi tak ada gunanya menjelaskan hal itu dalam kurungan dengan air berlendir seperti yang mereka huni sekarang.
"Lalu Anda tak berhasil melarikan diri dan tertangkap?" ujar Cowie.
Si Bungsu kembali mengangguk.
"Fuck! Orang ini ternyata bisu. Dia hanya bisa mengangguk dan menggeleng…" Sersan Tim Smith, tentara yang rambutnya hampir botak itu, memaki sambil terkekeh.
Letnan Cowie menarik nafas panjang, tetapi matanya menatap tajam pada si Bungsu.
"Maaf, tadi Anda mengatakan bukan tentara mana pun. Saya yakin itu. Saya juga yakin Anda bukan mata-mata pihak mana pun. Namun kenapa Anda berada bersama pasukan yang membebaskan MacMahon? Anda penunjuk jalan bagi pasukan pembebas itu…?" ujar Cowie.
"Tidak, saya datang ke sana karena harus membebaskan seseorang. Kebetulan di tempat dia ditawan ada MacMahon dan tawanan lainnya. Membebaskan seorang tawanan atau tujuh belas, saya rasa sama saja.…"
"Maksudnya, Anda membebaskan ketujuh belas tawanan itu sendiri?" ujar Cowie.
Tidak hanya Letnan Cowie yang sangat ingin tahu jawaban orang Indonesia ini, tapi juga ketiga tawanan lainnya. Mereka menatap si Bungsu nanap-nanap.
"Tidak, kami berempat…."
"Tiga lainnya adalah pasukan Amerika?"
"Tidak, tiga lainnya adalah orang Vietnam…."
"Tentara semua?"
"Hanya satu. Itu pun bekas tentara. Yang dua lagi penduduk sipil. Yang satu seorang lelaki tua, sekitar 55 tahun. Yang seorang lagi anaknya, seorang gadis berusia sekitar 15 tahun…."
Terdengar umpat, sumpah dan gerutuan dari si hampir botak dan dua tentara lainnya.
"Siapa yang Anda cari untuk dibebaskan itu?" ujar Cowie.
"Roxy.…"
"Oh Tuhan, Roxy Roger maksud Anda?"
"Ya…."
"Anda dibayar ayahnya untuk mencari dan membebaskan cewek itu?"
"Rencananya ya…."
"Maksud anda…?"
"Alfonso Rogers, Ayah Roxy, bersedia membayar saya berapa saja. Asal anak gadisnya bisa dicari dan dibebaskan.."
"Lalu…"
"Ya, sekarang uang bayarannya tak mungkin lagi saya minta. Anak itu sudah bebas, sedangkan saya di sini. Diantara mayat hidup dan mayat beneran. Kecuali kita bisa membuka Bank di lobang ini, dan ayah gadis itu bisa mengirimkan uang itu kesini…"ujar si Bungsu sambil tersenyum.
Si rambut hampir botak kembali memaki-maki. NamunLetnan Cowie dan yang lainnya hanya nyengir mendengar guyonan orang Indonesia ini.
"Barangkali anda bisa menolong kami keluar dari lobang berair ini Bungsu. Saya sudah tak peduli mati hari ini atau esok. Tapi, kalau mati saya memang akan protes dikuburkan dalam lobang ini.."ujar Cowie sambil meludah.
"Hei, hei, hei! Apakah aku tak salah dengar, bahwa engkau mempercayai orang berkulit berwarna ini akan membebaskan kita?"ujar si rambut hampir botak.
"Jangan dengarkan omomgannya. Jika ada orang yang tak di caci makinya mungkin ibu bapaknya, tapi aku juga kurang yakin akal hal itu…"
Ucapan si Letnan belum berakhir. Sersan Tim Smith yang berambut hampi botak itu menerjangnya. Namun gerakan kakinya seperti film yang diputar lambat, slow motion kata orang. Letnan Cowie mengibaskan kaki kurus yang terangkat di air secara perlahan itu. Tim Smith segera terjengkang. Tubuhnya tak tenggelam karena cowie dengan cepat meraih leher bajunya yang compang-camping itu.
"Fuck you! Fuck. .Fuck..!!!"maki Tim Smith bercarut-carut.
Dan ujung carutnya adalah batuk yang terkaing-kaing. Lidahnya sampai terjulur dan liurnya meleleh oleh batuk terkaing-kaing panjang itu. Si Bungsu baru benar-benar merasakan sebagian Dalam Neraka Vietnam. Selama tiga hari dia di dalam lobang itu tak sebutir nasipun atau sepotong makanan apapun yang diberikan tentara Vietnam kepada mereka.
Namun yang benar-benar membuat mereka kehabisan tenaga adalah bau mayat.
Mayat tentara Amerika yang kepalanya dipopor waktu pertama kali datang di pinggir lobang ini tak pernah di angkat. Mayat itu sudah menggembung besar. Baunya minta ampun. Dua tentara yang sama dicampakkan ke lobang itu berkali-kali jatuh pingsan. Namun letnan Cowie dan sersan Tim Smith berusaha agar dua orang yang sebentar pingsan itu tak tenggelam. Sebab, jika itu terjadi dipastikan dalam satu menit orang itu akan mati. Kedua orang itu, Cowie dan Smith, nampaknya sudah agak imun dengan bau mayat. Mereka memang ikut menderita dengan bau mayat itu tapi tak sampai pingsan.
Dalam waktu tiga hari dalam keadaan tak makan dan minum itu, si Bungsu jadi tahu azab apa yang dialami Cowie, Smith dan teman-temannya. Mereka diberi makan apabila orang Vietnam itu merasa perlu untuk memberi. Kadang-kadang sekali sehari, kadang-kadang sampai dua atau tiga hari baru diberi makan. Makanannya pun makanan yang sudah agak basi atau makanan yang sudah akan dibuang. Benar-benar tak ada gunanya memikirkan konvensi perang tentang hak-hak tawanan perang.
Bahkan ketika bau busuk sudah tak tertahankan, Cowie mengingatkan tak ada gunanya memanggil penjaga. Teriakan memerlukan tenaga. Teriakan menguras energi. Tak ada gunanya, sekalipun sampai ke langit mereka berteriak, takkan ada yang peduli. Lebih baik menyimpan tenaga agar tak lebih menderita.
Satu-satunya harapan mereka mengisi perut adalah ketika hujan. Dengan membuka baju dan menampung air hujan, mereka peras langsung ke mulut.
Air perasan baju itu, alangkah nikmatnya, untuk mengisi perut mereka juga memakan cecak yang jatuh ke lobang tersebut.
"Apapun yang jatuh dari atas, cecak, lipan, keong, katak dan ular sekalipun pernah kami makan ketika ada ular sebasar tangan jatuh kesini, habis kami santap. Hal itu kami lakukan semata-mata demi pempertahankan hidup.."ujar Cowie perlahan.
"Saya punya firasat. Dan saya selalu yakin pada firasat saya, karena seringkali terbukti benar, bahwa siapapun diri anda Tuan, kami berharap anda bisa membantu kami keluar dari Dalam lubang Neraka ini.." ujar Cowie sambil menatap si Bungsu.
Kali ini Tim Smith yang tukang carut-carut dan induk cemooh itu, tak mengeluarkan kata sepatahpun. Semula dia menatap pada komandan kompinya yang bernama PL Cowie itu dengan tatapan heran mendengar ucapan yang sungguh-sungguh itu. Ketika dia lihat Cowie menatap lelaki asing itu, dia jadi sadar kalau lelaki itu bukan kroco sebagaimana yang dia duga.
Cowie tak pernah memuji jika sesuatu yang dia yakini dan tak pantas dipuji.Cowie juga tak pernah berharap, jika firasatnya mengatakan kalau tak ada harapan. Lalu dia juga ikut menatap si Bungsu. Si Bungsu hanya berdiam diri. Sesekali menggaruk paha, perut dan punggungnya yang gatal.
Tiba-tiba Smith ingat sesuatu. Dia teringat perkataan Cowie, Dua, tiga hari lalu yang diucapkannya berkali-kali.
"Ini orang yang kau sebutkan itu letnan?"ujar Smith perlahan.
Cowie menatap pada Smith beberapa saat. Kemudian mengangguk. Si Bungsu dan kedua tentara lainnya hanya berdiam diri, tak mengerti apa yang dibicarakan kedua orang tersebut.
"Tapi…tapi saya tak melihatnya membawa samurai.."sambil mempelototi si Bungsu.
Mendengar ucapan itu, si Bungsu lah yang tersentak. Dia menatap pada Smith, kemudian pada Cowie. Smith kembali bicara.
"Cowie adalah, maaf, maksud saya, sebagaimana orang Amerika keturunan negro lainya, nenek moyang Cowie berasal dari afrika. Beberapa di antaranya masih mewarisi naluri, firasat atau pengetahuan metafisik, semacam ilmu dari dunia ghaib. Pasukan kami beberapa kali selamat karena firasat leluhurnya itu. Dan kami masuk ke lobang Neraka ini karena komandan kami tak mengikuti sarannya. Nah, beberapa kali Cowie berkata, bahwa dia melihat sebuah bayangan orang asia, berpedang samurai, yang akan datang membebaskan kami. Setahu saya, bangsa yang memakai samurai hanya bangsa Jepang.. Tapi.. menurut dia sebentar ini, anda lah yang beberapa kali dia lihat dalam bayangan metafisik itu. Apakah anda membawa samurai..?"ujar Smith.