Chereads / TIKAM SAMURAI / Chapter 246 - Hei, bisa kupinjam pisaumu?

Chapter 246 - Hei, bisa kupinjam pisaumu?

"Tidak, tetapi saya bisa membuatnya dengan dedaunan yang ada disini…"

Overste itu kembali berbicara dengan si kapten. Kemudian kepada Lok Ma. Sersan lok Ma akhirnya mendekati si Bungsu. Memutus kedua tali yang mengikat tangannya, begitu juga yang mengikat kakinya.

"Anda menjadi tamu kami, tuan. Sampai beberapa tentara sembuh, setelah itu kami akan mengantarkan tuan ke da Nang atau hanoi.."ujar si overste, sembari memberi perintah pada Lok Ma.

Yang pertama dilakukan si Bungsu adalah mandi di sungai sepuas-puasnya, di sungai besar dan deras yang terletak tak jauh dari rumah besar tempat dia diinterogasi tersebut.

Untuk pergi kesungai dia di kawal oleh dua orang tentara bersenjata. Lok Ma memberi dia sepasang pakaian, lengkap dengan sepatu. Di sungai beberapa orang lelaki dan perempuan terlihat sedang mandi atau mencuci. Mereka pada berhenti sebentar, menatap padanya dengan pandangan heran. Tapi begitu tertatap pada dua orang tentara yang tegak menjaga, dengan bedil siap tembak di tebing, mereka dengan cepat mengalihkan pandangan dari si Bungsu. Mereka melanjutkan mandi atau mencuci. Kendati sama-sama orang Vietnam, namun penduduk demikian takut pada tentara.

Usai mandi, dari batu yang bermunculan di tepi sungai, si Bungsu memilih segenggam lumut yang warna hijaunya sudah kehitam-hitaman kerena sudah belasan tahun ada disana. Kemudian di jalan kecil antara sungai itu dan perkampungan kecil itu, dia memetik beberapa helai daun. Lumut dan pucuk-pucuk rimba itu dia bungkus dengan daun pisang dan di bawa kebarak. Dia di tempatkan di sebuah barak kecil.

Ada selembar tikar yang dianyam dari bilah-bilah bambu dan sehelai selimut yang bergaris-garis, seperti selimut yang lazim di pakai di rumah sakit. Bedanya, selimut itu sudah compang-camping. Dua orang tentara mengantarkan nasi ransum dengan sedikit daging ikan. Si Bungsu jadi tahu kalau disini menu utamanya adalah ikan. Saat makan, tentara yang mengantarkan makanan itu berbicara dengan pelan, namun karena tentara itu memakai bahasa Vietnam, jadi dia tak mengerti apa yang dimaksud tentara itu.

Tentara itu membuka baju, dan memperlihatkan lengannya yang masih berbalut perban. Lalu si tentara menunjuk bedil, menunjuk si Bungsu. Si Bungsu jadi mengerti kalau kedua tentara itu ikut dalam pertempuran di padang lalang itu saat heli datang menjemput tawanan itu. Kedua tentara itu memberi hormat dan mengulurkan tangan. Si Bungsu menatap mereka sejenak, kemudian menyambut uluran tangan tersebut.

"Terimakasih anda tidak membunuh saya, kalau tidak ibu saya akan sangat sedih sekali. Saya anak tunggal…"ujar tentara itu.

Si Bungsu hanya mengerti ucapan kata-kata terimakasihnya saja, karena dia pernah diajarkan oleh Ami Florence. "Terima kasih kembali.." ujarnya dengan bahasa Vietnam.

Setelah itu tentara yang satu nya lagi yang mengulurkan tangan.

"Terimakasih…"katanya sambil membungkukkan badan sampai dua kali.

Si Bungsu kembali menjawab "terimakasih kembali' seperti yang pernah diajarkan Thi Binh. Sambil membungkukkan badan sambil duduk, kemudian kedua tentara itu meninggalkan pondok.

Si Bungsu yang tinggal sendiri, segera menyantap nasi dan ikan panggang tersebut dengan lahap. Nampaknya, dimanapun, ikan segar yang dibakar dan diberi sedikit garam sangat nikmat. Kendati nasinya sedikit, karena ikan bakarnya lumayan besar jadi perut nya kenyang juga, selesai makan dia mengamparkan selimut bergaris itu diatas tikar bambu tersebut. Kemudian membaringkan badan, sambil pikirannya melayang pada tentara yang menahannya di barak ini. Lewat ciri mata dan bintik di wajah tentara yang ada di rumah besar tadi juga dua tentara yang mengantar nasi tadi, si Bungsu tahu mereka terkena penyakit Vietnam Rose, sebutan lain dari penyakit sipilis. Dia bertekad untuk menolong mereka semampu nya. Akhirnya karena didera kelelahan dan kekenyangan dia tertidur pulas sekali.

Hari sudah senja, ketika dia di bangunkan oleh Lok Ma. Dia datang dengan ditemanin seorang prajurit, yang tetap siap sedia dengan bedil nya. Lok Ma mengatakan kalau overste ingin bertemu dengannya malam nanti setelah makan malam. Lok Ma bercerita waktu berjalan ke sungai, kalau sembilan tentara Amerika yang ditawan disini telah dipindahkan, termasuk tawanan yang di kandang babi di sebelah kurungan si Bungsu.

"Balasan? saya hanya melihat sekitar lima orang. Dimana yang lain di tahan ?"

"Mereka dikurung di sungai di belakang kandang babi tersebut. Kurungan mereka jauh lebih parah. Mereka berminggu-minggu direndam sebatas leher. Makanan di masukan kedalam plastik kemudian diulurkan dengan tali. Mereka hanya menikmati di daratan ketika di interogasi…."tutur Lok Ma.

"Kemana mereka dipindahkan?" tanya si Bungsu.

Namun begitu pertanyaan itu diucapkan, dia segera sadar kalau tak ada jawaban dari pertanyaan itu.

"Tidak ada yang mengetahui, kapan para tawanan di pindahkan dan kemana mereka akan dipindahkan. Hanya komandan yang tahu. Perintah pemindahan diberikan secara lisan pada seseorang…"

Si Bungsu hanya mendengar tentang penuturan pemindahan tawanan Amerika itu dengan diam. Beberapa lelaki dan wanita terlihat di hulu maupun di hilir sungai.

Sungai cukup besar, airnya amat jernih."Apakah penduduk di sini suka ikan sungai?" tanya si Bungsu pada Lok Ma, yang bersama prajurit berbedil itu mengawasinya dari atas tebing.

"Ikan memang makanan utama mereka bersama nasi. Babi biasanya dijual kepada tentara. Atau di bawa ke desa terdekat, biasanya dua sampai tiga hari perjalanan, untuk dijual. Dibawa pakai gerobak dua atau tiga ekor…."

"Dengan apa mereka menangkap ikan?"

"Biasanya dengan kail…."

"Anda keberatan kalau saya memberi beberapa ekor ikan segar kepada mereka?" tanya si Bungsu sambil menunjuk pada beberapa wanita dan anak-anak sekitar dua puluh meter di hilir tempatnya.

Lok Ma menatap ke hilir. Beberapa wanita berada di sana. Sesekali mencuri pandang ke arah si Bungsu maupun ke arah Lok Ma.

"Mereka akan senang sekali. Tapi bagaimana engkau memperoleh ikan segar itu?" ujar sersan tersebut sambil menatap pada si Bungsu yang berendam dalam air setinggi dada.

Si Bungsu menyelam. Hanya beberapa detik, kemudian dia muncul lagi. Dia memperagakan beberapa butir batu sebesar ibu jari kepada Lok Ma.

"Pernah belajar menangkap ikan dengan batu-batu seperti ini…?"Lok Ma menggeleng.

"Apa bisa?" ujarnya.

"Bisa…!"

Lok Ma menoleh pada prajurit yang menemaninya. Kemudian bicara dalam bahasa Vietnam. Menceritakan bahwa si Bungsu bisa menangkap ikan dengan batu-batu di tangannya itu. Si prajurit menatap ke arah si Bungsu dengan tatapan tak percaya. Si Bungsu berdiri dan menatap tajam ke air jernih di sekitarnya. Batu-batu kecil itu dia pindahkan ke tangan kirinya. Hanya sebuah yang berada di tangan kanannya.

Tiba-tiba dia menyambitkan batu tersebut ke air sekitar dua depa di depannya. Si Bungsu menanti, Lok Ma dan prajurit berbedil itu juga menanti.

"Tak ada yang kena…" ujar si Bungsu sambil tetap mengawasi air di sekitarnya.

Beberapa saat kemudian dia kembali menyambitkan batu ke arah hilir.

"Kena! Suruh mereka yang di hilir itu mengambilnya…" ujar si Bungsu ke arah Lok Ma.

Lok Ma menatap dengan diam ke air. Tak ada apapun yang terlihat. Namun hanya beberapa detik kemudian, dia melihat seekor ikan sebesar betisnya mengapung dengan perut ke atas.

"Hei, ambil ikan itu! Itu ada ikan yang baru kena lempar batu. Ikan itu untuk kalian, ambil… ambil…!" seru Lok Ma.

Para wanita di hilir hanya termangu, tak mengerti. Sementara itu si Bungsu kembali menyambitkan beberapa batu lagi ke air. Para wanita itu baru ribut dan berceburan ke air setelah melihat dua tiga ekor ikan mengapung di permukaan sungai. Mereka berebut memunguti ikan yang kepalanya pada pecah itu.

Lok Ma ternganga, ketika wanita-wanita itu dengan tertawa mengangkat ikan-ikan yang berhasil mereka kumpulkan. Besarnya tak kurang dari sebesar betis lelaki dewasa.

Beberapa lelaki dan wanita yang berada belasan meter di bahagian hulu segera berenang ke hilir. Mereka sampai ke tempat si Bungsu. Si Bungsu kembali menyelam memunguti beberapa batu. Lalu tangannya menyambit dan menyambit lagi. Enam, sampai tujuh ekor ikan sebesar lengan maupun betis pada mati dan berapungan. Penduduk memunguti ikan tersebut.

"Hei, bisa kupinjam pisaumu?" ujar si Bungsu mengejutkan Lok Ma.

Tanpa pikir panjang Lok Ma mencabut pisau di pinggangnya. Kemudian melemparkannya kepada si Bungsu. Si Bungsu menyambut pisau itu. Lalu kembali memperhatikan sungai di sekitarnya. Beberapa saat kemudian dia menyelam. Semua pada terdiam. Namun dari atas tebing, baik Lok Ma maupun prajurit berbedil itu dapat melihat bayang-bayang tubuh si Bungsu di dalam air sungai yang jernih tersebut. Mereka menatap dengan diam dan penuh tanda tanya, apa yang akan dilakukan lelaki tersebut dengan pisau tajam itu.

Cukup lama Lok Ma melihat si Bungsu menyelam hilir mudik di dalam air. Suatu saat tubuhnya nampak berdiam diri dengan berpegangan pada sebuah batu besar di dalam sungai. Kemudian tiba-tiba tubuh lelaki tersebut meluncur ke hilir dengan cepat. Tak lama kemudian kepalanya muncul, kedua tangannya terangkat. Lok Ma yang semula duduk mencangkung, sampai tertegak tatkala melihat di kedua tangan lelaki tersebut terpegang seekor ikan yang besarnya tak kurang dari paha lelaki dewasa, pisau komando tentara Amerika milik Lok Ma tertancap di bahagian dada ikan tersebut!

"Wuaw…!" seru Lok Ma.

"Wuaw…..!" seru prajurit yang memegang bedil di sampingnya.

Penduduk menatap lelaki asing itu dengan tercengang. Usahkan melihat, mendengar saja mereka belum pernah. Tentang orang yang mampu menangkap ikan hanya dengan lemparan batu atau menyelam dengan pisau. Apa yang mereka lihat senja ini adalah suatu hal yang amat menakjubkan.

"Apakah komandanmu suka ikan sungai?" tanya si Bungsu tatkala berjalan pulang dari sungai.

"Dia tak begitu suka ikan. Dia suka daging babi. Tapi semua tentara di sini menyukai ikan. Kita bisa pesta ikan bakar malam ini…" ujar Lok Ma.

Beberapa wanita yang tadi berada di hilir, kemudian berpapasan dengan mereka di jalan menuju kampung, pada mengangguk dengan hormat sembari mengucapkan terimakasih pada si Bungsu. Si Bungsu membalas ucapan terimakasih yang sangat dia hafal itu dengan ucapan "terimakasih kembali" sembari membungkukkan badan.

Wanita-wanita itu tertawa bergumam senang mendengar balasan terimakasih mereka yang diucapkan lelaki asing tersebut dalam bahasa ibu mereka. Beberapa lelaki kampung pada berbisik, kemudian mengangguk kepada si Bungsu.

Mereka, terutama kanak-kanak, pada berbaris mengikuti Lok Ma, si Bungsu dan prajurit yang membawa ikan sebesar paha itu. Ikan itu diikat dengan tali moncongnya lewat insangnya. Kemudian sebuah kayu panjang sedepa diambil dari tepi sungai. Dengan kayu itu, ikan besar tersebut dipikul oleh Lok Ma dan si prajurit. Cara aneh yang dilakukan si Bungsu menangkap ikan di sungai tersebut segera diketahui seisi kampung. Mereka ramai ramai ke depan rumah besar yang dijadikan markas komandan tentara di desa ini. Sebelas ikan sebesar betis yang dibawa oleh para wanita dibawa ke markas tersebut.