Hanya beberapa detik, hubungan dengan kapal selam rahasia pasukan SEAL Amerika di tempat rahasia di Teluk Kom Pong Sam di selatan Kamboja itu segera didapat.
"Sir, Mayor Murphy Black, komandan kapal selam SEAL di Teluk Kom Pong Sam, di telepon Anda…."
Komandan USS Alamo segera menyambar telepon berwarna putih di depannya.
"Laksamana Billy Yones Lee, Komandan USS Alamo di sini, Mayor Black?"
"Yes, Sir! Mayor SEAL Murphy Black, Komandan kapal selam khusus di posisi khusus, saya menunggu perintah Anda, Laksamana!"
"Anda memiliki dua helikopter di sana, Black?"
"Siap, yes, Sir!"
"Staf akan menyampaikan rincian yang lain kepada Anda. Tugas Anda menjemput sekarang juga orang kita di wilayah Vietnam, tak jauh dari tempat Anda!"
"Perintah diterima dan segera dilaksanakan, Sir! Rincian berikutnya kirim ke helikopter, yang segera saya terbangkan sendiri ke target yang ditentukan, Sir!"
"Mayor Black!"
"Yes, Sir…."
"Perintah ini tidak pernah ada. Namun saya tak ingin mengusulkan ke Pentagon agar Anda dipecat karena Anda tak berhasil membawa orang-orang itu pulang dengan selamat…!"
"Siap Sir! Perintah dan hubungan ini tidak pernah ada. Saya berusaha tak akan gagal. Laksamana…!"
"Satu lagi, Black…."
"Yes Sir…."
"Ada orang gila di antara yang akan Anda jemput itu. Namanya si Bungsu. Jangan dia sampai tak ada dalam daftar orang-orang yang Anda selamatkan…."
"Si Bungsu, siap Sir….!"
"Good luck, Black!"
"Good luck, Sir!"
Laksamana Billy Yones Lee memerintahkan kepada perwira radio yang memberikan rincian tempat darimana datangnya isyarat yang diberikan si Bungsu itu kepada Mayor Murphy Black.
"Mayor Black…."
"Yap, Mayor Black di sini…."
"Mayor Aland Snow, perwira radio USS Alamo di sini. Anda siap menerima rincian koordinat yang Anda tuju…."
"Ya, Saya sudah di helikopter. Silahkan rinciannya…."
Aland Snow segera memberikan rincian yang dimaksud. Kemudian hubungan segera diputus. Mereka tak melihat apapun di layar radar.
"Tak ada tanda-tanda helikopter atau pesawat apapun dari wilayah Teluk KomPong Sam, Laksamana…." ujar perwira radar.
"Ya, kita takkan melihat tanda apapun. Pesawat yang digunakan SEAL itu dirancang khusus untuk tak terdeteksi oleh radar. Termasuk radar kita…." ujar Laksamana Lee perlahan.
Suara helikopter yang tak terdeteksi radar itulah yang terdengar suaranya oleh rombongan kolonel MachMahon di tepi danau besar di belantara Vietnam itu. Mayor Black yang segera sampai dengan pesawatnya ke kordinat yang diinformasikan dari USS Alamo, hanya melihat belantara, kemudian sedikit padang lalang di bawah sana.
Dia segera mengarahkan heli yang dicat dengan warna hitam total tersebut ke padang lalang itu dan memerintahkan untuk siaga penuh. Dua orang sersan yang masing-masing memegang senapan mesin 12,7 siaga di kiri kanan pintu heli berukuran besar itu. Yang seorang lagi adalah orang yang setiap detik siap terjun ke bawah untuk memberikan bantuan darurat terhadap orang-orang yang akan naik ke heli.
Namun sebelum heli tersebut sempat turun, pelarian yang berada di tepi danau itu tiba-tiba diserang dari segala penjuru oleh tentara Vietnam!
Hal yang semula memang tidak diperhitungkan oleh MacMahon dan si Bungsu adalah bergabungnya sisa pasukan Vietnam yang siang tadi memburu mereka.
Sebenarnya mereka tidak bergabung. Pasukan yang berada di barak itu dipencar ke lima penjuru. Masing-masing satu peleton, yaitu sekitar tiga puluh orang. Dua peleton di antaranya berhadapan dengan si Bungsu dan MacMahon. Sisanya, hanya belasan orang melanjutkan memburu Duval dan Roxy serta Thi Binh yang disuruh duluan oleh si Bungsu.
Yang tiga peleton lagi, ternyata sama-sama menjadikan danau besar di tengah belantara itu sebagai sasaran akhir pengejaran mereka. Kini, dalam waktu yang hampir bersamaan seluruh sisa pasukan Vietnam itu sampai di sana. Karena tentara yang datang dari arah kiri dan kanan danau, serta dari arah barak, para pelarian itu benar-benar terjepit. Namun MacMahon memerintahkan semua lelaki yang memegang bedil melindungi para wanita yang lari menuju helikopter.
Mayor Black menyumpah mendengar suara tembakan yang seolah-olah berdatangan dari segala penjuru. Dengan cepat dia menurunkan pesawatnya. Kedua sersan yang memegang senapan mesin itu menghajar setiap sumber tembakan dengan peluru mereka. Mayor Black berteriak menyuruh wanita-wanita itu segera lari mendekati pesawatnya. Beberapa tembakan menghajar tubuh helikopter tersebut. Namun tembakan itu dibalas oleh kedua sersan bersenapan mesin itu dengan tembakan gencar.
Di bawah hujan tembakan, wanita-wanita itu berlarian kearah helikopter. Roxy yang sudah akan berlari, melihat Thi Binh sedang membalas tembakan dari balik sebuah pohon, dia berbalik dan berlari kearah Thi Binh. Thi Binh masih membalas tembakan kearah tentara Vietnam di balik-balik hutan, yang makin lama menjepit posisi mereka. Setiap usai menembak, gadis itu melihat kearah bukit batu yang ditumbuhi pohon berdaun merah di selatan sana. Yaitu kearah dari mana tadi mereka datang, dia berharap si Bungsu muncul.
Namun orang yang diharapkan entah berada dimana. Tak terlihat bayangannya sama sekali.
"Thi-thi,ayo cepat…!"seru Roxy.
Gadis Vietnam itu menoleh kearah Roxy, kemudian dia menggeleng. Matanya basah.
Akhirnya Roxy tahu apa yang menjadi penyebab. Dia memeluk gadis itu. Matanya juga ikut basah.
"Ikutlah dengan ku Thi-thi…."
"Pergilah Roxy, Aku takkan pergi tanpa si Bungsu…"
Roxy menahan isaknya.
"Aku juga ingin menantinya. Tapi ini kesempatan terakhir kita untuk selamat. Si Bungsu akan mudah mengurus dirinya tanpa kita. Yakinlah, dia akan selamat Thi-thi…"
Thi Binh menggeleng. Dan tiba-tiba tubuhnya tersentak. Darah menyembur di mulutnya. Roxy menyambar senapan yang hampir jatuh dari tangan gadis itu. Kemudian menyemburkan peluru kearah belakang ke tempat dari mana peluru yang menghantam Thi Binh berasal. Seorang tentara Vietnam yang menyembulkan kepalanya dari balik pohon, terjerangkang dihajar peluru Roxy.
Tak ada kesempatan, Roxy memanggul thi Binh yang berlumuran darah. Entah mati entah hidup. Dengan sisa tenaganya dia berlari menuju helikopter. Beberapa peluru mendesing di sekitar kepalanya. Anggota SEAL yang memegang senapan mesin di helikopter, dengan menyebut nama Tuhan segera melindungi wanita yang tiba-tiba muncul dari balik belantara itu dengan rentetan tembakan senapan mesinnya.
"Cepat..cepaaat…!"serunya.
Dengan tertatih-tatih Roxy akhirnya mencapai pintu helikopter. Sementara itu dua tubuh tentara Amerika yang melarikan diri bersama MacMahon kelihatan tergeletak dihantam peluru Vietnam beberapa depa menjelang pintu helikopter. Duc Thio yang masih berada di balik pohon, segera berlari menyusul Roxy. Bersama roxy dia memanggul tubuh ThiBinh. Han Doi dan kolonel Macmahon masih bertahan melindungi orang-orang yang berlarian kearah helikopter dari balik pohon besar di tepi danau.
"Anda duluan kawan…..!"seru MacMahon pada Han Doi.
Han Doi segera berlari. Namun separuh jalan dia tersungkur. Anggota SEAL yang siap membantu itu segera terjun berlari sambil memberi tahu temannya yang memegang senapan mesin, agar melindungi dirinya. Dia berlari kearah Han Doi. Kemudian menyeretnya ke arah heli. Dia sengaja tidak memangkunya, karena kalau dipangku, dengan mudah mereka menjadi sasaran tembak.
Dengan menunduk dan sesekali membalas menembak, dia menyeret tubuh Han Doi, sampai akhirnya dinaikkan ke heli.
Kini hanya kolonel MacMahon yang belum naik, kolonel ini ternyata sudah tertembak perutnya. Dia masih bertahan dengan membalas tembakan. Mayor Black yang sejak tadi sudah tahu, bahwa yang berada di hutan itu adalah Kolonel macmahon, salah satu komandan tertinggi di SEAL, segera arif kalau kolonel itu terluka. Hal itu ditandai dari irama tembakan si kolonel, yang satu-satu dan tak terkontrol. Dia menunggu beberapa saat. Kemudian terjun dan berlari dibawah lindungan tembakan senapan mesin untuk menolong komandannya itu.
"Oke, kolonel, kini kita berangkat…"ujarnya ketika melihat tubuh kolonel itu sudah mandi darah.
"No, Anda berangkat. Tinggalkan saya, selamatkan semua yang masih hidup.."ujar si kolonel.
Namun Mayor tak peduli, dia pikul tubuh kolonel itu. Kemudian dengan senapan menyemburkan tembakan kesegala arah dibantu tembakan gencar dari dua senapan mesin di helikopter, dia mulai bergerak kearah helinya.
Namun berapa benarlah mereka menghadapi puluhan tentara Vietnam yang menyergap itu. Mayor Black akhirnya tertembak kakinya. Tiga tentara Vietnam segera memburu.
Dan saat itulah, tiba-tiba dari arah selatan, terdengar rentetan tembakan. Ketiga tentara itu terhenti mendadak. Senapannya pada tercampak, akibat tangan mereka dihantam peluru!
Kolonel MacMahon yang merasa ajalnya segera menjemputnya. Segera tahu, kalau yang menembak ketiga tentara Vietnam itu, yang tembakannya dari arah bukit berpohon merah itu, adalah si Bungsu. Namun dia tak sempat berkata, dua tentara yang di heli segera turun dan membawa nya naik. Mayor Black segera duduk di belakang kemudi, dan meninggalkan tempat itu. Di bawah, suara tembakan dari arah selatan tetap bergema, menghantam posisi tentara Vietnam yang akan menyerang heli itu. Lalu mereka yang di heli tersebut melihat orang yang menolong mereka itu muncul ditengah padang lalang.
"My God! siapa orang itu?"seru mayor Black.
"Si Bungsu. Dia yang mengeluarkan kami dari tempat penyekapan. Turun dan jemput dia!"perintah Roxy.
"My God! peluru kalian masih berapa?"seru Black pada anak buahnya yang memegang senapan mesin.
"Hanya beberapa butir…"jawab keduanya serentak.
Serentetan peluru menghantam tubuh helikopter. Black sadar, jika dia turun sama artinya dengan menyerahkan semua personel di pesawat ke tangan elmaut!
Dia teringat pesan Laksamana Billy Yones Lee, Komandan USS Alamo. Bahwa jangan sampai orang gila bernama Bungsu tak ada dalam daftar orang-orang yang akan diselamatkan. Namun dalam kondisi seperti ini, dia harus lolos dari lubang jarum, tidak memungkinkan dia menurunkan heli ketanah. Ketengah puluhan tentara Vietnam yang haus darah, untuk menjemput 'orang gila' yang dipesan laksamana tersebut.
"Maaf kawan, saya harus menyelamatkan yang ada di pesawat ini. Saya akan datang lagi. Segera…!"ujar Black sambil dengan cepat memacu helinya kearah perbatasan kamboja.
Dari atas mereka melihat sesuatu yang amat dramatis di bawah sana, yang membuat mereka terpaku dalam diam yang mencekam.
Orang yang menolong mereka untuk bisa melarikan diri itu, nampak mencampakkan senapannya yang kehabisan peluru. Lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi keudara. Namun dalam keadaan mengangkat tangan tinggi-tinggi itu, tubuhnya masih dua tiga kali tersentak-sentak dihantam peluru. Lelaki itu masih tegak, dengan dua tangan mengacung keatas, seperti akan menggapai langit.
Dalam waktu yang amat singkat, lelaki dari Indonesia itu sudah dikepung oleh lusinan tentara Vietkong.