Roxy yang melihat peristiwa itu merasa nyawanya ikut melayang. Dia tak mampu menahan perasaannya, gadis itu jatuh pingsan.
MacMahon, Duc Thio, dan Han Doi menatap peristiwa itu dengan sendi-sendi dan otot-otot terasa copot. Mereka tak menyangka, lelaki perkasa itu akan berakhir seperti ini. Dia sudah menyelamatkan puluhan nyawa, mungkin ratusan.
Namun kini lelaki itu seperti sengaja mengorbankan dirinya, agar pesawat heli yang mengangkut belasan tawanan perang melarikan diri dari lubang jarum!
Tak seorangpun yang mampu bersuara. Tak seorangpun! Dan helikopter itu lenyap dalam langit senja yang merah.
Dalam situasi yang demikian. Thi Binh yang masih masih tak sadarkan diri jauh lebih beruntung. Dia tak melihat bagaimana akhir nasib si Bungsu, lelaki yang dia cintai sepenuh hati. Kalau saja dia masih dalam keadaan sadar, dan melihat apa yang terjadi di bawah sana, dia mungkin akan terjun dan tubuhnya akan remuk terhempas. Dipastikan dia akan memilih cara demikian, dari pada melihat si Bungsu terbunuh oleh puluhan tentara Vietnam.
Tentara Amerika yang dibebaskan si Bungsu dari sekapan di goa itu, dengan mata basah membuat tanda silang didada mereka. Mereka bersyukur bisa selamat keluar dari Dalam Neraka Vietnam yang amat brutal ini.
Namun tetap saja mereka tak mampu menerima kenyataan, bahwa orang yang menolong mereka menerima nasib tragis seperti ini. Saat dia membutuhkan pertolongan, tak satupun diantara mereka yang memberikannya.
Padahal untuk menolong mereka, orang itu mempertaruhkan nyawanya, tiba-tiba mereka merasa seperti orang yang tak berbudi sekali. Orang yang mementingkan diri sendiri.
Bertahun-tahun mereka di gelandang dari penyekapan yang satu ketempat penyekapan yang lain, yang laki-laki disiksa dengan kejam dan wanita diperkosa ramai-ramai. Tak ada tentara Amerika yang mampu menolong mereka. Usahkan menolong mereka, menemukan tempat mereka disekap saja tak ada yang bisa, sampai akhirnya lelaki dari Indonesia itu datang sendiri ke goa tersebut. Mempertaruhkan nyawa ketika menginjak ranjau yang ditanam tentara Vietkong. Orang itulah yang menyuruh sebagian mereka untuk lebih dulu melarikan diri kearah danau itu.
Duval, salah satu yang selamat itu, mengingat betapa dia disuruh menyusul macMahon. Sementara dia sendirian bertahan di balik bebatuan sembari meberi waktu mereka untuk meloloskan diri.
Duval adalah tentara yang sudah kenyang pahit getir pertempuran. Namun kali ini dia tak mampu menahan airmata yang membasahi pipi. Dia masih berusaha melihat kebawah sana, namun yang terlihat hanya noktah kecil. Dia menatap Roxy yang pingsan dan teman-temanya yang tertunduk dengan mata basah.
Suasana di heli itu sangat tak menentu. MacMahon mencoba menghitung sisa rombongannya yang selamat. Jika dihitung dengan si Bungsu, Thi Binh, Duc Thio dan Han Doi, jumlah mereka 21 orang. Sebab, dia dan tentara Amerika lainnya diselamatkan si Bungsu 17 orang. Kini di pesawat yang lolos dari Mulut Neraka itu hanya 13 orang. Kolonel itu memejamkan mata.
Tiga anggota SEAL di helikopter itu kini berusaha menyelamatkan nyawa orang-orang yang tertembak kakinya sudah dikebat dengan perban. Yang parah adalah Kolonel Mac Mahon yang tertembak di perut. Thi Binh tertembak didada kanannya. Ketiga anggota SEAL itu mengerahkan segala kemampuan mereka untuk menyelamatkan kedua orang yang terluka parah tersebut.
Sebelum matahari terbenam di balik kaki laut, mayor Black sudah mendaratkan helinya di tepi Teluk Kom Pong Sam, di selatan Kamboja, di perairan teluk Siam.
Dengan cepat dia memerintahkan untuk mengevakuasi seluruh penumpang di heli itu ke kapal selam yang juga dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga tak satupun radar yang bisa mendeteksinya. Sedangkan dia segera pindah ke heli yang lebih kecil, dan yang di penuhi senapan mesin dan roket.
Sebelum berangkat dia memerintahkan wakilnya yang berpangkat kapten untuk mengantar semua penumpang kapal itu menuju ke arah Philipina.
"Buka, hubungan dengan Laksaman Lee di USS Alamo, minta petunjuk kemana orang-orang itu harus diantar. Saya juga akan menghubunginya dengan radio saya. Saya harus menyelamatkan orang yang di Vietnam sana…"ujarnya.
Ketika kapten yang kini menjadi komandan kapal selam itu masih dalam sikap memberi tabik untuk melaksanakan perintahnya, Mayor Black sudah menerbangkan helikopternya ke arah wilayah selatan Vietnam. Kepada empat anggota SEAL yang menyertainya, dia memberi perintah agar bersiap menghadapi kemungkinan yang paling buruk sebentar lagi.
Pesawat berwarna hitam legam itu diterbangkan dengan rendah di atas wilayah Vietnam oleh Mayor Black. Hanya beberapa belas meter di atas pucuk-pucuk belantara Vietnam.
Sementara itu di kapal selam yang ukurannya sangat kecil, tapi bertenaga nuklir. Kapal yang hanya mampu memuat sekitar 30 personil dan penumpang itu segera menyelusup menuju mulut Teluk KomPong Sam. Ketika kapal itu sudah berada di perairan Teluk Siam, kaptennya mengarahkan haluan ke Laut Cina Selatan. Kemudian membuka hubungan radio dengan USS Alamo, di salah satu tempat di perairan Philipina.
"Laksamana, kontak dari Sea Devil…" ujar perwira radio di USS Alamo.
Laksamana Billy Yones Lee segera menyambar gagang telepon.
"Laksamana Yones Lee di sini. Silahkan masuk…"
Kapten kapal selam SEAL itu segera memberitahukan identitasnya. Kemudian melaporkan dia membawa 13 orang di kapalnya untuk diselamatkan. Tiga orang di antaranya adalah orang Vietnam, sepuluh lainnya tentara Amerika yang berhasil dibebaskan. Kemudian si kapten meminta petunjuk, kemana dia harus membawa ke 13 penumpang di kapalnya tersebut.
"Ada orang Indonesia yang bernama si Bungsu di antara yang tiga belas itu?" potong Laksamana Lee.
Kapten tersebut gelagapan sesaat. Tanpa memberitahu lewat radio bahwa dia akan bertanya, dia membiarkan saja hubungan terbuka kemudian menanyakan kepada Kolonel MacMahon, apakah ada yang bernama si Bungsu di antara orang yang berada di kapal itu. MacMahon menggeleng.
"Orang yang Anda maksud tidak berada di kapal ini, Laksamana…" lapor Lee.
"Apa!? Mana Mayor Murphy Black?!" sergah Lakmasana Lee.
Sergahan itu segera dijawab langsung oleh Mayor Murphy Black yang memonitor hubungan radio itu dari heli yang kembali menuju Vietnam.
"Siap, Sir! Saya kembali menuju ke tempat sinyal yang dikirimkan dari Vietnam itu. Berusaha menjemput orang yang Anda pesankan harus ada dalam daftar yang saya selamatkan. Jika operasi penjemputan ini selesai, saya akan laporkan secara lengkap kepada Anda hasilnya, Sir!"
Laksamana Lee tertegun. Dia tak mengerti karena secara penuh apa yang sudah terjadi. Kenapa ada tiga belas orang yang sudah dievakuasi dari Vietnam, tetapi kini Mayor Black harus kembali menjemput si Bungsu. Namun dia faham, hubungan radio ini tak bisa dilakukan berkepanjangan. Radio pelacak Vietnam bisa mengetahui percakapan mereka.
Dengan isyarat-isyarat khusus dia memberikan perintah kepada kapten yang sedang berada di kapal selamnya di Laut Cina Selatan itu. Dia meminta agar kapal selam itu membawa mereka ke suatu koordinat di perairan internasional, yang membentang luas antara Vietnam dengan kepulauan Philiphina.
"Kami akan menjemput mereka di sana dengan pesawat khusus…" ujar Laksamana sambil menutup percakapan.
==00==
Di padang lalang dekat belantara dan rawa yang membentuk danau besar di mana pertempuran saat helikopter menjemput para pelarian itu tadinya berlangsung, Si Bungsu ternyata tiba terlambat. Dari jauh, tak berapa lama setelah dia meninggalkan Sersan Lok Ma yang dia totok hingga tak bisa bergerak, dia sudah mendengar rentetan tembakan.
Dia segera berlari dan melihat tentara Vietnam sedang menembaki beberapa orang terakhir yang akan naik ke helikopter tersebut. Dia langsung terjun ke kancah peperangan. Dia tidak bersembunyi, melainkan menembak sambil menampakkan dirinya.
Dia sengaja berbuat hal itu, agar perhatian tentara Vietnam tersebut beralih kepadanya. Dengan demikian dia berharap helikopter dengan para bekas tawanan itu bisa lolos dengan selamat. Taktiknya berhasil.
Beberapa orang Vietnam terjengkang karena tangan atau kaki mereka kena tembakan si Bungsu. Kini belasan tentara Vietnam tersebut mengarahkan tembakan mereka padanya, karena dia berada di tempat terbuka, tubuhnya menjadi sasaran empuk tembakan. Sebuah peluru menghantam perutnya. Dia terbungkuk. Namun dia masih sempat menembak kaki seorang tentara, yang membuat tentara itu terjungkal.
Pada saat yang sama dua tembakannya menghajar pula dua tentara Vietnam. Yang seorang tercampak bedilnya karena tembakan si Bungsu menghajar lengan kanannya yang memegang bedil. Yang seorang lagi langsung ambruk karena peluru menghajar pahanya. Namun sebuah tembakan lagi menghajar bahu kiri si Bungsu. Dia tersentak ke belakang.
Pada saat itu helikopter berhasil meloloskan diri, keluar dari jangkauan tembakan. Dan dari atas, Duval, Roxy serta Kolonel MacMahon melihat semua peristiwa yang terjadi di bawah sana. Melihat tubuh si Bungsu tersentak-sentak dihajar peluru, kemudian lelaki itu mengangkat tangan setelah melemparkan bedilnya!
Saat dia mengangkat tangan, dua peluru lagi menghajar tubuhnya. Namun dia masih berdiri saat belasan tentara Vietnam tegak mengepung hanya dalam jarak dua tiga depa dari dirinya. Tubuh si Bungsu yang masih berdiri seolah-olah nyala akibat cahaya merah matahari senja menerpa tubuhnya yang berlumur darah. Seorang tentara mengokang bedil dan menembak. Salah seorang di antara mereka, yang berpangkat kapten, berteriak, untuktidak menembak.
Namun teriakan itu terlambat. Paling tidak ada tiga butir peluru sudah menyembur dari moncong bedil otomatis itu. Tetapi hanya beberapa detik sebelum pelatuk ditarik, si Bungsu sudah tak mampu lagi bertahan.
Dia masih sempat melihat helikopter yang selamat itu, yang hanya merupakan sebuah titik kecil di langit sana, sesaat sebelum tubuhnya yang bermandi darah ambruk mencium bumi. Bibirnya masih sempat membayangkan sebuah senyum, mengetahui para pelarian itu selamat.
Dia yakin, sudah tak ada harapan lagi baginya untuk hidup. Di sinilah, di belantara lebat dalam neraka perang Vietnam, takdir menjemputnya.
Jauh dari kampung halaman, tak ada sanak famili. Tak ada yang menangisi. Takkan ada yang datang menjenguk. Bahkan tubuhnya pun mungkin takkan dikuburkan. Dibiarkan tergeletak di padang lalang itu, dimakan ulat belatung.
Ketiga peluru yang muntah dari mulut bedil tentara Vietnam tersebut menerpa tempat kosong. Sebab tubuh orang yang akan dijadikan sasaran yang tadi masih berdiri, kini sudah tergeletak di tanah.
Bagi si Bungsu sendiri semua menjadi gelap gulita ketika tubuhnya masih dalam proses tumbang dan terjerembab di padang lalang. Dalam udara senja dengan langit menyemburatkan warna merah itu, tubuh si Bungsu yang tergeletak diam dan bermandi darah dari ujung rambut ke ujung kaki, ditatap dari jarak satu sampai dua meter oleh belasan tentara Vietnam sembari menodongkan bedil yang siap memuntahkan peluru. Tubuh yang terjerembab dalam posisi tertelentang tersebut, diam tanpa tanda-tanda kehidupan sedikit pun.
Kapten yang tadi berseru agar jangan menembak, membungkukkan tubuh. Anak buahnya siaga dengan bedil, siap mencecar tubuh yang tertelungkup itu jika sedikit saja ada tanda mencurigakan.
Si kapten merasa agak aneh. Orang ini tidak memakai seragam militer. Tak ada tanda-tanda kepangkatan atau identitas secuil pun bahwa dia tentara. Wajah lelaki ini bersimbah darah, yang mengalir dari luka akibat serempetan peluru di kepalanya.
Saat itu beberapa tentara yang lain membawa dua tubuh tentara Amerika yang terbunuh sebelum kemunculan si Bungsu dalam pertempuran tersebut. Kedua mayat tentara Amerika itu dilemparkan di sisi tubuh si Bungsu.
Si kapten memberi isyarat pada seorang tentara yang juga bertugas di bahagian kesehatan. Tentara berpangkat sersan itu memeriksa satu demi satu denyut nadi di leher ke tiga sosok tubuh berlumur darah tersebut. Usai menekan dengan ujung jarinya urat nadi di leher, tentara itu mendekapkan telinga ke dada tubuh-tubuh tersebut.
"Yang dua ini sudah mati. Yang ini, masih ada denyut lemah di jantungnya Kapten…" ujar si sersan seraya menunjuk mana yang sudah mati dan mana yang masih berdetak jantungnya.
"Beri yang masih hidup itu obat atau kotoran apapun namanya, agar dia tetap hidup dan bisa diinterogasi. Kita harus tahu dari mana mereka masuk Vietnam, berapa jumlahnya. Di mana markas mereka, ke mana saja tim pembebas tawanan ini dikirim…" ujar si kapten sambil menatap ke langit, ke arah helikopter itu menghilang.