Semua tawanan ternyata sudah pada tiarap di lantai ruangan masing-masing. Mereka mengamankan diri dari ranjau yang setiap saat bisa meledak. Mereka menatap ke arah lelaki asing itu dengan perasaan tegang dan diam.
Mereka tiarap selain untuk menyelamatkan diri juga untuk melihat bagaimana ranjau itu meledak dan orang asing itu tercabik-cabik tubuhnya.
Mereka hakkul yakin lelaki itu tak bisa selamat dari ledakan ranjau yang kini diinjak. Mereka tak percaya karena semua mereka adalah tentara Amerika yang sudah kenyang dengan perang di negeri neraka jahanam ini. Dalam beberapa tahun berperang, sudah tak terhitung teman-teman mereka yang hanya pulang nama karena terinjak ranjau yang ditanam Vietkong.
Usahkan manusia, truk dan tank saja dibuat berkeping-keping oleh ranjau tersebut. Mereka kini menanti sambil menonton. Sebenarnya ada tiga hal yang membuat mereka heran.
Pertama, siapa lelaki asing ini
Kedua, apa urusannya masuk ke tempat penyekapan ini?
Ketiga, orang ini nampaknya demikian tenang, kendati dia sedang menginjak sesuatu yang tiap detik siap melemparkannya ke neraka.
Sementara itu, di bawah cahaya lampu damar si Bungsu tengah menarik nafas, kemudian menghapus peluh di jidatnya. Dia merasa beruntung pernah diajar temannya dari pasukan Green Barret di Australia dahulu, tentang bagaimana sistem kerja sebuah ranjau darat. Jenis yang kini berada di bawah kakinya.
Ranjau yang ditanam di tanah, seperti mulut hiu yang menganga diam di dalam laut. Menanti mangsanya mendekat. Saat bahagian atas ranjau tertekan oleh berat minimal tertentu, klip pengaman pegas yang memicu ledakan ranjau yang semula tertekan akan itu lepas dan melenting. Melemparkan tutup ranjau ke atas, sekaligus memicu ledakan.
Dia memang belum pernah menginjak ranjau dan berpraktek mengamankannya. Namun, karena mengetahui sistem kerja ranjau itu, kini paling tidak dia bisa berusaha mengamankannya. Dia harus berusaha agar kawat baja yang dia ikatkan menyilang di atas tutup ranjau di bawah kakinya, paling tidak mampu menahan tutup ranjau itu agar tak melenting, yang bisa menyebabkan ledakan dahsyat.
Sekali lagi ditatapnya keempat samurai kecil tempat dia mengikatkan kawat baja dari jam tangannya. Dicobanya menarik kawat baja yang terentang di bawah kakinya. Tak bergeming, tegang dan keras. Kemudian, masih dalam posisi duduk mencangkung di atas ranjau itu, dia menoleh ke arah tawanan wanita yang tadi memperingatkan dirinya tentang ranjau itu. Perempuan itu juga tengah menatap padanya dalam posisi tiarap.
"Anda bernama Roxy?" tanyanya perlahan.
Tawanan itu terkejut. Namun dia segera mengangguk.
"Saya ada pesan untukmu " ujar si Bungsu sambil berdiri.
"Jangan melangkah…" seru wanita itu, tatkala melihat lelaki asing itu mulai melangkah.
Semua tawanan yang tiarap, termasuk Roxy Rogers, yang tengah menatap ke arahnya, pada menutup telinga dan merapatkan kening mereka rata dengan lantai goa. Mereka menanti dengan perasaan berdebar terjadinya ledakan dahsyat. Lalu tiba-tiba terdengar suara.
"Nona, saya membawa pesan dari ayah Nona…"
Roxy seperti akan copot jantungnya mendengar ucapan itu. Dengan masih menutup telinga dengan kedua tangannya, dia mengangkat kepala. Dan demi segala anak dan datuk tuyul, demi cucu dan cicit-cicit tuyul, dia hampir tak percaya dengan apa yang dia lihat. Lelaki asing itu kini tengah duduk berjongkok, hanya berjarak sehasta dari dirinya. Jarak antara mereka hanya dipisahkan oleh jeruji besi!
Lewat samping tubuh lelaki tersebut, Roxy menatap ke arah tempat ranjau yang tadi terinjak oleh lelaki asing yang entah dari mana bisa mengenal namanya ini. Dia lihat empat benda kecil-kecil tertancap. Kemudian ada sesuatu yang mengkilat, nampaknya kawat halus, yang secara menyilang menghubungkan ke empat benda kecil itu.
Keheningan dalam goa itu dipecahkan oleh suara tepuk tangan dari ruangan-ruangan penyekap lain. Begitu mendengar suara orang bercakap-cakap, bukannya suara ledakan, belasan tawanan tentara Amerika yang tadi pada tiarap dan menutup telinga, segera membuka mata dan menatap ke arah tempat orang asing itu menginjak ranjau. Mereka melihat seperti yang dilihat Roxy.
Empat benda kecil tertancap dan ada kawat mengkilat menghubungkan ke empat benda kecil itu. Itulah yang membuat mereka bertepuk kagum. Sungguh di luar dugaan mereka ada orang yang bisa menyelamatkan diri dari ledakan setelah dia menginjak ranjau. Suara bising akibat gemercing rantai segera terdengar begitu tawanan-tawanan tersebut pada berdiri dan berusaha melihat ke arah tempat Roxy.
Sementara itu Roxy masih menelungkup. Kedua tangannya yang di rantai masih memegang jerajak besi pintu ruangan di mana selama bertahun-tahun dia disekap. Dia menatap dan memperhatikan lelaki asing itu dengan seksama. Ada dua hal yang membuat dia heran. Pertama dari mana lelaki ini mengenal namanya? Kedua, bagaimana mungkin dia bisa selamat dari ranjau?
Akan halnya si Bungsu, yang sudah demikian hafal bentuk dan tanda-tanda wajah gadis yang bernama Roxy ini, yang fotonya selama berbulan-bulan dia bawa ke mana-mana, tak lagi ragu bahwa wanita yang ada di depannya ini adalah orang yang dia cari. Orang yang harus dia selamatkan nyawanya. Lebih dari itu, gadis ini harus dia bawa kembali kepada orang tuanya di Amerika sana.
"Siapa engkau, darimana engkau mengenal namaku?" tanya Roxy, yang masih saja tiarap di lantai.
"Saya orang bayaran ayahmu. Saya diminta untuk mengaduk-ngaduk belantara Vietnam untuk mencari, membebaskan serta membawa dirimu pulang ke Amerika…" ujar si Bungsu perlahan.
Kemudian dia berdiri sambil mengeluarkan sebuah bungkusan plastik tipis dari dalam dompetnya. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Menatap ke mulut terowongan dari mana dia tadi masuk.
"Kapan biasanya orang-orang Vietnam itu datang?" tanya si Bungsu.
Buat sesaat Roxy tak segera menjawab pertanyaan tersebut. Dia masih saja menatap lelaki itu dari ujung kaki ke ujung rambut. Dia baru menjawab setelah pertanyaan itu diucapkan si Bungsu untuk kedua kalinya.
"Tak ada jadwal yang tetap. Bahkan untuk mengantar makanan pun suka-suka mereka. Kadang-kadang tiap hari. Kadang-kadang sekali dua hari. Bisa dalam tiga hari mereka tak muncul. Kecuali…."
"Kecuali untuk mengambil tawanan perempuan, guna memuaskan nafsu mereka?" potong si Bungsu.
"Engkau juga mengetahuinya?" tanya Roxy yang kini sudah duduk berlutut, dengan kedua tangannya masih berpegangan ke terali besi.
"Saya sampai kemari karena mengikuti dua wanita yang diantar tadi…."
"Saya sudah menduga demikian…" gumam Roxy perlahan.
Si Bungsu kembali menatap ke arah kanan. Pendengarannya yang amat tajam mendengar tetes air di sebelah kanan sana. Dia berdiri dan menatap beberapa saat kepada Roxy.
"Saya akan buka kunci pintu ini, berikut rantai yang mengikatmu…" ujarnya sambil melangkah ke kanan, ke arah dari mana dia mendengar suara air menetes.
"Hei, hati – hati. Lantai goa ini di penuhi ranjau…" ujar Roxy mengingatkan.
Ada beberapa belas meter si Bungsu melangkah dengan hati-hati ke ujung kanan, kemudian melihat ada sebuah ceruk di bahagian kiri dinding. Di ceruk itu kelihatan air menetes dari atas. Dia membuka kantong plastik kecil yang tadi dia keluarkan dari dompetnya.
Di dalam plastik itu terdapat semacam serbuk berwarna putih mengkilat. Tanpa mengeluarkan serbuk putih tersebut, yang jumlahnya barangkali hanya sekitar dua sendok teh, dia menampung tetesan air goa itu dengan kantong plastik. Air tersebut menyatu dengan serbuk di dalam plastik. Kelihatan asap tipis mengepul ketika air dingin itu melarutkan serbuk, dan saling menyatu di dalam kantong plastik. Ketika kantong plastik itu hampir penuh, dia kembali ke tempat tentara-tentara itu disekap. Dia berhenti di ruangan di sebelah tempat Roxy.
Di dalam ruangan kecil itu ada tiga tentara Amerika yang disekap. Ketiga orang itu, yang berdesak-desak di dekat terali, menatap padanya dengan heran.
Si Bungsu meneteskan air bercampur serbuk putih di kantong plastiknya ke gembok besar di jeruji besi itu. Begitu air menyentuh gembok besi besar itu, kelihatan asap mengepul. Hanya sekitar tiga tetes, ketika asap hilang, si Bungsu memukul gembok itu dengan tangannya.
"Pletakk…!"gembok itu tidak hanya patah tapi berderai seperti kerupuk kena injak. Ketiga tentara yang kurus-kurus itu dan berambut sebahu ternganga. Mereka masih tegak dengan takjub ketika si Bungsu membuka pintu. Kemudian si Bungsu kembali meneteskan cairan di kantong itu ke rantai di pergelangan tangan ketiga tahanan itu. Dan ketika rantai itu mereka sentakkan, rantai itu putus seperti benang yang sudah lapuk.
Mereka tidak hanya di rantai di tangan dan kaki, pinggangnya juga. Rantai dihubungkan ke sebuah cincin besar yang di paku kan ke dinding. Tatkala semua rantai itu putus, si Bungsu meminta yang dua orang menjaga pintu masuk utama terowongan ini. Yangseorang lagi diminta mengikutinya.
"Yes, Sir…!" jawab kedua orang yang disuruh menjaga pintu itu.
Kemudian tanpa banyak tanya mereka bergerak hati-hati ke mulut terowongan dari mana tadi si Bungsu muncul. Mereka nampaknya sudah hafal bagian mana dari lantai terowongan itu yang bisa diinjak.
Hal itu tentu saja mereka perhatikan dari jalan yang ditempuh setiap tentara Vietnam masuk dan keluar dari tempat mereka saat mengambil mereka untuk diinterogasi. Dalam mengantar makanan, maupun mengambil satu dua tentara atau perawat wanita, untuk pemuas nafsu tentara-tentara Vietnam di barak di bawah bukit terjal ini.
Beberapa di antara mereka ada yang sudah di tahan selama lima tahun. Beberapa lagi menjelang perang usai akhir tahun lalu. Namun mereka dibawa ketempat terpencil ini baru lima bulan.
Nampaknya mereka di bawa kesini untuk dua tujuan. Pertama, agar tempat mereka tak mudah diketahui Amerika, otomatis mereka tak bisa dibebaskan. Kedua, mereka jadi alat penekan dalam perundingan antara Vietnam dan Amerika.
Saat kedua tentara itu menuju ke mulut terowongan, tentara yang seorang lagi mengikuti si Bungsu menuju ketempat Roxy. Kembali si Bungsu menuangkan cairan di dalam plastik berukuran kira 5x5cm, ke gembok besar di pintu sel Roxy. Setelah pintu terbuka, dia meneteskan cairan itu ke rantai yang ada di tangan, kaki, dan pinggang Roxy. Kemudian sekali sentak rantai-rantai itu hancur berserakan dilantai. Si Bungsu hampir pingsan membau sel-sel tahanan Roxy atau ketiga tentara tadi yang bau nya memang amat luar biasa!
Sudah bisa dibayangkan, kalau mereka mau buang air besar, kecil bahkan makan tetaplah di ruangan sempit ini. Pokoknya disitulah para tahanan melakukan aktifitas sehari-harinya.
Ini adalah kekejaman lain dan tak kalah dahsyat nya dengan siksaan fisik. Dalam makna yang lain, tawanan wanita mungkin agak beruntung. Bagi mereka yang dibawa untuk menghibur Perwira atau tentara, tentulah lebih dahulu disuruh membersihkan diri. Mandi dan bersabun sampai bersih di sungai jernih di bawah situ. Kemudian mereka juga di beri pakaian yang layak. Dan selain itu mereka juga bisa makan dan minum apa yang dimakan para tentara atau perwira tersebut.
Nampaknya beberapa wanita yang sudah disiksa habis-habisan akhirnya menyerah dan terpaksa memenuhi selera para perwira tersebut. Selain dapat makan, minum dan pakaian. Mereka juga dapat membawakan 'oleh-oleh'untuk para tawanan teman satu sel mereka makanan dan minuman. Makanya mereka tidak di benci oleh tawanan lain, justru mereka dianggap pahlawan karena telah mengorbankan diri untuk menyelamatkan hidup kawan-kawan mereka.