Dalam waktu relatif singkat lelaki ini memiliki kemampuan menghabisi nyawa lima sampai sepuluh orang yang menjadi musuhnya. Dengan senjata spesifiknya berupa samurai kecil, paku atau besi pipih runcing yang lazim dipakai oleh Ninja dari Jepang, orang ini mampu menghabisi sepuluh sampai dua puluh lawan dalam waktu singkat.
Bila dia memiliki senapan maka kemampuan membunuhnya setara dengan satu kompi pasukan khusus bersenjata lengkap. Orang ini adalah satu dari sedikit manusia di dunia yang berpredikat sebagai "mesin pembunuh paling berbahaya".
Kemampuan beladirinya tercipta secara alamiah. Salah satu faktor pendukung yang menyebabkan dia mampu mengalahkan lawan dalam jumlah yang banyak, adalah karena naluri atau indra keenamnya yang amat luar biasa tajamnya. Instingnya sepuluh kali lebih tajam dibanding ular kobra, macan tutul bahkan dibanding puma, harimau paling ganas dan paling tajam inderanya di padang prairi Amerika sekalipun.
Tingkat 'bahaya' individu seperti orang ini, bernilai 100 bila berada di kota. Nilai tertinggi bagi seseorang yang memiliki kemampuan sebagai 'mesin pembunuh'. Tetapi bila dia berada di belukar atau belantara, tingkat bahaya itu melonjak menjadi 250. Padang gurun, belukar dan belantara ibarat rumah baginya yang amat dia hafal lekuk lekuknya, yang amat dia kenal setiap denyut dan perangainya.
Dalam daftar itu juga tertera 'prestasi' berupa korban yang berjatuhan di tangan si Bungsu. Mulai dari tentara Jepang di Payakumbuh, bandit-bandit Yakuza, Kumagaigumi dan tentara Amerika yang memperkosa wanita di Jepang, bandit-bandit Cina di Singapura, bandit-bandit di Australia, tentara PRRI, APRI sampai bandit-bandit Mafia di Dallas, dalam kasus terbunuhnya Presiden Keneddy.
Keterangan di layar komputer itu ditutup dengan kalimat yang amat intimidatif, namun bisa diyakini kebenarannya: "Orang ini benar-benar tidak memihak kepada siapa atau negara manapun, kecuali kepada kebenaran. Jika Anda beruntung bisa 'memakai'-nya, jangan sekali-kali berbuat curang atau berlaku tak benar. Orang ini akan segera mengetahuinya, sepandai apapun Anda menyembunyikan kecurangan itu. Begitu dia mengetahui kecurangan tersebut, satu-satu-nya jalan bagi Anda untuk selamat dari pembalasannya hanyalah bunuh diri!"
Semua yang berada di ruang komando kapal itu pada tertegun dan saling bertukar pandang. Tak seorang pun di antara mereka yang menganggap data yang diberikan komputer itu sebagai senda gurau, apalagi omong kosong. Informasi mengenai orang-orang berkualifikasi khusus, yang masuk ke dalam pusat informasi rahasia Pentagon, akurasi datanya nyaris tak sebuah pun yang bisa dimasukkan ke dalam klasifikasi 'tidak bisa dipercaya'.
Dalam ratusan peristiwa yang data awalnya terekam di pusat informasi rahasia Pentagon, akurasi data dan analisanya minimal 95 persen.
"Lihat Kapal Vietnam itu meledak…" seruan Wakil Komandan USS Alamo, yang sempat melirik monitor radar, membuat semua yang hadir kaget dan terpana.
Di layar terlihat satu titik dari enam titik putih yang menunjukkan kapal-kapal Vietnam yang didempeti kapal patroli yang dilayarkan si Bungsu, berubah menjadi merah. Kemudian secara perlahan titik merah itu hilang dari layar monitor. Di layar itu kini hanya ada lima titik putih. Dan kelima titik putih itu kelihatan segera mendekat ke arah titik merah yang lenyap dari layar monitor itu.
"My God! Dia meledakkan kapal itu. Dan kini kelima kapal perang Vietnam yang ada di laut menuju ke arah kapal yang meledak itu…" desis Komandan Kapal USS Alamo. Laksamana itu menatap pada Ami dan Le Duan.
"Kalian sangat beruntung bertemu dengan salah seorang manusia yang memiliki kemahiran beladiri dan kemampuan yang langka ini. Kami ingin sekali berkenalan dengannya. Sayang dia tak sempat naik ke kapal ini…" ujar Komandan USS Alamo tersebut.
Ami masih menatap ke monitor radar. Hati nya semakin buncah. Kapal itu meledak atau diledakkan, siapapun yang melakukannya, apakah si Bungsu atau orang Vietnam itu sendiri, yang jadi pikirannya adalah keselamatan lelaki Indonesia itu. Kalau kapal itu meledak, bagaimana nasib si Bungsu? Apa sesungguhnya yang telah terjadi atas dirinya? Ya, apa sesungguhnya yang terjadi atas diri lelaki dari Situjuh Ladang Laweh itu? Siapa yang meledakkan kapal perang Vietnam tersebut?
Beberapa saat setelah meninggalkan USS Alamo, si Bungsu mengetahui kedatangan kapal kapal Vietnam itu dari radar di meja. Setelah menemukan alat penyelam di kapal itu, dia segera mengarahkan kapalnya ke salah satu kapal Vietnam tersebut dengan memperkirakan kapal terdekat dengan posisinya.
Beberapa puluh meter menjelang sampai ke kapal yang dia tuju, kapalnya segera diterangi cahaya lampu sorot dari kapal tersebut. Saat kapalnya masuk ke dalam terkaman cahaya lampu sorot, dengan pakaian selam dia sudah bergelantungan di bahagian belakang kapal.
Ketika kapal yang sengaja dia perlambat mesinnya itu merapat ke kapal patoli yang datang, yang ternyata jauh lebih besar dari yang mereka rampas, si Bungsu sudah menyelam. Di bawah sikap siaga penuh dengan todongan belasan senjata, tiga orang serdadu Vietnam segera melompat ke kapal yang merapat itu.
Mereka menyebar memeriksa kapal dengan senjata siap memuntahkan peluru. Di bawah sorot lampu yang amat terang benderang dan di bawah pengawalan yang amat siaga, tak ada sudut atau ruang yang luput dari pemeriksaan ketiga orang ini.
"Kapal ini kosong…" ujar salah seorang tentara Vietkong setelah berkeliling di kapal tersebut.
Komandan kapal patroli yang baru datang itu memberi isyarat kepada tiga anggota marinirnya untuk segera memakai alat selam. Sementara ketiga tentara yang tadi naik ke kapal yang ditinggalkan si Bungsu tetap di posisinya. Komandan kapal itu lalu memerintahkan untuk menambatkan kapal tak berawak itu ke kapalnya.
Tiga marinir yang sudah berpakaian selam, dengan senjata khusus berupa tombak dengan alat tembak berkekuatan tinggi segera mencebur ke laut. Kapal patroli itu sendiri berlayar perlahan dengan membuat lingkaran berdiameter sekitar 50 meter, dan dengan lampu sorot yang menjelajahi setiap sentimeter laut di sekitarnya.
Sekitar satu jam menyelam, akhirnya ketiga marinir itu muncul sekitar tiga puluh meter dari kapal. Salah seorang pemberi isyarat kepada komandannya di kapal, bahwa mereka tak menemukan seorang pun di dalam laut. Dengan tanda tanya besar komandan kapal itu menyuruh jurumudi mengarahkan kapal untuk menjemput ketiga orang marinir tersebut.
Si komandan tak bisa mempercayai begitu saja bahwa kapal patroli yang kini tertambat di belakang kapalnya ini datang sendirian, tanpa seorangpun yang mengemudikannya. Tiba tiba dia teringat sesuatu.
"Periksa scuba dikapal itu…" serunya kepada tiga tentara yang masih berada di kapal yang tadi ditinggalkan si Bungsu.
Ketiga tentara itu segera memeriksa peti besi di ruang kemudi, tempat di mana biasanya dua pasang alat selam tersimpan. Mereka segera mendapatkan bahwa di dalam peti itu kini hanya ada sepasang alat selam. Dan kelihatan pula bahwa yang sepasang lagi baru saja diambil dari peti ini.
"Kalian jaga di sini, saya akan melapor ke komandan…" ujar salah seorang dari tentara yang bertiga di kapal itu.
Usai berkata, dia segera menarik tali kapal, sehingga merapat ke kapal yang satu lagi. Kemudian dia melompat, naik ke kapal di mana komandannya berada. Lalu dia melaporkan apa yang mereka temukan di peti penyimpan alat selam itu kepada komandan mereka.
"Siapapun yang memakai alat selam itu kini, pastilah dia seorang musuh yang sangat berbahaya. Pertama, dialah yang merampas kapal yang kini tertambat di belakang kapal kita ini, yang kemudian menghancurkan kapal patroli yang sebuah lagi. Dia pasti tak pergi jauh, dan akan muncul di kapal ini. Periksa dan jaga setiap jengkal pinggir kapal ini…" ujarnya.
Kapal itu memiliki dua puluh lima awak. Kini mereka menyebar tegak berbaris di kedua sisi kapal, mulai dari haluan sampai ke belakang. Mereka tegak dengan senjata terhunus, siap untuk memuntahkan peluru. Tak ada tempat bagi seorangpun untuk bisa naik ke kapal itu, meski agak satu sentimeter, tanpa diketahui oleh awak kapal yang dua puluh lima orang itu, di luar si kapten.
Namun si Bungsu, yang sejak tadi sengaja menjauh dari kapal yang berlayar berputar-putar itu, sama sekali memang tak merasa perlu untuk naik ke kapal tersebut. Dari kejauhan pula dia melihat tiga marinir melompat terjun ke laut.
Dia memunculkan kepalanya sedikit di permukaan air, saat cahaya sorot lampu baru meninggalkan lokasi di mana dia menyelam. Bila sorot lampu itu mengarah ke tempatnya, perlahan dia menyelam sekitar satu meter. Dari dalam laut dia melihat ke atas, menanti cahaya terang pada air akibat sorot lampu menghilang. Setelah itu dia kembali muncul.
Dari tempatnya mengapung, dia perhatikan pula ketiga marinir itu kembali naik ke kapal. Kemudian dia melihat pula si komandan memerintahkan anak buahnya yang di kapal untuk memeriksa peti penyimpanan alat-alat selam. Dia juga melihat si komandan memberi perintah, disusul bersebarnya semua awak membuat pagar betis di pinggiran kapal dari haluan sampai ke buritan.
Setelah anak buahnya tegak berbaris, si komandan memerintahkan jurumudi untuk segera meninggalkan tempat itu dengan kecepatan penuh. Namun saat itu pula si Bungsu muncul di permukaan air, sekitar dua puluh lima meter dari haluan kapal dengan posisi agak ke kiri.
Yang pertama melihat kemunculannya adalah seorang tentara yang tegak di sisi mitraliyur di haluan. Yaitu saat jurumudi kapal menambah kekuatan mesin untuk meluncur kencang, dan lampu menyorot ke bahagian depan.
"Itu dia! Di depan, di sebelah kiri…!" serunya sambil menarik pelatuk bedil.
Namun sebelum jarinya sempat menarik pelatuk bedil, si Bungsu yang di kapal tadi mengambil pistol sinar, yaitu pistol berpeluru besar yang dipergunakan untuk isyarat. Kini pistol itu dia tembakan. Sebuah garis sinar yang amat terang berwarna merah jambu, segera meluncur ke arah kapal.
Saat itu peluru si tentara yang melihatnya pertama tadi muntah dari mulut bedilnya. Menyusul kemudian muntahan peluru dari mitraliyur yang ada di depan. Namun semua tembakan itu terlambat sudah. Tidak hanya karena si Bungsu sudah menyelam amat dalam, tapi juga karena tembakan si Bungsu dengan pistol sinar berpeluru tunggal, yang pelurunya hampir sebesar lengan anak kecil itu sudah menghantam bahagian depan tabung torpedo yang berada di bahagian kiri dek.
Bahagian depan tabung torpedo itu terbuat dari plat besi, dan hanya bisa terbuka secara otomatis jika tombol untuk menembakkan torpedo di ruang kemudi ditekan. Namun peluru pistol sinar yang amat besar itu setelah menghantam tutup tabung yang besarnya sekitar paha lelaki dewasa, menancap di sana.
Kapal patroli besar itu menjadi terang benderang oleh cahaya. Peluru yang menancap itu membuat tutup tabung menjadi merah. Hanya berjarak tiga jari dari tutup tabung terletak hulu ledak torpedo.
Panas yang luar biasa dari peluru sinar yang menancap di tutup tabung tersebut, yang membuat tutup tabung itu merah menyala, tentu saja mengirimkan panas yang amat sangat ke hulu ledak torpedo.
Tembakan dari hampir semua tentara di bahagian kiri kapal itu masih membahana sambung bersambung, ketika kapten di kapal patroli itu menyadari bahaya yang mengancam mereka, yang berasal dari peluru pistol sinar yang menyala di tutup tabung torpedo.
"Tinggalkan kap….."
Perintahnya terlambat sudah. Sebuah ledakan yang amat dahsyat, akibat meledaknya torpedo di bahagian kiri kapal itu, tidak hanya menelan suara si kapten, tapi sekaligus menelan kapal berikut nyawa semua awaknya. Bersamaan dengan suara ledakan yang menggelegar, hampir semua bahagian kapal berikut dua puluh lima tentara di atasnya hancur berkeping.
Bahkan kapal yang tadi dibawa si Bungsu, yang ditambatkan di belakang, tak luput dari terkaman ledakan torpedo yang dahsyat itu. Kepingannya disemburkan ke udara belasan meter bersama nyala api yang amat marak. Kemudian satu persatu kepingan itu runtuh berderai ke laut yang gelap. Kemudian laut pun ditelan sepi.
Beberapa saat kemudian si Bungsu muncul ke permukaan air. Yang kelihatan hanya gelap yang mencekam. Beberapa keping kayu dan fiberglass mengapung di sekitar si Bungsu.
Namun kegelapan yang sunyi itu hanya berlangsung beberapa menit. Setelah itu, dari kejauhan dia melihat cahaya lampu sorot bermunculan. Dari kiri, dari kanan dan dari belakangnya. Sayup-sayup dia menangkap suara mesin kapal mendekat.