Namun mereka tidak bisa memastikan yang mana yang meledak, Naga Merah atau Cucut Laut. Mereka juga belum bisa memastikan apa yang meledakkannya. Kemudian radio memanggil-manggil Naga Merah dan Cucut Laut. Berkali-kali panggilan itu dilakukan, namun tak ada sahutan.
Dalam percakapan itu juga di sebutkan sebuah kapal yang menuju laut lepas yang mereka melalui radar. Lalu terdengar perintah dari Kapal Perang "Gunung Api" yang berada di lepas pantai Pantai Da Nang untuk memburu kapal yang melaju kelaut lepas itu.
"Apakah mereka bisa menyusul kita…?"tanya si Bungsu.
"Rasanya tak mungkin…"jawab Le Duan. Sambil menatap lurus kedepan kedalam kegelapan laut.
Hanya beberapa menit kemudian, mereka melihat sinyal lampu yang dipancarkan dari kapal USS Alamo. Sementara Ami membalas sinyal itu dengan lampu sorot di kapal yang mereka rampas, Le Duan mengarahkan kapal patroli itu lurus-lurus kearah datangnya sinyal tersebut. Tiba-tiba ada panggilan di radio. Panggilan itu tenyata dari USS Alamo.
"Tiang Bambu,.. Benteng tua memanggil over.."
"Benteng Tua,.. Tiang bambu standby, masuk.. over.."
"Pari Runcing tengah mengejar anda, posisinya tinggal lima mil. Ulangi, Pari Runcing mengejar anda dalam posisi lima mil,… over…"
"Benteng Tua, Tiang Bambu memonitor. Tiang Bambu segera berada disisi Benteng Tua..over.."
Namun belum beberapa detik Le Duan mengakhiri ucapannya, tiba-tiba sebuah ledakan dahsyat menyebabkan semburan air menjulang hanya beberapa meter disisi lambung kanan kapal yang mereka larikan dengan kencang. Kembali terdengar suara di radio, yang berasal dari USS Alamo.
"Tiang Bambu, meluncur di pegunungan Benteng Tua mengirimkan kado untuk Pari Runcing… over…"
Jika tadi Le Duan memacu kapal lururs-lurus ke arah USS Alamo, kini sesuai petunjuk kapten USS Alamo untuk'meluncur kepegunungan' dia lalu membuat belok-belokan tajam. Belok-belokan itu ternyata menyelamatkan nyawa mereka. Hanya beberapa detik kemudian, dua ledakan menggelegar di sebahagian kiri dan bahagian kanan kapal, dalam jarak sepuluh hingga lima belas meter. Lalu mereka mendengar suara desingan tajam, beberapa detik kemudian terdengar suara gelegar jauh di belakang sana, disusul lidah api yang muncrat ke angkasa. Lalu sepi. Tak ada lagi ledakan disisi kapal mereka. Kemudian suara di radio.
"Tiang Bambu, Benteng Tua memanggil over.."
"Benteng Tua masuk over…."
"Kini boleh meluncur lurus, Pari Runcing sudah menyelam dalam-dalam..over…"
"Bravo, terimakasih over…"
"Bravo Benteng Tua standby.. .over.." jawab Le Duan sambil meletakkan radio, kemudian ia menyambung bicaranya.
"Mereka sudah menenggelamkan kapal yang mengejar kita itu…"
Beberapa lama kemudian terlihat sebuah 'gunung' yang tegak menjulang di laut.
"USS Alamo…"ujar Ami Florence.
Lampu sorot kapal perang Amerika itu tiba-tiba menyorot kearah mereka. Setelah beberapa saat, lampu itu dipadamkan kemudian dua lampu merah panjang muncul di haluan. Memberi arah kepada mereka kemana kapal rampasan itu harus merapat. Mereka disuruh merapat kelambung kiri. Ketika sampai disana, sebuah tangga terlihat sudah dijulurkan kebawah dari dek atas.
Yang pertama naik adalah Ami Florence kemudian Le Duan. Di tengah pendakian pada tangga tersebut dia berhenti. Melihat kearah si Bungsu masih berdiri di dek depan.
"Selamat jalan kawan…"ujar si Bungsu.
Le Duan tiba-tiba berubah air mukanya dan segera turun.
"Jangan.. jangan pergi dulu kawan…"ujar Le Duan dari anak tangga terakhir, karena si Bungsu sudah menggerakkan kapal patroli rampasan itu menjarak dari USS Alamo.
"Saya masih mempunyai tugas Le Duan…"
"Demi Ami.."ucapan Le Duan terhenti, diputus oleh panggilan Ami Florence yang sudah sampai di dek USS Alamo.
Le Duan dan si Bungsu melihat keatas. Gadis itu memekik ketika dilihatnya kapal patroli yang ada si Bungsu di atas bergerak menjauh. Dia tak hanya memekik tapi segera berlari menuruni tangga, namun kapal patroli itu telah menjauh.
"Jaga adikmu baik-baik Le Duan…"seru si Bungsu.
"Dia menginginkan kau sebagai pelindungnya kawan.."ujar Le Duan.
"Aku juga menginginkannya. Tapi aku berhutang janji menyelamatkan seseorang…"
"Terimakasih atas bantuanmu pada kami. Terima kasih atas segala-galanya…"ujar Le Duan ketika dia maklum bahwa lelaki dari Indonesia itu tak bisa dicegah untuk pergi.
Ketika akhirnya Ami Florence tiba di anak tangga terakhir tempat abangnya berdiri, kapal yang di naiki si Bungsu itu sudah berpuluh depa dari USS Alamo.
"Oh Tuhan, jangan tinggalkan aku.. jangan tinggalkan aku.." ujarnya separoh berteriak, sambil menatap kebawah bayang-bayang si Bungsu di ruang kemudi kapal patroli tersebut.
Le Duan memeluk tubuh adiknya.
"Kenapa dia meninggalkan aku…."isak Ami.
"Dia masih punya tugas yang lain, Ami.."
"Aku ingin ikut dengannya.."Le Duan tak mampu memberi jawaban.
"Bahkan mengucapkan selamat tinggal pun dia tidak…"isak Ami sambil menatap ke laut gelap.
"Dia mengucapkan itu melalui aku, Ami. Dia menyuruh aku menjagamu baik-baik. Dia pasti kembali menemuimu…"bisik Le Duan.
"Dia meninggalkan aku… dia meninggalkan aku begitu saja Le…"isaknya. Ami akhirnya menumpahkan tangis di dada Abangnya.
"Hujan makin lebat, Ami mari kita naik…"ujar Le Duan sambil membimbing adiknya menaiki tangga, di bawah tatapan puluhan marinir yang berdiri di atas dek sana.
Di Dalam ruang Komando USS Alamo terjadi ketegangan, tatkala kapten nya melihat ke layar radar, dia melihat enam titik sedang menuju ke arah satu titik. Dan titik yang dituju itu juga mengarah langsung kearah salah satu titik yang enam itu.
"Gila! Orang ini benar-benar gila. Dia langsung terjun ke mulut hiu atau Neraka…!"ujar kapten USS Alamo itu.
Mereka tahu,, yang satu titik itu adalah kapal patroli yang baru saja meninggalkan USS Alamo. Sementara enam titik itu pastilah kapal perang Vietnam, yang dikerahkan untuk merebut kapal patroli yang dirampas itu.
Kini, dengan perasaan tegang delapan opsir kapal perang Amerika ini menatap dengan diam kearah titik-titik di layar radar mereka. Ami yang juga hadir di ruangan itu bersama abangnya menatap monitor radar dengan tubuh menggigil.
"Oh Tuhan, tidakkah ada sesuatu yang bisa kita lakukan?"ujarnya dengan suara bergetar.
Kapten itu menatap kearah Ami Florence.
"Dengan sepenuh maaf, Nona. Tidak satupun yang bisa kita lakukan sekarang. Kapal ini sudah memutar haluan dan berlayar dengan kecepatan penuh kearah Pulau Luzon, Philipina. Tembakan yang menghancurkan kapal perang Vietnam yang mengejar kalian tadi, segera akan menyulut skandal Internasional. Amerika akan dicerca sebagai agresor. Kita tidak boleh memperparah situasi. Amerika sudah kalah dan dipermalukan. Anda tahu, kita tidak boleh menambah insiden yang bisa memperburuk situasi, bukan..?"ujar Kapten kapal itu perlahan.
Kemudian mereka kembali menatap ke monitor. Titik-titik dilayar monitor, terutama titik yang tadi datang dari USS Alamo, semakin dekan kearah salah satu titik dari enam titik yang datang dari arah pantai Vietnam. Titik yang dari Alamo itu langsung menuju ke titik yang paling kanan.
"Tidakkah kita bisa menghubunginya dengan radio?"ujar Ami dengan air mata yang sudah dipipi.
"Sudah sejak tadi hubungan kita coba di frekuensi khusus, Nona. Namun nampaknya dia tidak menghidupkan radionya…"jawab Perwira radio, yang terus menekan-nekan sinyal untuk memanggil kapal yang dikemudikan si Bungsu.
Ami yang sangat gelisah, menoleh kepada Le Duan, kemudian kepada Kapten kapal yang berpangkat Laksamana Muda itu. Laksamana itu nampaknya paham apa yang ada di hati tamunya, dipegangnya bahu Ami Florence kemudian dia berkata.
"Kita tidak boleh mempergunakan frekuensi umum, apalagi frekuensi yang di pakai kapal-kapal Vietnam untuk bicara. Tembakan tadi pasti mereka ketahui dari kapal Amerika. Namun mereka tidak tahu, kapal yang mana dan apa nama nya. Jika kita bicara di frekuensi mereka, mereka akan melacak dan akan mendapatkan data kapal ini. Kehadiran kita disini memang perintah dari Pentagon, namun operasi ini tidak termasuk operasi manapun diangkatan Laut Amerika. Sebagai seorang intelijen yang sudah lama bertugas, Anda tentu mengerti semua prosedur ini, Nona.."ujar Laksamana itu perlahan.
"Kapal itu berdempet…!"seruan Perwira Navigasi menyebabkan semua mereka mengarahkan tatapan ke layar monitor radar yang posisinya agak tinggi.
Titik yang tadi datang dari USS Alamo kelihatan berdempet rapat dengan titik yang paling kanan dari enam titik. Beberapa saat kemudian titik yang datang dari USS Alamo itu hilang dari layar. Ami merasa dadanya sesak.
"Mesin kapal yang dibawa orang indonesia itu nampaknya dimatikan.."ujar perwira Navigasi.
"Dia ditangkap.. ya Tuhan dia ditangkap!"ujar Ami diantara isaknya, dan merebahkan kepalanya ke dada Abangnya.
"Akses langsung ke pusat informasi Pentagon, minta data tentang si Bungsu…"ujar komandan USS Alamo.
Perwira bagian komputer segera memerintahkan seorang letnan melaksanakan perintah komandan tersebut. Komputer data segera diaktifkan. Melalui hubungan satelit, kontak tersambung dengan biro data rahasia di Pentagon. Markas Besar Angkatan Bersenjata Amerika.
Si letnan mengetikkan beberapa kode di keyboard komputernya, di layar monitor segera muncul permintaan nomor akses. Si Letnan lalu berdiri dari kursinya, menyilakan si Kapten. Kapten kapal itu segera duduk didepan komputer, dia membuka buah baju bahagian atas. Segera kelihatan sebuah kalung perak.
Di Kalung itu tergantung dua keping logam tipis, yang lazim dipakai semua tentara Amerika ke medan tempur. Kemudian ada sebuah kunci dari emas. Dia buka kalung dari lehernya. Kemudian kunci emas itu dia masukkan ke salah satu lubang khusus yang berada di bahagian atas komputer.
Setelah memutar dua kali, di layar monitor muncul tulisan "akses utama". Si Kapten mengetik sebuah nomor di keyboard, lampu merah segera menyala pada sebuah box yang terletak dikanan komputer, nyalanya sebentar terang, sebentar redup. Si Kapten menekankan telapak tangannya dengan jari-jari rata ke kaca box tersebut.
Sidik telapak tangan kanannya itulah sebagai "akses utama" sebagaimana diminta komputer. Sidik telapak tangannya itu segera terekam dan terkirim melalui gelombang radio ke pusat rahasia Pentagon. Mencocokkan nya dengan sidik telapak tangan yang ada di pusat data rahasia itu.
Tidak sembarangan jenderal atau staf Gedung Putih memiliki akses langsung ke pusat rahasia Pentagon tersebut. Hanya orang dengan klasifikasi tertentu saja. Pejabat lain yang menginginkan data, harus memintanya melalui jalur resmi, yang bisa memakan waktu satu atau dua hari.
Setelah beberapa detik berlalu, di layar komputer muncul jawaban "akses diterima". Si kapten berdiri, tempatnya kembali digantikan letnan yang segera mengetikkan beberapa nomor kode lagi. Di layar Komputer muncul kata 'entry'. Si letnan mengetik kata'Bungsu', beberapa saat muncul kata 'tunggu' Mereka kemudian menanti.
Data dasar mencatat nama, tahun lahir, pendidikan, kampung tempat lahir, provinsi, dan sekaligus negaranya. Kemudian data spesialisasi orang tersebut, berikut prestasi-prestasi puncak yang mereka capai.
Jika dia Veteran, tercatat pertempuran di mana saja yang bersangkutan terlibat. Selain prestasi positif data juga mencatat semua 'prestasi' negatif orang yang ada dalam file tersebut.
Semua yang hadir dalam di dalam ruang komando kapal USS Alamo itu pada ternganga melihat data 'kemampuan' si Bungsu yang ditampilkan dalam layar komputer. Di sana tertera bahwa secara individual lelaki Indonesia ini adalah salah satu dari sedikit sekali orang-orang yang memiliki kemampuan beladiri yang amat luar biasa.