Chereads / TIKAM SAMURAI / Chapter 194 - Wow.. mereka jadi abu…

Chapter 194 - Wow.. mereka jadi abu…

"Hei, kau jangan menjauh terus. Tolong aku….!"serunya.

Tapi sersan itu tak peduli. Dengan masih menatap si kapten kakinya tetap mengayuh, makin lama jarak mereka bertambah jauh.

"Sersan keparat!! dengarkan ucapanku, kayuhkan dirimu kemari… itu perintah, cepaat…!" hardik si kapten dengan suara terengah-engah lemah menahan marah.

"KeNeraka lah, perintah laknat mu itu kapten…."ujar si sersan masih berusaha menjauh.

"Sebentar.. glk… lagi kapal patroli.. glk.. datang. Kau akan dii.. glk.. hukum tembak bila melanggar pe.. glk.. rintah…"ujar si kapten yang sudah timbul tenggelam.

"Panggillah kapal patroli jahanammu itu. Kau boleh menembak mukamu sendiri.."desis si Sersan sambil menggelantung di tubuh mayat wanita tersebut. Dan tetap mengayuhkan kakinya di dalam air agar tetap menjauh.

"Jahanam.. glk. .glk.. kau… glk.. akan diadili.. glk. .glk.. di mahh.. kamah.. glk.. sebagai.. penjah.. glk-glk.. perr..." ujar si Kapten yang sudah kehilangan tenaga.

Namun azab Tuhan padanya tidak hanya sampai disitu. Si Bungsu mungkin benar tentang ucapannya, bahwa tentara yang membunuh rakyat harus dihukum dengan sekerasnya.

Hal itu kini menimpa si Kapten. Sebab jika dia berharap akan mati agar tidak terlalu lama menderita, tiba-tiba sebuah sayatan yang menimbulkan sakit yang amat sangat menyergap kaki kanannya.

Dia meraung. Tubuhnya terlonjak di atas permukaan air. Si jurumudi yang sudah hilang didalam kegelapan, mendengar pekik itu. Sekali lagi, dan sekali lagi! Bulu tengkuk si jurumudi merinding. Tubuh si Kapten ternyata sedang di rancah ikan hiu.!

Mula-mula betisnya disambar. Kemudian pahanya. Dia meraung. Kemudian perutnya. Dia kembali meraung. Entah kenapa dia tidak segera mati. Tangannya menggapai. Tiba-tiba tangannya tergapai sesuatu yang mengapung di air. Dia peluk erat-erat tubuhnya agak timbul karena ada gantungan itu. Namun hidungnya membau yang amat menusuk. Tangannya meraba hilir mudik. Dan tiba-tiba dia menyadari bahwa yang dia peluk tempat untuk bergantung agar tak tenggelam ternyata adalah sesosok mayat wanita!

"Oh Tuhan, ampuni dosaku.. ampuni dosa kuu.."raungnya tanpa dapat menahan tangis akibat rasa berdosa yang amat sangat.

Selama dua bulan ini, dalam tugasnya memburu para pelarian yang ingin mengungsi dari Vietnam, sudah puluhan bahkan mungkin ratusan nyawa yang dia kirim kedasar laut.

Sebahagian besar adalah orang-orang yang takut pada pembalasan Vietnam Utara. Yang wanita umumnya mereka tangkap, lalu mereka diperkosa. Sebagian yang diperkosa itu dibawa kedarat untuk diinterogasi. Tapi sebagian lagi ditenggelamkan begitu saja ke laut, bahkan dalam keadaan bugil! Bagi tawanan laki-laki yang tua umumnya ditenggelamkan saja. Mereka dianggap tidak berguna. Yang muda dan dewasa ditahan dan diinterogasi.

Mereka disiksa dengan seribu macam siksaan, agar mengatakan siapa saja orang selatan yang melarikan diri atau kaki tangan Amerika.

Kini, seolah-olah Tuhan menghukumnya dengan mengirimkan sesosok mayat wanita ini kepadanya. Dia tetap tak mau melepaskan mayat wanita itu. Dia berharap bisa bertahan sampai ada kapal patroli ada yang lewat atau mendapat keping lain yang bisa menyelamatkannya.

Namun Tuhan memang sedang marah padanya. Baru berapa saat dia bergelantungan di mayat wanita itu, yang kapalnya mereka tenggelam kan kemaren, sebuah sentakan kembali terasa di pahanya.

Sakitnya bukan main. Pahanya terbosai separuh. Bau darah menyebabkan selusin-an ikan hiu memburu kesana. Dalam malam bergerimis itu seakan diruntuhkan oleh pekikan si Kapten yang tubuhnya dicabik keping demi keping oleh harimau laut itu. Tatkala pekiknya seperti menggantung di udara malam, kini giliran si jurumudi yang terpekik.

Sebuah hantaman yang kuat menghujam di betisnya. Dia merasa sakit yang luar biasa. Dia tak tahu di dalam air, kakinya hingga lutut telah lenyap dalam mulut hiu. Rupanya setelah selesai merancah tubuh si Kapten, rombongan ikan ganas itu menemukan tempat si jurumudi.

Kini disana lah ikan ganas itu berpesta-pora. Tubuh si Sersan menerima nasib yang sama dengan Kaptennya. Di rancah ikan hiu berkeping-keping!

Nasib yang lebih buruk dari temannya sesama tentara pemburu yang mati diatas kapal. Tubuh mereka memang dilemparkan juga oleh si Bungsu ke laut. Namun karena sudah tewas jadi mereka tak merasakan apa yang dirasakan si Kapten dan jurumudi yang menahan sakit luar biasa dirancah gerombolan ikan hiu lapar dan ganas!

Gerimis di laut kini telah berubah menjadi hujan lebat. Kapal patroli yang kini sudah kini diambil alih si Bungsu, Le Duan, Ami Florence melaju kearah kapal patroli yang lain.

"Kapal ini punya torpedo?"tanya si Bungsu.

"Ada dua buah, yang disamping lambung kiri dan kanan.."jawab Le Duan, yang nampaknya amat memahami soal kapal.

"Bisa kita pergunakan?"

Le Duan menjawab dengan menekan dua tombol hijau disebelah kanan. Tombol itu hidup. Le Duan menekan lagi sebuah tombol merah dibawah tombol hijau itu. Tombol itu juga menyala.

"Keduanya masih baik, dapat kita pergunakan.."jawab Le Duan.

"Berapa jauh jarak yang bisa dijangkau…?"

"Tiga mil…"

"Kita bisa mendekat sampai dua mil?"

"Bisa.."

"Baik, kita mendekat sampai dua mil. Kemudian kita hancurkan mereka.." ucapan si Bungsu baru berakhir ketika terdengar suara di radio.

"Naga Merah, cucut Laut memanggil, over…!"

"Naga Merah silahkan masuk, Cucut Laut memanggil, over.…."

"Mereka memanggil lagi…"ujar Le Duan.

"Berapa jauh jarak mereka kini?"Le Duan mempelototi radar.

"Dua setengah mil…"

"Jawab, katakan radio kita rusak, dan kita tetap menuju mereka minta perbaikan…"

Le Dua mengambil radio tersebut, dan mendekatkannya ke mulut.

"Cucut laut, Naga Merah standby over… Cucut Laut, naga Merah standby. .over" jawab Le Duan sambil memukulkan radio itu ke alat penerima.

"Naga merah, kenapa meninggalkan wilayah operasi.. over.. Naga merah mengapa meninggalkan wilayah operasi.. over..!" Le Duan menatap si Bungsu.

"Berapa lagi jarak mereka?"

"Dua mil…""Minta mereka mendekati kita, kemudian hantam dengan Torpedo.."ujar si Bungsu.

"Naga Merah mengalami kerusakan mesin dan radio, kami terpaksa bergabung. Harap Cucut Laut membantu Naga Merah…Ov…"Le Duan sengaja memutus-mutuskan suaranya.

Kemudian mematikan alat komunikasi itu. Dia sekaligus memperlambat mesin. Kapal itu kini seperti berlayar perlahan dengan haluan mengarah ke Pulau Hainan.

"Mereka mendekat…"ujar Le Duan sambil memperhatikan titik hijau di layar radar.

"Berapa jauh sekarang?"

"Sekitar satu setengah mil…"

"Siapkan sebuah Torpedo.."

Le Duan kembali menekan tombol hijau di meja kemudi yang tadi sudah diuji cobanya. Sebuah lampu hijau segera menyala. Kemudian dia menekankan tombol merah yang dikanan. Lampu merah segera menyala.

Saat itu tiba-tiba kapal di mana mereka berada masuk kedalam sorot lampu kapal patroli Cucut Laut yang tadi berkomunikasi dengan mereka.

"Berapa jaraknya kini?"tanya si Bungsu.

Sementara Ami yang mulai cemas kembali bergelayutan di bahu si bungsu.

"Sekitar satu mil, mereka datang dengan kecepatan penuh…"

"Ya, sekarang tembakkan torpedo….!"ujar si Bungsu.

Le Duan kemudian menekan tombol merah yang sudah menyala tadi. Kemudian terdengar suara mendesis yang amat bising disamping kanan kapal ketika torpedo dibagian itu lepas dari tabungnya. Torpedo itu masuk sekitar sepuluh meter didepan kapal, kemudian dengan cepat dan dengan kedalaman sekitar satu meter dari permukaan air, tabung maut sepanjang dua meter itu meluncur kearah Cucut Laut.

"Ada kemungkinan meleset..?"tanya si Bungsu.

"Mungkin kalau mereka cepat melihat di radarnya. Mereka bisa membuat manuver, menghindar dengan cepat…"

"Siapkan torpedo yang satunya. Dan siapkan juga kapal dengan kecepatan penuh. Kalau kedua torpedo itu gagal, kita harus lari secepat mungkin ke laut lepas mencari USS Alamo…"

Di kapal patroli Cucut Laut hampir semua awak sedang mengarahkankan perhatian mereka ke Naga Merah, yang kini sudah berada dalam sorotan lampu mereka. Ada sedikit kilatan api. Mereka menduga ada letusan. Namun ketika tidak ada letusan, seorang sersan merasa aneh.

"Coba hidupkan radar. Ada yang aneh dengan kapal itu tadi. Ada kilatan seperti melepas torpedo.."ujarnya.

Jurumudi segera menghidupkan radar. Dan tiba-tiba mulutnya ternganga. Kejut yang luar biasa membuat dia tak bisa berkata atau berbuat apapun untuk beberapa detik.

"Tot. .torrpedooo….!"sambil menambahkan kecepatan dan berusaha menghindar dengan membelokkan kapal.

Demikian tiba-tibanya manuver kapal itu dilakukan, menyebabkan tiga tentara yang berdiri di pagar dek kapal terpental kelaut. Kapal itu oleng kekiri karena belokan tajam yang dibuat. Suasan panik kerena rasa terkejut membuat mereka hampir terpaku ditempat masing-masing. Saat itulah torpedo yang ditembakkan Naga Merah menghajar Cucut Laut persis di lambung tengahnya! kapal itu meledak.

Kepingannya terlontar sampai belasan meter keudara, diiringi ledakan yang amat dahsyat. Ledakan itu tambah dahsyat karena dua torpedo di kapal itu ikut meledakkan 'tuannya' sendiri! Cahaya akibat ledakan itu terangnya sampai ke Naga Merah.

"Wow.. mereka jadi abu…"ujar Le Duan.

"Baik dua sudah cukup. Sebentar lagi laut ini akan di penuhi kapal perang Vietnam. Sekarang putar haluan dan usahakan mengontak USS Alamo, tuju kekapal itu dengan kecepatan penuh…"ujar si Bungsu.

"Yes, Sirr..!"ujar Le Duan yang merasa amat bangga dengan operasi yang mereka lakukan malam ini.

Betapa dia takkan bangga, dari niat hanya melarikan diri, itu pun belum tentu selamat. Kini mereka justru berada di pihak yang menyerang. Tak tanggung-tanggung, sekali pukul mereka bisa menghancurkan sebuah kapal musuh dan merampas sebuah lagi. Le Duan memacu kapal itu dengan kecepatan penuh kearah timur. Di tempat mana diperkirakan USS Alamo berada. Dia menyetel radio berusaha mendapatkan kontak dengan USS Alamo.

Hanya beberapa saat, setelah berada di frekuensi yang sudah ditetapkan, Le Duan berhasil mendapatkan hubungan dengan kapal perang Amerika tersebut.

"Benteng tua, Benteng tua…. Tiang bambu memanggil, over.."ujar Le Duan beberapa kali.

"Tiang bambu, benteng tua standby. Kami mengikuti seluruh manuver anda, Bravo. Benteng tua berada pada kordinat x, sekitar dua loncatan dari Tiang Bambu, Benteng tua menunggu, sekali lagi Bravo…"ujar Komandan kapal USS Alamo.

"Coba kembali ke frekuensi kapal Vietnam, dengarkan apa yang mereka perbincangkan.."ujar si Bungsu.

Le Duan mengembalikan posisi frekuensi radio kapal pemburu itu pada posisi semula. Terdengar suara sahut menyahut antara dua sampai tiga kapal. Sebuah kapal yang sudah mendekati posisi Cucut laut meledak melaporkan menemukan keping-keping kapal yang dipastikan kapal patroli Vietnam.