Chereads / TIKAM SAMURAI / Chapter 179 - Ini negeri saya. Saya tak mau jadi buronan.

Chapter 179 - Ini negeri saya. Saya tak mau jadi buronan.

"Kita mulai?"tanya Yoshua.

"Sepuluh menit, saya rasa terlalu pendek waktunya…"

"Kita tidak liburan, nak. Kita menyongsong maut. Sepuluh menit itu kalau tak terjadi apa-apa. Mana tahu, kita hanya butuh satu menit, kemudian didor! Mati..!"

"Bagaimana kalau salah seorang dari diantara kita mencari sentral cadangan dalam penjara itu, melumpuhkan alirannya. Yang seorang lagi mencari Angela?"

"Hmm, Idemu bagus juga. Baik, kau mencari Angela, saya mencari sentral itu. Namun tetap saja bertindak cepat. Mana tahu saya tak menemukan central cadangan itu. Ayo kita mulai…"

"Saya hanya punya samurai kecil, saya khawatir, lemparan saya akan membunuh penjaga gardu itu…"

"Kalau begitu saya yang menyudahinya.."kata Yoshua

Dia mengambil kapak dari kakinya. Kampak itu terbuat dari kuningan selebar dua jari dengan tangkai sebesar telunjuk. Dia ikatkan dengan karet dibalik pipi celananya. Dia membidik dan melemparkan kapak itu. Si penjaga gardu kena hantam tengkuknya, petugas itu kontan melosoh jatuh. Yoshua dan si Bungsu berlari kesana. Kemudian Yoshua memeriksa kantongnya. Menemukan serangkai kunci.

Si bungsu menyeret penjaga yang pingsan karena punggung kapak itu ketempat yang gelap. Begitu dia selesai, terlihat pijar-pijar api. Listrik dipenjara itu tiba-tiba padam. Gelap total.

"Cepat…!"ujar Yoshua.

Mereka berlari kearah utara. Dari sana, lewat tiang listrik yang tadi mereka tandai, mereka memanjat keatas. Lalu terjun dibalik pagar. Disana dua ekor anjing melompat dengan mengeram ganas. Dan itu tugas si Bungsu.

Tangannya bergerak, dan dua bilah samurai kecil melayang menyongsong anjing yang menerkam itu. Anjing itu melambung terus dan menghantam dinding batu. Mati! Si Bungsu kembali lagi, mengambil dua samurai itu. Dia berlari kearah pintu utama. Sementara Yoshua sudah tak ada lagi disana.

Si Bungsu menyelinap, cahaya senter kelihatan simpang siur dan derap sepatu berseliweran. Dia bersembunyi dibalik sebuah mobil dipekarangan penjara itu. Ketika seorang polisi lewat dengan senter, dia menghantam tengkuk orang itu. Polisi itu melenguh, si Bungsu menyangga tubuhnya yang akan jatuh, lalu menyeretnya ketempat gelap. Terdengar sumpah serapah kerana lampu mati dan polisi yang lalu lalang.

Si Bungsu akhirnya menemukan jalan tempat terbaik untuk masuk. Beberapa menit kemudian dalam pakaian dinas polisi yang dia buat tak berkutik itu, dia sudah berjalan mondar-mandir dalam penjara tersebut.

Ada dua orang polisi yang mengontrol kamar tahanan. Seorang diantaranya adalah si Bungsu. Ada enam belas kamar tahanan yang sudah dia lihat, namun tak ada Angela disana. Dia sudah hampir putus asa, apakah Norris berdusta?Barangkali sudah lewat waktu lima belas menit. Lampu belum menyala. Kalau begitu Yoshua berhasil menemukan diesel cadangan untuk penjara dan merusak instalasinya. Tapi dimana Angela?

Dia masih berusaha mencarinya. Ada dua gang lagi. Di pintu gang itu seorang polisi berdiri dengan diam. Bedil tetap ditangannya. Dia ikut mondar mandir dalam gelap tersebut.

Si Bungsu mendekat kesana sambil menyenter kiri kanan.

"Mati semua…"terdengar polisi itu bicara.

"Yap.."jawab si Bungsu berusaha untuk tidak bicara agar aksennya tidak diketahui. Sambil berjalan, dia menyenter wajah polisi itu.

"Mesin brengsekk.. hei.. sial..! aduh…"

Polisi itu sempat juga menyumpah, tapi hanya sekian. Sebab sesaat setelah wajah nya disenter, dan matanya jadi silau, si Bungsu menghantam tengkuknya dengan senter. Polisi itu tumbang.

Si Bungsu merogoh kantongnya, mengambil sebuah kunci dan membuka pintu yang tadi dijaga polisi itu. Dia cepat masuk, menyenter kedepan, dan hanya melihat sebuah pintu disana. Pintu itu dikunci, dan tak ada kuncinya. Diamenyenter kedalam. Angela!

"Angela…"panggilnya.

Letnan Polisi wanita itu sedang tidur, namun suara yang memanggilnya amat dia kenal.

Amat dikenalnya! Bahkan suara itu tak bisa membuat dia tidur selama di penjara ini. Dia terlompat bangun.

"Bungsu…"sebelum dia bangun dan lari kepintu.

Lewat jerajak besi dia mengeluarkan tangan, dan mereka saling peluk.

"Oh Tuhan. Bagaimana kau masuk… sayang, Bagaimana?"

"Jangan dipikirkan… kita harus keluar.."

"Tapi…"

"Dimana kunci pintu ini?"

"Ada pada polisi yang menjaga pintu masuk kemari. Tapi…"

Si Bungsu tak mendengar ucapan Angela. Dia berbalik kepintu masuk dimana dia barusan menghatam penjaganya sampai pingsan. Kemudian mencabut kunci yang masih terletak dilobang kunci tersebut. Bergegas dia kembali ketahanan Angela, membuka pintu tahanan gadis itu.

"Cepat, waktu kita hanya sedikit…"

Angela segera memeluk si Bungsu begitu dia bebas. Memeluk dan menciumnya.

"Lekaslah. Masih ada waktu lain. Kau harus keluar dari tahanan jahanam ini.."

"Tapi my dear, aku tak ditahan…"

"Tidak ditahan?"si Bungsu tertegun.

"Lalu apa namanya ini? kau dijadikan kambing hitam.."sambungnya.

Angela menutup mulut si Bungsu dengan tangannya, kemudian dengan bibirnya.

"Dengarlah sayang, dengarlah.. Saya disini dititipkan Norris. Dia khawatir akan keselamatan saya. Semua orang mencari saya. Kau tahu, pembunuhan ini adalah permaianan tingkat tinggi. Baramgkali didalamnya terlibat mafia, atau yang lebih menakutkan lagi, didalamya terdapat tangan CIA! Badan Intelijen Amerika yang tersohor itu. Dengarkan, laporan kita pada polisi Dallas itu direkam. Dan bayak pihak ingin mendapatkan rekaman tersebut. Mereka ingin memusnahkan bukti bahwa kita pernah melaporkan itu. Lelaki di pustaka itu, kau ingat? Kau benar sayang, lelaki itulah pembunuhnya. Namanya Oswald. Saya memang memilih untuk tetap disini, disini tempat yang aman. Kau mengerti maksudku?"

Si Bungsu pusing.

Tak tahu dia harus memikirkan apa. Gadis ini ditangkap karena tuduhan ikut berkomplot, dan dia segera ingat tuduhan yang disiarkan telivisi Amerika itu.

"Kau tak dititipkan Angela, kau ditangkap dengan tuduhan terlibat pembunuhan itu. Kau... Kau bicara padaku ditelivisi itu bukan? Atau kalimat itu kau tujukan pada orang lain, Angela..?" Angela kembali memeluk si Bungsu.

"Dengarkan, sayang…"

"Kini kau yang harus mendengarkan aku, upik! Aku dan Yoshua harus menyabung nyawa untuk bisa masuk kesini. Kami ingin membawamu keluar dari sini. Kini kau ingin keluar atau tidak?"

"Oh.."Angela tak menjawab, malah kembali mencium si Bungsu. Si Bungsu jadi jengkel.

"Hei, upik. Bibirmu bisa tipis, hidungmu bisa pesek berciuman terus begini. Aku harus pergi. Kau dengar derap sepatu itu?"

"Saya harus disini Bungsu. Saya tak bisa berada diluar. Saya tak sangsi pada kemampuanmu melindungi diriku, tapi kemana saya harus pergi dinegeri ini? Ini negeri saya. Saya tak mau jadi buronan. Kau mengerti maksudku bukan?"si Bungsu merasa menelan sesuatu yang pahit.

"Baiklah, baiklah…"

"Terimakasih kau melihatku disini, aku merindukanmu… Saya amat kehilanganmu… oh.." gadis itu menangis terisak.

Tapi si Bungsu harus bertindak cepat. Suara sepatu berderap berlarian.

"Jika itu pilihanmu, saya harus pergi Angela.." Dan saat itu cahaya senter berseliweran di gang utama.

"Bungsu.. saya berharap kau masih menantikanku keluar dari sini.."ujar Angela.

Si Bungsu melepaskan pelukan gadis itu dari tubuhnya.

"Ku harap apa yang kau katakan tentang dirimu hanya "dititipkan" disini benar adanya, Angela. Hingga kita bisa bertemu lagi… Nah, saya harus segera pergi dari sini…"

Dia mulai melangkah, Angela memburunya, kemudian memeluknya dan menciumnya dengan erat. Lalu melepaskan anak muda itu, pergi dalam pakaian seragam polisi Dallas, menuju keluar.

Dia sudah masuk ke mobil, namun Yoshua belum ada disana. Dia jadi gelisah. Sejak pertama dari gedung gardu yang dimatikan lampunya itu, telah berlalu waktu setengah jam lebih.

Tiba-tiba lampu penjara itu menyala! Suara sirene. Suara tembakan. Salak anjing. Si Bungsu menanti dengan tegang.

Untung tempat mereka menaruh mobil ditempat yang gelap. Dan tiba-tiba di ujung digang, kelihatan seseorang lari terseok-seok. Si Bungsu segera mengenalnya. Yoshua! Dia segera turun dari mobil. Menyongsong Indian itu. Memapahnya kemobil.

"Cepat..! Sebentar lagi tempat ini.."

Ucapan selanjutnya tak perlu lagi, karena di ujung gang darimana tadi dia datang kelihatan cahaya senter. Kemudian gonggongan anjing, suara sempritan pluit! si Bungsu dan Yoshua segera menutupkan pintu mobil dan Yoshua segera menghidupkan mobil. Menanti sedetik, seekor anjing telah melompati mobil. Hanya terbentur dipintu. Yoshua melarikan mobil dengan sebuah sentakan. Terdengar tembakan. Kaca belakang hancur. Yoshua membelokkan mobil kesebuah gang. Melaju, berbelok lagi, Melaju lagi.

Malam sudah larut.

Namun Yoshua tahu, segala jalan pasti sudah dikepung. Mobil-mobil unit patroli polisi Dallas pasti sudah dihubungi. Dan kini mereka tengah memblokade jalan-jalan utama. Luka dipahanya terasa amat sakit.

"Bisakah anda menghidupkan lampu mobil..?"tanya si Bungsu.

Tanpa menjawab Yoshua menghidupkan lampu kabin. Lewat cahaya lampu si Bungsu melihat paha kiri Yoshua bergelimang darah.

"Tembus kebelakang?" tanyanya. Yoshua menggeleng. Si Bungsu tahu, peluru yang bersarang dipaha itu pastilah amat sakit.

"Kenapa kau tak membawa Angela. Kau tak berhasil menemukannya?" tanya Yoshua sambil membelokkan mobil kekanan hampir sembilan puluh derajat.

Jalan yang mereka lalui sepi. Nampaknya Yoshua memilih jalan diantara gedung-gedung tua yang kalau siang hari fungsinya hanya sebagai gudang.

"Saya bertemu dengannya. Malah pintu penjara sudah saya buka. Tapi dia menolak untuk dibawa. Katanya dia ditahan disana hanya untuk keamanannya. Pembunuhan Kennedy adalah pembunuhan tingkat tinggi. Dia diamankan karena mengetahui dimana pembunuh itu berada…"

"Lalu kenapa dia berteriak menyampaikan pesan itu padamu ketika dia berada didepan kamera televisi ketika ditangkap itu?"

Si Bungsu terdiam. Ternyata Yoshua juga menangkap dan mengerti kepada siapa isyarat Angela itu disampaikan.

"Saya tak tahu kenapa, Yoshua.." di mulut gang, sebuah sedan patroli polisi tiba-tiba menghadang.

"Tekankan kakimu kedepan kuat-kuat Bunngsu…"kata Yoshua.

Dia memperlambat mobil, ketika orang di mobil didepan sana baru akan turun, Yoshua tiba-tiba menekan gas. Membelok kekiri, menghantam bagian belakang mobil polisi itu.

Mobil yang mereka tumpangi terguncang hebat ketika tubrukan dengan mobil polisi itu terjadi. Mobil polisi itu berputar, pantatnya menghadap kearah yang kini mereka tuju. Sementara kepalanya menghadap kearah mereka datang tadi. Dua polisi yang sudah mencabut pistol, terbelalak matanya melihat mobil yang mereka cegat itu menambahkan kecepatan. Dan kedua polisi itu menyuruk kemobil ketika melihat mobil yang mereka cegat itu akan menabrak buntut mobil mereka. Dan ketika benturan keras itu terjadi, mereka mencoba mencari pegangan. Tubuh mereka saling bertubrukan, pistol yang mereka pegang terlempar entah kemana.

"Setan! Babi! Jahanam..!"rutuk polisi yang berpangkat sersan sambil meraba kepalanya yang bengkak.

Teman yang satunya lagi tak bicara, hanya mengeluh mengaduh-ngaduh. Tangannya menghapus darah yang mengalir dari hidungnya akibat dihantam kepala temannya sendiri. Ada beberapa saat berlalu barulah goncangan mobil itu berhenti. Mereka merangkak keluar dan melihat pistol mereka tergeletak di parit kecil. Dan mobil yang mereka hadang tadi sudah tak kelihatan lagi bayangannya.

Yang hidungnya berdarah itu, segera menghidupkan mesin mobil. Kemudian mengadakan kontak dengan mobil patroli lainnya, melaporkan buronan yang mereka cegat lolos.!

Si Bungsu juga terlambung-lambung tatkala mobil yang disopiri Yoshua itu menghantam belakang mobil polisi tersebut. Namun Yoshua nampaknya telah memperhitungkan tubrukan besar itu. Sebab dia masih mengemudi dengan tenang. Dia membawa mobilnya berbelok-belok diantara bangunan-bangunan tua dibahagian selatan kota Dallas itu. Nampaknya dia tetap menghindari muncul dijalan raya agar tak berpapasan dengan patroli polisi.