"Aku yang menukarkan pakaianmu dengan piyama. Kulihat kau tertidur lelap sekali, peluhmu membasahi baju. Ku tukar pakaianmu dengan piyama ini…"bisik Angela sambil menatap mata si Bungsu.
"Terima kasih, kau baik sekali…."bisik si Bungsu.
Ya, apalagi yang bisa dikatakan saat itu? Gadis itu telah terlalu banyak berkorban untuknya. Menemaninya mencari jejak pembunuh Tongky. Dan hal itu justru mencelakan dirinya, diperkosa dalam tahanan!si Bungsu tak sampai hati melukai hati Angela dengan pengorbanannya yang sangat besar itu. Namun dia juga tidak ingin membohongi gadis ini. Dia cium bibir gadis itu dengan lembut. Dan Angela membalas sambil membelai rambut si Bungsu.
"Maaf atas yang terjadi atas dirimu Angel. Saya amat merasa bersa.."
Ucapannya terhenti karena dua jari gadis itu menempel di bibirnya sebagai isyarat agar dia tidak meneruskan ucapannya. Namun perlahan dia melanjutkan ucapannya.
"Kalau aku tidak meminta bantuanmu. Tentu diri mu tidak.."
"Kalau aku tidak datang ke hotel mu tentu peristiwa itu tak akan terjadi.." potong Angela.
Mereka kembali bertatapan. Masih dalam berpelukan.
"Angel…"
"Ya?"
"Ada yang ingin kusampaikan…" Gadis itu mengangguk dengan masih menatap si Bungsu.
"Ku harap kau tak terkejut…."Angela menggeleng.
"Aku tidak hanya mencari pembunuh temanku, tetapi juga mencari seorang gadis…"si Bungsu berhenti.
Dia ingin melihat reaksi gadis itu. Tapi gadis itu tak bereaksi sedikitpun. Tangannya tetap membelai rambut si Bungsu, matanya tetap menatap mata si Bungsu, tak berkedip!
"Gadis itu adalah kekasihku.."
Si Bungsu menanti dengan berdebar. Namun Angela biasa-biasa saja.
"Dia datang ke kota ini. Dibawa lelaki yang bernama Thomas, bekas Kapten Angkatan udara Amerika. Keturunan Ingris-Spanyol. Gadis itu adalah tunanganku bernama Michiko, gadis keturunan Jepang…"
Si Bungsu berhenti lagi, dan menanti reaksi dari Angela. Dan Angela memang memberikan reaksi, dia merapatkan wajahnya ke wajah si Bungsu. Kemudian mencium bibir si Bungsu lama sekali, kemudian dia menyurukkan wajahnya ke dada si Bungsu, lalu berkata pelan.
"Aku tak peduli siapa yang kamu cari. Juga siapa dirimu. Dan bahkan aku juga tak peduli kalau kau tinggalkan setelah kau temukan kekasihmu itu. Itu hakmu, mungkin aku akan turut gembira atau malah sedih. Aku tak memikirkannya kini yang aku pikirkan kini adalah. Betapa aku akan tetap bersamamu, apalagi kau belum bertemu dengan kekasihmu itu atau bertemu dengan gadis lain yang lebih memikat hatimu…"ujar gadis itu dengan mata basah.
Sepi.
Si Bungsu memejamkan mata, merasa jantungnya ada yang menikam pilu. Merasa ada relung hatinya terenyuh, melihat sikap Angela, Perwira polisi Dallas itu. Betapa teguh dia menerima kenyataan ini. Si Bungsu merasakan matanya panas. Berair. Dia tidak menangis.
Namun ada sesuatu yang amat menggundahkannya, sesuatu yang tidak dia ketahui. Berapa panjang lagi jalan hidup berliku seperti ini harus dia tempuh? Dia dekap tubuh Angela dan belai rambutnya. Dia cium rambutnya yang harum.
Tuhan, dimana terminal tempatku berhenti. Tempat dimana aku tak lagi diburu rasa bersalah seperti malam ini, bisik hatinya.
Ketika subuh besoknya si Bungsu terbangun, saat akan kekamar mandi, dia memalingkan wajah kepembaringan. Menatap Angela yang tidur nyenyak. Wajahnya yang cantik seperti berbinar bahagia. Dia mandi dan mencuci seluruh tubuhnya dan berendam dalam bak dengan air panas. Lalu dia berwudhu dan sembahyang subuh.
Ketika dia mengucap salam, dia lihat Angela duduk di pembaringan, dia melilitkan selimut sebatas pangkal dada. Memperlihatkan bahagian atas tubuhnya yang bersih. Gadis itu menatap nya dengan mata berbinar.
"Engkau sembahyang?" si BUngsu mengangguk.
"Engkau muslim?"si Bungsu mengangguk
"Umat Mohammed?"si Bungsu mengangguk.
Sepi.
Mereka saling pandang. si Bungsu masih berlutut di lantai yang dialas karpet hijau. Sedangkan Angela di pembaringan yang malam tadi mereka tempati berdua.
"Apapun yang telah terjadi bersamamu Bungsu, aku sudah sangat bahagia. Merasa amat bahagia. Dulu aku pernah punya seorang calon suami, kami sama-sama di perguruan tinggi. Suatu hari dia terbunuh dijalan raya. Nampaknya seperti kecelakaan biasa. Tapi aku ragu, aku curiga dia dibunuh. Sebab dia bintang basket.
Saat itu, sepekan akan bergulirnya liga basket di kota Texas ini. Ada yang meminta dia ditransfer dengan bayaran yang mahal. Dia menolak, malah dia datang ke pimpinan liganya dan memberitahukan semua nya dan malah dia minta digaji dengan wajar. Pimpinan liganya menolak. Dia masih main dua putaran. Ketika didesakkan kenaikan honor yang layak tetap tidak diterima.
Maka dia memutuskan pindah dengan mengambil tawaran bayaran mahal itu dengan fasilitas rumah dan mobil. Dia mengatakan akan menikahiku setelah pindah klub. Tapi, terjadilah musibah itu. Dia mati, seperti mendapat kecelakaan.
Setamat dari universitas, saya memutuskan untuk masuk kepolisian. Setahun berdinas, saya ceritakan kecurigaan saya itu ke atasan. Dia berjanji akan membantu saya menyelidiki, ternyata dugaan saya benar. Kekasih saya itu dibunuh oleh orang dari bekas klub nya itu. Mereka diseret kemeja hijau dan sayatetap berdinas dalam kepolisian…" Angela diam sejenak.
Memandangkan kedepan seperti menatap masa lalunya yang amat pedih. Si Bungsu bangkit menghampirinya, memeluk dan membelai rambutnya.
"Mandilah, mungkin hari ini banyak yang akan kita kerjakan…"bisiknya.
Angela bangkit, tegak rapat di depan si Bungsu menatap anak muda itu dengan matanya yang basah. Kemudian mencium pipinya dan berjalan kekamar mandi.
Selesai sarapan, mereka berkumpul diruang tengah. Jumlah mereka berlima yaitu, Bungsu, Angela, Yoshua, adik yoshua Pipa Panjang dan keponakan mereka Elang merah.
Atas pertimbangan, bahwa Elizabeth tak mungkin tinggal sendirian dirumah, khawatir ada apa-apa, maka salah satu dari mereka harus tinggal menemani. Yang tinggal adalah pipa panjang. Mereka merencanakan akan bergerak dalam dua kelompok, yang pertama Angela dan si Bungsu, yang akan mendatangi alamat pembunuh Tongky, yang disebutkan oleh yahudi pemilik rumah judi itu. Sedangkan yoshua dan keponakannya akan pergi ke tempat upacara dimana anaknya di korbankan.
Dia harus mengambil mayat anaknya itu dan menguburkannya di suatu tempat, sebab jika tidak begitu, arwah gadis itu tidak akan tentram menurut kepercayaan mereka.
Dengan dua kelompok ini tujuan yang akan mereka capai tentu akan lebih cepat terlaksananya, makanya kemaren si Bungsu menyuruh membeli dua buah mobil.
Angela menjalankan mobil, gadis itu memakai baju berwarna merah darah dan sebuah saputangan melilit di lehernya. Mereka sama-sama berangkat dari rumah di sebuah hutan yang terpencil itu. Ketika akan berangkat Yoshua memeluk istrinya Elizabeth. Perempuan kulit putih itu menangis dan memeluk suaminya. Baik si Bungsu maupun Angela melihat ada semacam kabut misteri dalam kehidupan orang itu. Mereka pasangan ganjil, seorang Indian dengan perempuan kulit putih walau saat itu hal ini sudah lumrah, tapi seperti ada hal lain yang melingkupi kehidupan mereka. Apa lagi kalo diingat, Elizabeth adalah perempuan kulit putih yang cantik. Sementara Yoshua, berwajah keras dan kaku. Masih kental Indiannya dan apalagi latar belakangnya sebagai buruh perkebunan.
Namun betapun jua, orang-orang pasti bisa menduga kalau mereka adalah pasangan yang amat mengasihi.
Di perjalanan mereka tak banyak bicara. Sebelum berangkat mereka sudah sepakat untuk mendatangi tempat-tempat yang akan mereka tuju dan mereka berjanji pada Yoshua. Kalau urusan mereka dan masih hidup akan kembali mendatangi rumahnya.
"Kau melihat sesuatu yang ganjil dalam hubungan Yoshua dan istrinya?"si Bungsu bertanya tatkala mobil itu memasuki kota.
"Seperti ada sesuatu yang terpendam.."sambung si Bungsu.
Angela mengangguk sambil memperhatikan jalan di depannya. Arus lalu lintas kini amat ramai setelah mereka memasuki kota.
"Bungsu…"
"Ya..?"
"Aku takut…"
Si Bungsu mencoba menentramkan hati gadis itu.
"Kau bisa turun dan menunggu di suatu tempat, Angela. Biarkan saya yang masuk sendiri …"
"Tidak. Saya bukan takut pada pertarungan yang akan terjadi. Tapi aku takut akan kehilangan mu…"
Si Bungsu menarik nafas panjang. Dan mereka pun sampai. Di depan mereka ada sebuah bangunan yang tengah dikerjakan. Nampaknya sebuah supermarket. Mesin derek terdengar berdengung mengangkat plat-plat nikel untuk di jadikan dinding. Buruh terlihat mondar-mandir dengan helm plastik warna merah dikepala. Pakaian mereka dari kepar berwarna jingga.
Angela memarkirkan mobilnya di deretan mobil para pekerja bangunan tersebut. Dia membawa tas tangannya. Di dalamnya ada sepucuk senjata pistol magnum. Si Bungsu turun lebih dulu. Angela melihat dan heran, sama seperti kemaren tatkala melihat si Bungsu, kemana-mana membawa tongkat kayu. Sampai saat ini keingintahuannya tentang tongkat kayu itu belum terpecahkan apa perlunya tongkat itu dibawa-bawa.
Apakah tongkat itu semacam bedil?Melihat model nya yang lurus dan kurus, tongkat itu mustahil sebuah bedil. Dia turun menyusul langkah si Bungsu. Mereka memasuki kantor. Bertanya pada seorang security, petugas itu menunjuk sebuah tempat di sudut. Di bahagiaan itu terlihat sekelompok laki-laki tengah istirahat. Mereka juga berpakaian seperti pekerja lainnya. Namun topinya berbeda, sekuriti mengatakan kalau kelompok itu adalah para mandor yang lagi istirahat.
Si Bungsu dan Angela melangkah kesana, setelah menerima badges untuk tamu yang disematkan didada sebelah kiri. Kelompok itu berhenti bicara atau minum tatkala mereka sampai disitu. Seorang lelaki maju sambil menyentuh ujung helmnya sebagai penghormatan kepada Angela.
"Nampaknya Anda mencari seseorang?" katanya ramah.
Pertanyaan itu pasti untuk si Bungsu.
"Benar, saya mencari Tuan Macmillan…"
"Macmillan?"
"Ya. Macmillan…" Seorang lelaki maju.
"Tuan mencari saya?"
"Anda bernama Macmillan?"
"Benar. Ada yang bisa saya bantu?"Angela maju dan memutus.
"Macmillan dari Bloomington, apakah Tuan orangnya?"
"Oo, kalau begitu bukan saya…"lelaki itu menoleh kiri kanan, lalu berseru pada seseorang di balik tiang sekitar sepuluh depa dari mereka.
"Hei, Macmillan! Ada seseorang mencarimu…"
Lelaki yang dipanggil itu menoleh dan menghampiri mereka. Di tangannya ada sebuah gelas yang berisi kopi panas. Sementara dua lelaki yang pertama kali bicara dengan si Bungsu mengundurkan diri setelah mengangguk sopan dan setelah si Bungsu mengucapkan terima kasih.