Chereads / TIKAM SAMURAI / Chapter 156 - Berapa orang di mobil itu?

Chapter 156 - Berapa orang di mobil itu?

"Anda akan menyesali keputusan itu.."

Tentu saja ketiga lelaki itu tertawa ngakak. si Bungsu tetap tegak dengan tenang. Kepada Angela yang tegak rapat di sisinya dia berbisik.

"Tegaklah di tepi gulungan itu. Tegak dengan tenang…"

Angela menghindar tegak ketempat yang ditunjuk si Bungsu. Jarak ketiga lelaki itu dengan mereka sekitar enam atau tujuh depa. Angela tidak melihat kawannya itu memakai atau membawa sebuah senjata apapun. Lalu dengan apa dia akan membuktikan ancaman itu, sementara mereka berada di bawah todongan pistol?

"Kawan, kalian akan kami bawa kemarkas kami untuk acara pengorbanan bulan ini…"yang satu bicara.

"Tidak, kamu harus bicara dimana alamat temanmu yang membunuh temanku itu…"

"Hei bajingan! kau sangka berhadapan dengan siapa makanya berani mengancam begitu.."

"Saya beri waktu tiga detik lagi untuk mengatakannya tuan polisi.."ujar si Bungsu.

Ketiga lelaki itu saling pandang dan merapatkan kepungannya. Si Bungsu membuktikan ancamannya. Dia memutar badan seperti menghadap ke Angela. Saat berputar itu tangannya bergerak cepat. Dari balik lengan bajunya, dua samurai kecil melesat dengan tak terikutkan mata. Dan kedua samurai kecil itu menancap dilipatan siku kedua lelaki yang mengancam itu.

Kedua orang itu merasakan sakit yang amat sangat. Dan ketika mereka mencoba menggerakan tangannya, tak ayal lagi jari-jari mereka jadi lumpuh. Samurai kecil si Bungsu menancap di urat nadi besar mereka! Kedua pistol mereka terjatuh dan mereka menatap dengan perasaan kecut dan terkejut.

Si Bungsu sudah berdiri disamping Angela. Lelaki yang tadi sendirian dihadapan Angela terkejut melihat temannya. Dia bergerak cepat dan memasukan tangannya ke Jas dimana tersisip pistol otomatisnya. Namun tangannya tertahan disana, di balik jasnya itu. Ketika si Bungsu terdengar berkata pelan.

"Kalau mau mengeluarkan tanganmu, jangan ada benda lain. Jika engkau ingin nyawamu masih utuh…"

Lelaki itu tertegun, menatap si Bungsu. Namun dia tidak melihat senjata apapun di tangan lelaki asing itu yang memungkinkan dia melaksanakan ancamannya. Angela menatap dengan berdebar. Tangan lelaki itu pasti sudah menggenggam pistolnya. Dan kini hanya tinggal menarik dan menembak! Lelaki itu ingin mengeluarkan tangannya keluar. si Bungsu berkata lain.

"Kuingatkan, jangan mengeluarkankan pistol kalau tuan ingin tetap hidup…."

Tetapi anggota klu klux klan mana takut diancam. Dia sudah kenyang dengan ancaman-ancaman dan pembunuhan. Makanya dia tahu ini hanyalah ancaman, apalagi yang mengancamnya adalah lelaki yang berasal dari negeri entah berantah, tangannya bergerak dengan cepat dan pistol ditangannya. Angela juga meraih pistol dari dalam tasnya, namun sebelum pistol itu keluar, dengan kecut dia melihat pistol lelaki itu sudah terarah pada mereka. Jari lelaki itu sudah bergerak menarik pelatuknya, sementara si Bungsu masih terlihat tegak dengan diam.

Tidak ada tindakan apapun untuk membuktikan ancamannya. Tapi begitu pelatuk itu bergerak, tangan kanan si Bungsu terayun. Ledakan pistol bergema, pelurunya mendesing tidak jauh dari mereka. Namun lelaki itu tertegak kaku, diantara dua alisnya tertancap benda kecil menancap, dan darah mengalir perlahan.

"God, setan…!"keluhnya.

Tubuhnya rubuh dengan samurai kecil tertancap diantara dua alisnya, Angela ternganga. Perlahan si Bungsu memutar tegak. Menghadap pada polisi gadungan yang kini tak berdaya itu, menghampirinya dan bertanya pelan.

"Kini bicaralah, kalau engkau tak ingin nyawamu ku habisi…"

"Jahanam, kau tidak akan hidup lama…"Namun ucapannya terhenti ketika sebuah pukulan mendarat di hidungnya. Lelaki itu terdongak dan hidungnya remuk.

"Bicaralah…"

"Jahanam…"

Suaranya terhenti lagi, sebuah tendangan mendarat di kepalanya, tulang lehernya berderak patah! lelaki itu mati. Angela merasa ngeri, si Bungsu mendatangi anggota klu klux klan yang masih hidup seorang lagi.

"Kau yang terakhir sobat. Ucapan pertama yang harus keluar adalah dimana alamat si pembunuh, atau kau yang akan ku bunuh…"

"Kau, anak jadah. Nyawa…"

Hanya itu ucapannya, dan sebuah pukulan dengan sisi tangan menetak di lehernya, lelaki itu mendelik. Tetakan tangan disertai tenaga penuh dan kemahiran yang tak bisa dianggap enteng itu telah mematahkan tulang lehernya. Dia mati!

Perlahan si Bungsu bangkit, mengumpulkan samurai-samurai kecilnya yang bertancapan di tubuh anggota-anggota klu klux klan itu. Membersihkannya dengan kain woll yang ada disana. Kemudian menyisipkannya kembali kesarung kulit yang ada di balik lengan bajunya. Kemudian menatap berkeliling, menatap tumpukan kain yang memenuhi ruangan tersebut, lalu berjalan pada salah satu mayat ,merogoh kantong celananya. Mengambil korek api, dan berjalan keonggokan kain woll england, yang terletak di sebelah kanannya.

Dia menyulut api, dan membakar kain woll itu. Angela masih menatap dengan diam. Si bungsu membakar di beberapa tempat. Lalu membuang korek api yang tadi diambil dari mayat anggota klu klux klan tersebut. Semua perbuatannya di lihat dengan diam dan penuh perhatian oleh Angela.

"Mari, kita pergi…."katanya sambil memegang tangan Angela.

Gadis itu menurut, mereka keluar dari gudang kain yang besar itu. Mereka menaiki mobil Angela yang terletak satu blok dari gudang kain itu. Angela menghidupkan mesin mobil, kemudian menjalankan kearah Houston Road di sebelah kanan wilayah Centrum City itu.

Di belakang mereka keributan mulai terlihat. Asap mengepul ke udara, api ternyata melahap dengan rakus kain-kain di dalam toko tersebut. Angela menghentikan mobilnya didepan sebuah restoran.

"Saya haus…."ujar gadis itu.

Si Bungsu mengikutinya turun. Mereka mengambil tempat duduk di lantai tiga di sebelah depan. Dari tempat itu mereka melihat di ujung sana mobil pemadam kebakaran menuju jalan yang diutara. ke toko tekstil yang terbakar itu. Angela menatap si Bungsu dengan tajam, lelaki di depannya ternyata lahar yang apabila meledak amatlah berbahaya.

Dia semula menilai lelaki ini adalah lelaki yang ulet dan punya hati yang keras. Namun melihat apa yang dia perbuat, bagaimana cepatnya dia menyudahi nyawa ke tiga anggota klu klux klan, maka nilainya yang semula itu jauh tercecer. Lelaki itu jauh dari sekedar apa yang dia duga. Belum pernah dia menemui dengan lelaki yang sependiam ini, tapi begitu tangguh dan berbahaya. Dia baru melihat kulitnya saja.

Dia yakin masih banyak hal lain yang tersembunyi di balik wajahnya yang murung, di balik tatapannya yang sayu.

"Kenapa mereka anda bunuh?"tanyanya setelah lama berdiam diri.

Si Bungsu tak segera menjawab. Dia yakin pasti perwira polisi ini akan bertanya hal itu.."Kau akan menangkapku, kerana tuduhan pembunuhan?"si Bungsu balik bertanya, Angela menggeleng.

"Kenapa kau bunuh mereka?"

"Jika tidak mereka, maka aku yang mereka bunuh…"kata si Bungsu datar.

"Tapi mereka sudah tidak berdaya"

"Mereka memang harus ditumpas, sebelum mereka merenggut lebih banyak nyawa orang-orang kulit hitam.."

"Mengapa toko kain itu anda bakar?"

"Karena penghasilannya mereka pergunakan untuk membiayai kegiatan anti kulit hitam, membeli senjata…"

Angela kembali menatap si Bungsu, mencoba menyelami isi hatinya. Namun lelaki dari timur ini adalah lelaki yang penuh rahasia.

"Apakah engkau masih mau menjadi penunjuk jalanku dalam mencari pembunuh Tongky, Angel?"

Gadis itu menatapnya sesaat, lalu mengangguk sambil meminum jeruk manis di gelasnya, sementara matanya tetap menatap dalam-dalam pada si Bungsu.

Si Bungsu tahu kalau dia diperhatikan oleh gadis itu. Namun dia berpura-pura tidak tahu, dia menghirup pula jeruk manis dingin di gelasnya.

"Apakah engkau biasa membunuh?" tiba-tiba gadis itu berkata lagi. Si Bungsu menatapnya, lalu mengangguk pelan tapi pasti.

"Sempat kau menghitung berapa jumlahnya? Lima, enam atau tujuh orang yang sudah kau bunuh?"

"Kau akan terkejut mendengar jumlahnya, Angel…"

"Lebih dari sepuluh?"

"Lebih dari enam puluh….!ujarnya dengan pelan dan datar.

Angela merasa tulang belulang nya menjadi dingin. Manusia macam apa yang dia hadapi ini? Lebih dari enam puluh nyawa telah dihabisinya, namun dia menyebut angka tersebut seperti menyebutkan angka-angka biasa.

"Kau dibayar untuk pekerjaanmu itu?"

Angela menyesal telah mengucapkan pertanyaan itu. Namun sudah terlanjur, dia siap menanti reaksi marah dari anak muda yang entah kenapa sejak dia melihatnya amat dia sukai itu. Namun anak muda didepannya itu tenang-tenang saja. Tak marah dan tak bereaksi sedikit pun, anak muda itu dengan tenang menghirup sisa minumannya. Menatap pada Angela dengan tenang. Angela memegang tangan si bungsu yang terletak di meja.

"Maaf…"

"Tak perlu minta maaf, saya memang dibayar untuk setiap pembunuhan yang saya lakukan.."

Angela merasa sesuatu menikam hatinya mendengar jawaban tersebut.

"Yang membayarnya saya sendiri. Membayar dengan keselamatan saya. Banyak orang yang menginginkan keselamatan saya. Banyak orang menginginkan nyawa saya, sejak dulu. Jika tak ada jalan yang bisa saya tempuh lagi, maka saya akan membunuh mereka, sebelum mereka membunuh saya.."

Angela menarik nafas panjang, lega. Kalau begitu orang ini bukan pembunuh bayaran, pikirnya. Selain tak ada tampang pembunuh bayaran dan dia juga berharap begitu adanya.

"Engkau tidak main-main dengan angka diatas enam puluh tadi bukan?"gadis itu seperti ingin memastikan pendengarannya tadi. Berharap anak muda ini berseloroh. Si Bungsu menarik napas panjang.

"Saya tidak tahu buat apa pembicaraan ini, Angela. Tapi engkau telah berbaik hati dengan menemaniku di kota yang ganas ini. Saya tidak pernah berbohong, apa lagi pada wanita yang saya hormati. Tidak, jumlah enam puluh itu bukanlah guyonan. Barangkali jumlahnya mendekati seratus. Saya telah benyak membunuh orang dari berbagai bangsa. Sebutlah Jepang, Belanda, India, Melayu, Australia, Cina bahkan bangsa saya sendiri…"

Angela mendengar dengan diam. Cerita lelaki ini, tentang pembunuhan yang dia lakukan adalah cerita yang luar biasa, yang rasanya mustahil terjadi. Namun perwira kota Dallas itu sedikitpun tak ragu, bahwa yang dicerikan lelaki ini tidaklah bohong sedikitpun.!

"Masih berminat menemani saya mencari jejak pembunuh Tongky…?"

"Kita berangkat sekarang.."ujar Angela atas pertanyaan tersebut.

Namun, sesaat setelah Angela berkata demikian, si Bungsu memegang tangannya yang terletak diatas meja. Sentuhan itu membuat Angela mengurungkan niatnya untuk berdiri. Dia menatap si Bungsu.

"Jangan menoleh kemana-mana. Saya merasa ada orang memperhatikan kita, saya tidak tahu dimana. Namun perasaan saya mengatakan hal itu. Barangkali dia akan mengikuti kita. Berbuat sajalah seolah-olah tidak mengetahui apa-apa…"

Angela menarik nafas, mengangguk. Kemudian mereka sama-sama berdiri lalu membayar minuman, lalu berjalan keluar. Angela menjalankan mobilnya, lewat spion dia melihat sebuah mobil Jaguar merah di belakangnya membututi

"Mereka memakai mobil merah…"katanya.

Si Bungsu tidak menoleh, dia sudah tahu. Angela melarikan mobilnya perlahan saja ditengah lalu lintas yang ramai dijalan 5 st.Venus itu.

"Berapa orang di mobil itu?" Angela kembali melihat spion dan menghitung.

"Empat orang, Dua di depan dua dibelakang.."

Angela melarikan mobilnya ke Country City. Kendaraan dibelakang tetap mengikuti. Ketika mereka mulai memasuki daerah yang jarang pemukimannya, sebuah tembakan terdengar, kaca belakang mobil Angela hancur di tembus peluru, tembus sampai kekaca depan. Hanya seinci dari samping telinga si Bungsu.