Chereads / TIKAM SAMURAI / Chapter 155 - Saya ingin anda bicara

Chapter 155 - Saya ingin anda bicara

"Di sini berlaku azas hukum Praduga tidak bersalah, artinya sebelum putusan perkara diputuskan pengadilan, maka pelakunya dianggap tidak bersalah. Dan lagi pula yang membunuh teman anda itu bukan mereka…"

"Tapi mereka mengetahui siapa pembunuhnya.."

"Di negeri ini banyak yang bisa diatur…."

Mereka terdiam. Lalu Angela berkata lagi.

"Saya tahu anda ingin mencari mereka. Barangkali saya bisa membantu anda menemukannya. Karena saya tahu dimana orang seperti mereka berkumpul…."

"Terima kasih Nona…."

"Panggil saja nama saya Angel…."

"Terima kasih angel…"

"Kapan anda ingin mencari mereka?"

"Begitu anda beritahu saya, dimana bisa menemukan mereka…"

"Kita akan pergi berdua…"si Bungsu tertegun.

"Maaf, saya tidak bermaksud mengganggu waktu libur anda, sebutkan saja alamatnya. Saya akan mencari sendiri.." Angela tersenyum.

"Saya di beri cuti panjang untuk membantu anda. Alamat mereka tidak disebuah tempat. Akan sulit menemukamya kalau anda tidak mempunyai penunjuk jalan"

Begitulah, kedua mereka menjadi sahabat dengan cara yang aneh. Si Bungsu tak dapat menolak jasa baiknya Angela. Di pikir-pikir gadis itu ada benarnya. Kemana dia akan mencari jejak pembunuhan itu dalam kota sebesar dan seganas ini?

Malam itu mereka menghabiskan hari direstoran sambil bercerita. Besoknya, pagi-pagi Angela telah hadir dikamar si Bungsu. Sarapan bersama, kemudian Angela menceritakan secara ringkas tentang klu klux klan. Namun ketika si Bungsu mencoba membetulkan beberapa bahagian dari cerita itu berdasarkan yang dia baca di Perpustakaan, gadis itu menatapnya dengan heran.

"Anda mengetahui tentang organisasi itu dengan terperinci dari pada saya…"

"Tidak, hanya mengetahuinya dari buku dan majalah yang saya baca diperpustakaan…"

"Anda sudah membacanya?"

"Ya…"

Gadis itu menatapnya dengan kagum. terpikir olehnya, dia dan teman-temannya dari kepolisian belum pernah keperpustakaan itu untuk membaca apapun. Selesai sarapan, Angela membawa si Bungsu ke suatu tempat dimana berpusat perdagangan tekstil.

"Disini berpusat agen-agen penjualan tekstil. Saya pernah melihat kedua orang polisi gadungan itu diwilayah ini. Untuk anda ketahui, dibalik ramainya jalan ini, tersimpan berbagai jenis bandit. Tapi ini adalah wilayah bandit kelas menengah keatas.." tutur Angela sambil memarkirkan mobilnya di pinggir jalan.

Dari dalam mobil Cadilac berpintu dua model sport berwarna biru laut, mereka menatap jalan george washington yang membelah jantung kota itu.

"Anda kenal orang itu…?" tiba-tiba Angela menunjuk seseorang yang berjalan melintasi jalan ramai tersebut, sekitar dua puluh meter didepan mereka.

Sekali pandang si Bungsu segera tahu, orang itulah polisi gadungan yang dia lumpuhkan beberapa yang lalu, yang satu lagi mungkin tengah dirawat karena luka akibat samurai kecil si Bungsu didada dan lehernya. Si Bungsu mengangguk, dia bersiap untuk turun menyusul orang itu, tapi Angela memegang tangan nya.

"Tunggu sebentar. Kita tunggu kemana dia masuk, barangkali itu adalah sarang klu klux klan…"

Si Bungsu diam mendengarkan. Lelaki yang mereka perhatikan itu masuk kesebuah tempat yang didepannya tertulis King Tekstil Corp. Tempat itu sebuah bangunan tua bertingkat tiga.

"Oke, mari kita menyusul…"ujar Angela sambil mengepit tas tangan nya dan keluar mobil.

Mereka bergegas melangkah sepanjang trotoar. Lalu mendorong pintu berkaca tebal dimana lelaki tadi masuk. Kini mereka berada di sebuah ruangan luas dipenuhi kain bergulung-gulung diatur merupakan gang, banyak sekali. Mereka melihat sekilas punggung lelaki tadi menuju kearah mana.

Mereka mengikuti. Beberapa kali berbelok di antara susunan kain yang tinggi, tiba-tiba saja mereka berhadapan dengan tiga orang lelaki. Ketiga lelaki terkejut ketika tiba-tiba muncul dua orang didepan mereka. Yang paling kaget adalah lelaki yang tadi baru masuk. Dia adalah polisi gadungan yang dihantam si Bungsu di ruang mayat di sebuah rumah sakit Dallas itu. Dia mengeram dan bermaksud menghambur menyerang kearah si Bungsu, namun teman disisinya memegang tangan nya.

"Tenang, tenang..sobat…"katanya.

"Jahanam ini yang menyerang kami.."rutuk lelaki itu.

"Ya..tenang dulu…"Mereka terdiam.

"Well, sobat anda datang tepat waktunya. Apa yang bisa kami bantu untuk anda?"kata lelaki yang memegang tangan polisi gadungan itu.

"Saya hanya ingin tahu alamat orang yang membunuh teman saya…"jawab si Bungsu dengan tenang dan langsung pada pokok persoalan.

Angela yang tegak di belakang si Bungsu, terkejut juga akan keterus terangan sahabatnya ini.

"Hmm, yang anda maksud anda adalah niger itu bukan?" tanya lelaki itu pula dengan nada menghina.

"Ya, dialah.." kata si Bungsu.

"Kami tidak tahu siapa si pembunuhnya sobat.. Kami membaca pembunuhannya dari koran. Sebagai mana jutaan orang lainnya juga mengetahui dengan cara yang sama…"Si Bungsu menatap ketiga orang itu dengan pandangan yang dingin.

"Kalau begitu kawan, kawan anda yang pernah jadi polisi itu barangkali tahu dimana alamat pembunuh itu…"kata si Bungsu.

Suaranya pelan, namun siapapun yang ada diruangan itu tahu, bahwa dalam nadanya yang pelan itu tersirat ancaman! Dan nada ancaman itu diterima dengan cara yang berbeda. Angela mendengarnya dengan hati yang benar-benar khawatir.

Kawannya ini terlalu berani. Apa kekuatannya hingga dia berani mengancam orang dalam sarang harimau ini.

Dia mungkin bisa memberi bantuan, tapi di yakin, ketiga orang itu memakai bedil didalam jasnya itu. Jika terjadi pertarungan, maka keajaiban sajalah yang bisa menyelamatkan nyawa mereka berdua. Akan halnya ketiga lelaki itu benar-benar berang dan agak lucu mendengar nada ancaman itu. Dengan nada menghina lalu dia menjawab.

"Kalau saya tahu, kamu bisa apa bung?"

"Mau bikin kau mengatakannya…."

"He..he..he..Barangkali aku mau bicara kalau kawan perempuanmu itu mau tidur bergantian dengan kami…"

Muka Angela merah padam, ketiga lelaki di depan mereka tertawa cengar-cengir. Angela ingin menembak mereka, namun dia tahu perbuatanya berarti bunuh diri. Dia ingin membawa si Bungsu keluar dari ruangan ini. Keluar untuk mengatur siasat. Dia maju dan memegang lengan si Bungsu.

"Kita keluar, Bungsu.." katanya pelan.

Namun terlambat. Ketika lelaki itu sudah menyebar, mereka terkurung di ujung jalan yang satu oleh dua lelaki, diujung yang satu lagi oleh seorang lelaki. Di kiri kanan mereka adalah gumpalan kain yang tinggi.

"Jangan cepat-cepat nona…" kata lelaki yang seorang.

Angela tahu, ini bahaya, dia dengan cepat mengambil pistol dalam tas tangannya. Pistol kecil tetapi cukup ampuh. Dia menodongkannya ke lelaki seorang itu. Namun lelaki itu tersenyum.

"Lihat kebelakang mu Nona. Dan sebaiknya pistolmu itu kau letakan baik-baik dilantai…."

Angela menoleh kebelakang. Dan di belakangnya kelihatan dua lelaki lainnya ditengah menodongkan pistolnya kearah mereka. Angela benar-benar mati kutu. Dia tak meletakkan pistolnya kelantai tapi memasukannya kedalam tas tangan nya, dia kini masuk jebakan. Kalau saja dia bisa menelpon teman-temannya di kepolisian, mungkin masih bias tertolong. Dia merasa menyesal kenapa tidak menghubungi teman-temannya dulu sebelum masuk kesini.

Kini sudah terlambat, dia merapatkan tubuhnya pada si Bungsu. Menatap kedepan, menatap kearah yang dipandang si Bungsu. Dia kini memang tak punya pilihan.

"Nah kawan, apa yang kau inginkan sekarang?" kembali salah seorang bertanya.

Anehnya kembali si Bungsu menjawab pelan dan masih dengan nada pelan dan masih dengan nada mengancam.

"Saya ingin anda bicara, dimana alamat orang yang membunuh teman Tongky.."

"He.. ehe.. Hu.. hu..! Bagaimana kalau saya tak mau bicara, Tuan?"