''Wow, inilah Dallas Bungsu. Sambutan untuk kita di hotel ini ternyata cukup lumayan''.
Si Bungsu yang sejak tadi sudah merebahkan diri di pembaringan menatap isi kamar itu.
Kamar itu luar biasa mewahnya. Seluruh lantainya di alas permadani biru. Dindingnya juga berwarna biru. Alas kasur dan selimut tebalnya juga berwarna biru dan mewah. Tiba-tiba ada suara di aiphone dalam kamar itu.
''Tuan, jika tuan ingin dipijat, kami akan mengirimkan dua orang pemijat ke sana..''
''Apakah tukang pijatnya lelaki atau perempuan?'' tanya Tongky dari pembaringannya.
''Tuan boleh pilih..'' jawab aiphone itu.
Tongkay tertawa bergumam dan mengucapkan terimakasih. Buat sementara mereka hanya memesan minuman. Tongky memesan gin yang tak ada dalam kulkas kecil di kamar dan si Bungsu memesan teh panas.
Hari sudah malam ketika mereka sampai di hotel itu. Karenanya tak seorangpun diantara keduanya yang berminat untuk meninggalkan hotel. Mereka memilih untuk tidur dan istirahat. Sehabis memesan minuman mereka memesan makan malam. Berupa ayam goreng dan nasi putih.
"Apakah Tuan ingin makan malam di kamar?" tanya gadis pengantar minuman.
"Ya, kami makan di kamar saja…"
"Perlu ditemani?"
Cara orang-orang hotel ini menjajakan seks, menjejalkannya pada tamu,tanpa rasa malu dan tanpa pandang bulu, benar-benar mendatangkan risih, khususnya pada si Bungsu. Tongky nampaknya mengerti jalan pikiran temannya itu.
"Begitulah keadaannya di sini, kawan. Mereka juga cari makan. disini persaingan luar biasa kerasnya. Jika mereka tidak menawarkan dengan gencar, maka ada harapan langganan membeli barang lain. Begitu hukum dagang, bukan?"
Si Bungsu tidak mengomentari. Tidak lama pesanan makan malam itu di antarkan oleh dua orang gadis yang pakaiannya juga merangsang.
Malam itu mereka tertidur karena letih yang amat sangat. Esoknya ketika bangun pagi, si Bungsu melihat Tongky sudah lebih dulu bangun. Negro yang baik hati itu tengah latihan Push-up. Menelungkup di lantai dengan bertelekan telapak tangannya, kemudian mengangkat dan menurunkan badannya yang penuh otot. Si Bungsu kekamar mandi dan mengambil wudhu.
Ketika berwudhu itulah entah mengapa tiba-tiba saja, sebuah perasaan tak sedap menyelinap dihatinya. Bayangan Tongky melintas amat cepat dalam pikirannya. Dia berhenti berwudhu ketika baru sampai membasuh telinga. Cepat dia keluar kamar mandi dan melihat tongky. Negro itu masih melakukan push-up berkali-kali, dalam kamar itu tidak ada orang lain!
Si Bungsu menarik napas panjang, lega. Dia kembali kekamar mandi dan melanjutkan berwudhu. Kemudian sembahyang tak jauh dari tongky yang merubah gerakan push-up dengan gerakan lari-lari dalam posisi jongkok dalam kamar itu. Negro bekas pasukan Green barret itu tetap menjaga tubuhnya dengan latihan ringan setiap hari.
Biasanya si Bungsu juga melakukan hal yang sama setelah sembahyang subuh. Namun kali ini setelah sembahyang sekitar jam setengah enam pagi waktu setempat itu, dia tidak melakukan olah ringan itu. Dia duduk di sisi pembaringan, menatap Tongky yang meloncat-loncat sambil jongkok di seputar kamar.
"Hei, kau tidak sport kawan?"seru Tongky sambil masih loncat-loncat jongkok.
"Saya kurang enak badan…."katanya.
Padahal yang tak enak adalah perasaannya. Si Bungsu kini tak ingin lagi terkecoh oleh perasaannya, dia sudah hafal dengan firasatnya. Firasatnya selalu tak berdusta. Entah mengapa, ternyata berada di kota Dallas ini, dikota belantara yang tak mengenal belas kasihan ini, firasatnya yang tajam, yang selama ini 'macet' kini berangsur bekerja lagi dengan sempurna.
Barangkali itu disebabkan atas kesadarannya pada bahaya mengancam. Dia datang kemari mencari Michiko. Dan Michiko sampai ke kota ini bukan kemauannya. Dia dibawa oleh seorang bekas pilot perang dunia II. Sejak semula dia sudah punya firasat, akan ada darah yang tumpah atas kedatangannya kekota ini.
Dan kini perasaan tak sedapnya timbul tiba-tiba. Dia tahu, firasatnya memberikan isyarat bahwa sesuatu yang tak dingini akan terjadi. Sesuatu yang tak diingini itu barangkali akan menimpa Tongky. Dia tahu itu, sebab ketika berwudhu itu tadi wajah Tongky melintas dalam ingatannya, itu suatu isyarat pasti!Tapi bagaimana dia akan mengatakannya pada Tongky?
Tongky menyelesaikan senam paginya. Kemudian memakai kimono yang terbuat dari bahan handuk. Kemudian minum kopi dan makan hamburger. Lalu membaca koran pagi yang di letakkan orang didepan pintu. Dimasukan di bawah pintu lewat lubang antara daun pintu dengan lantai.
"Hei, lihat! Ada gambarku…!" seru Tongky begitu membuka koran lokal.
Dia memperlihatkannya pada si Bungsu. Koran itu terbitan Dallas, bernama PIONEER. Dalam gambar kelihatan Tongky tengah duduk dengan kaki dimeja.
"Busyet, foto ini diambil ketika kita berada diruang tunggu lapangan terbang Mexico kemaren. Sialan, kenapa ada wartawan disana?"Tongky menggerutu.
Koran itu memberitakan tentang pembajakan pesawat Japan Airlines di bandara Mexico. Pembajakan itu digagalkan oleh seseorang dan pioneer berhasil mendapatkan foto "Pahlawan penyelamat" itu dengan membelinya dari New York Times.
Tongky tertawa membaca bualan koran tersebut. Hari sudah pukul sembilan ketika mereka menyusun rencana untuk mulai bergerak, mencari jejak Michiko.
"Di kota ini kita akan menghubungi seorang teman bernama Alex. Dia banyak tahu tentang kota ini, dan telah mencium jejak Michiko.." kata Tongky.
Mereka lalu membuat rencana, pagi itu mereka akan menuju ke wilayah utara, keCivilation City, ke wilayah perkantoran pemerintah. Di sana Alex bekerja. Meraka lalu turun menuju Lobi. Dalam Lift menuju kebawah si Bungsu akhirnya berkata.
"Tongky, pagi ini perasaanku sangat tak sedap.."Tongky tersenyum.
"Lumrah, kawan. Engkau akan bertemu dengan kekasihmu, perasaan itu yang membuat kau gundah…"
"Bukan, ada sesuatu yang akan terjadi. Barangkali atas diri kita berdua atau atas diri mu Tongky.."akhirnya si Bungsu berterus terang. Tongky menepuk bahu si Bungsu.
"Terima kasih kawan, kita akan berhati-hati…"
Si Bungsu lega, dia sudah memberi ingat. Mereka sampai di lobi. Bersamaan dengan mereka keluar lift, lift di sebelah kanan mereka juga berhenti dan dari dalamnya keluar empat orang, dua lelaki dan dua perempuan. Tongky menuju ke Front Office dan menyerahkan kunci, si Bungsu tegak disisinya.
"Apakah kami bisa memakai taksi?"tanya Tongky kepada gadis di front office.
"Tentu…"dan gadis itu memberi isyarat kepada seorang gadis lainya yang tegak dekat pintu masuk. Isyaratnya dengan membunyikan dua jari dengan menyentikkannya, gadis itu mendekat.
"Taksi…"ujar recepsionis.
"Mari, silahkan…"sahut gadis petugas hotel itu.
Kedua mereka mengikuti gadis yang pahanya tersimbah-simbah itu. Dekat pintu dia melambaikan tangannya ke deretan taksi di sayap kanan hotel. Dan sebuah taksi segera mendekat. Kaca taksi itu sesaat berkilat ketika memasuki tersa hotel, berkilat oleh terpaan sinar matahari yang langsung menerkam mata mereka yang tegak menantinya. Si Bungsu memejamkan mata, demikian Tongky dan gadis hotel itu. Dan taksi itu sampai di dekat mereka. Tapi taksi itu tidak berhenti, hanya melambatkan jalannya.
Dan..
dhas..dhas..dhas…!!
Tiga tembakan dengan pistol yang berperedam. Suara dhas hanya berupa suara yang agak lemah. Dan taksi itu tiba-tiba menekan gas kuat-kuat, seperti melejit terbang kejalan raya, meninggalkan suara ban berdenyit-denyit. Saat itu tubuh Tongky tersentak-sentak. Si Bungsu terlompat memburu temannya itu, merangkul tubuhnya yang hampir terbanting ke lantai. Dan gadis petugas bertubuh montok dengan pakaian merangsang itu terpekik. Dan heboh pun terjadi.
Darah membasahi dada dan kepala tongky. Tiga peluru bersarang di tempat yang Fatal! Si Bungsu seperti hilang semangatnya, Tongky terkulai. Menggelepar dan terdengar suaranya berbisik-bisik.
"Firasatmu benar kawan. Maaf…Saya…"Dan sepi! Sepi yang benar-benar sunyi!
Si Bungsu tertegun disana memeluk kepala dan tubuh kawannya itu. Orang berkerumun diam. Kemudian sebuah Ambulance yang datang entah dari mana, sampai didepan hotel dengan suara meraung-raung. Orang bersibak, empat petugas melompat turun. Dua orang membawa tandu dan dua lagi memeriksa.
"Jantungnya masih berdenyut lemah…"salah seorang berteriak.
Teriakan itu seperti mendatangkan harapan baru bagi si Bungsu. Dia mengangkat tubuh kawannya itu ketandu, kemudian ikut masuk kebahagian belakang ambulance tersebut, menunggui tubuh Tongky. Dua petugas memasukan slang karet ke mulut tongky, kemudian menekan dada tentang jantung tongky. Menekan pelan, menolong membuat nafas buatan. Tak ada hasil.
"Peluru tentang jantungnya ini harus dikeluarkan. Kita operasi, siapkan darah tambahan…"ujar dokter itu.
Ambulan itu meraung terus dan berlari kencang menuju rumah sakit. Membelah kota Dallas yang riuh rendah itu. Si Bungsu teringat sesuatu. Dia harus bertindak, kerja dokter ini pasti lamban.
"Apakah peluru yang dua itu dijantungnya?"tanyanya.
"Kita harap saja tidak, barangkali hanya melukai jantungnya sedikit. Tapi kita tidak bisa menanti sampai rumah sakit. Dia kini sudah berada dalam keadaan mati suri. Sudah empat perlima mati. Tindakan darurat harus diambil.."
"Kalau begitu biar saya mengeluarkan peluru itu…"ujar si Bungsu mendekat.
"Apakah anda dokter?"
"Ya…"
"Apakah anda punya sertifikat untuk Dallas?"
Si Bungsu tidak peduli. Dia mendekati temannya yang terbaring itu. Dari balik lengan nya dia ambil dua buah samurai kecil. Dua dokter di ambulan itu termasuk dua perawat wanita, ternganga. Si bungsu merobek baju didada Tongky. Kemudian setelah sejenak memejamkan mata, mengingat pelajaran tentang menghentikan peredaran darah yang dulu dia pelajari di Jepang, dia pelajari dari Zato ichi, lalu dia menekan beberapa tempat peredaran darah di leher dan dada Tongky.
Kemudian…Samurai kecil yang luar biasa tajamnya itu bekerja. Sebentar saja dada Tongky terbelah tanpa setetes pun meneteskan darah! Dokter dan perawat ternganga. Si Bungsu dengan hati-hati mencungkil dua peluru yang bertahan ditulang dekat jantung Tongky. Rongga dada temannya itu penuh darah. Dia menyerahkan dua peluru itu pada si Dokter.
"Kini tugas anda dokter…"katanya.
Dokter yang masih setengah ternganga itu mendekatkan kepalanya. Melongok ke rongga dada Tongky, kemudian menatap kedua peluru yang barusan di serahkan si Bungsu.
Dia mengambil sejenis kapas dan mulai mengeringkan darah di dada Tongky yang di sebabkan luka tembakan itu. Kemudian menekan Jantung Tongky perlahan. Menekan dengan ibu jarinya, hati-hati sekali. Salah-salah jantung yang lunak itu bisa jebol! dan Tongky mulai bernapas! Air mata mengalir dimata si Bungsu. Temannya itu hidup!
"Jahit…"dan luka dijahit oleh dokter yang seorang lagi.
Ambulan itu sampai dirumah sakit dan mereka bergegas turun. Dan hampir berlarian, mereka menuju ruang operasi.
"Peluru di kepalanya harus di keluarkan. Mudah-mudahan tidak mengenai otak.."kata dokter pada si Bungsu sambil berlarian kecil mengikuti brankar yang di dorong cepat itu.
Di ruang operasi segalanya telah disiapkan. Dokter ahli yang lain sudah ada disana, dan operasi siap di mulai. Namun alat perekam seperti televisi yang ada disebelah kanan tiba-tiba hanya memperlihatkan garis lurus, sebentar ini masih memperlihatkan naik turun seperti grafik, kini..
"Pompa jantungnya.."
Dokter segera menekan jantungnya, tak ada hasilnya.
"Buka jahitannya…"
Dokter yang satunya segera membuka jahitan didada Tongky. Kemudian kembali menekan jantung dengan ibu jari.
Sekali, dua kali. Si Bungsu menanti. menanti. Berdoa dan menanti…. menanti dan berdoa. Lama sekali. Lamaaa sekali!