Orang itu mulai memberi petunjuk. Mula-mula yang diperintahkannya adalah para lelaki yang duduk didepan sekali dan yang nomor dua. Barangkali orang-orang penting. tetapi yang dia sebut Mentri itu di robah lagi tak jadi pindah. Sendirian di tinggalkan di kursi paling depan itu, Kemudian bahagian-bahagian lainnya di pindahkan juga.
Keruwetan terjadi saat akan memindah kan seorang perempuan tua. Mungkin karena kaget atau takut dia tak bisa berdiri. Perempuan itu akhirnya di suruh bantu oleh seorang anak muda. Tak dapat tidak, isi pesawat itu di liputi ketegangan. kemudian lelaki yang berkaca hitam yang nampaknya adalah salah satu pimpinan dari teroris ini mulai menjelaskan identitas mereka.
"Kami dari Kuba, kami kelompok Fidel castro. Kami menuntut sepuluh tahanan politik dan militer yang kini dalam penjara El Paso dan Al catras, yang berhaluan Marxis-Leninisme yang di penjarakan Rezim Kennedy, segera di bebaskan. Kami akan menukarkan yang kesepuluh orang itu dengan Tuan Mentri muda Urusan Pertahanan Amerika Serikat yang ada di pesawat ini. Pesawat ini tengah di perintahkan pimpinan kami untuk menuju Mexico city, Ibukota Mexico. Kami menunggu pertukaran tahanan politik itu di mexico... Selama tahanan itu belum muncul, tak seorangpun diantara Anda yang akan meninggalkan pesawat.
Nah, kami kira semuanya cukup jelas. Jangan panik, yang ingin buang air dan sebagainya, disilahkan ke toilet seperti biasa. Asal jangan coba-coba berbuat yang tidak-tidak. Bahkan kalau Anda ingin kopi, teh atau makanan, Anda bisa menekan bel, dan pramugari akan kami perintahkan melayani Anda. Kami yakin Anda akan membantu kami demi tegaknya Komunisme Internasional. Terima kasih atas kerjasama Anda..''
Dia meletakan mik itu. Kemudian mengambil earphone, memencet tombol di dinding dekat pramugari yang masih duduk dan tak tahu harus berbuat apa. Dia bicara beberapa patah. Kemudian lelaki tersebut meminta ketiga pramugari yang masih duduk terbengong- bengong itu untuk pindah ke deretan kedua, di sisi yang berlainan dari Menteri Amerika Serikat tersebut.
Lelaki itu menuju ke cokpit. Mengetuk pintu dua kali. Ketika pintu terbuka, lelaki itu masuk. Tempatnya di dekat earphone tadi segera digantikan oleh pembajak lain yang berjambang lebat. Tak lama setelah lelaki pertama masuk, pintu ruang pilot terbuka. Dari sana muncul gadis Itali itu. Masih tersenyum ramah. Namun di tangannya ada sepucuk pistol.
Lelaki berjambang itu memberi hormat, serta bersikap takzim sekali pada gadis itu. Gadis itu tegak dan meraih mik yang tadi dipakai oleh si lelaki pertama, yang kini nampaknya bertugas mengawasi pilot dan copilot di depan sana. Lewat mik pramugari Itali itu bicara, suaranya merdu dan lembut:
''Selaku pimpinan dari regu pembebasan ini, saya mohon maaf atas terganggunya perjalanan Anda sekalian. Namun percayalah, pengorbanan Anda yang sedikit itu adalah demi kejayaan Komunisme..''
Gadis itu berhenti. Melayangkan pandangan lewat matanya yang biru dan senyumnya yang memikat ke seantero ruangan pesawat. Tongky kembali menyikut si Bungsu, berbisik:
''Anda ternyata benar, kawan. Maksud saya firasat Anda tadi. Anda punya indra keenam yang amat tajam. Tapi .. ngomong-ngomomg, pacar Anda ini rupanya punya pangkat yang lebih tinggi. Pimpinan regu pembebasan sepuluh orang tahanan politik dan militer. Hmm, dan harap ingat pula, perkiraanku juga benar, bahwa dia bukan orang Italia, meski dia bekerja di Air Italian. Dia orang Cuba. Perempuan Cuba, kalau dapat tidur dengannya,wouww!''
Tongky tertawa sendiri. Suara tawanya membuat para pembajak itu menatap tajam. Salah seorang di antaranya, yang tegak tak begitu jauh dari tempat mereka, bertanya:
''Anda yang kribo, saya rasa Anda dari Afrika, apa yang membuat Anda gembira hingga tertawa begitu?''
Ucapan orang itu sopan sekali, namun siapa pun dapat merasakan nada hinaan dalam kalimat 'Afrika' yang dia ucapkan. Namun Tongky sedikitpun tak merasa tersinggung, dengan senyum lebar dia menjawab:
''Terima kasih Anda punya pengetahuan dan rasa hormat yang dalam pada leluhur saya. Tentang kegembiraan, sehingga membuat saya tertawa, karena rute perjalanan yang dirobah ini..''
Seluruh pembajak dalam pesawat itu menatapnya.
''Teruskan…kawan..'' kata pembajak yang tadi bertanya.
Mau tak mau beberapa penumpang ikut-ikutan menoleh pada Tongky. Kawan di Bungsu itu menyambung:
''Yang membuat saya gembira adalah diperpanjangnya perjalanan ini. Kami membayar hanya untuk Singapura-Dallas, kini siapa sangka, Tuan-tuan berbaik hati membawa kami ke Mexico. Mana tahu, kami bisa pula melihat Cuba. Ah, negeri tuan pasti bagus sekali….he..he..''
Beberapa penumpang nyengir. Para pembajak itu saling pandang sesamanya. Gadis cantik pimpinan teroris itu ikut tersenyum. Tongky bicara dengan menghadap pada gadis itu.
''Kawan di sebelah saya ini orang Indonesia tulen. Dan maaf, dia amat tertarik pada Nona, sebagaimana halnya semua lelaki di pesawat ini..''
Si Bungsu jadi merah mukanya. Tak kalah merahnya adalah wajah para pembajak. Salah seorang yang tegak di dekat mereka segera mendekati dan berniat memukul Tongky, namun gadis cantik itu memberi isyarat mencegah. Lelaki itu surut lagi ke tempatnya semula. Dengan masih tersenyum, gadis itu bertanya langsung pada si Bungsu.
"Apakah benar ucapan temanmu itu, Love?''
Si Bungsu tak menjawab, yang menjawab justru Tongky. Dia menjawab dengan siulan nyaring tatkala gadis itu memanggil si Bungsu dengan 'love'.
''Nona, Anda bisa menimbulkan perang dalam pesawat ini dengan hanya menyebut Love kepada kawanku ini saja. Anda harus adil..'' ujar Tongky.
Penumpang lain semakin nyengir dalam situasi genting itu. Lelaki keparat dari mana pula ini, dalam keadaan gawat begini, di bawah todongan bedil dan granat pembajak Cuba, masih sempat berseloroh tak menentu, pikir mereka. Akan halnya gadis itu masih tetap tersenyum. Senyumnya baru lenyap tatkala dari loud speaker terdengar suara:
''Nona Yuanita, Yuanita Pablo, Pemerintah Amerika ingin bicara langsung dengan Nona di radio..''
Itu adalah suara pilot pesawat tersebut. Aksen Jepangnya kentara sekali. Gadis itu, yang ternyata bernama Yuanita Pablo, segera meninggalkan tempatnya berjalan ke ruangan pilot. Suasana di dalam kabin kembali sepi. Orang saling pandang sesamanya. Tak lama kemudian pintu cokpit kembali terbuka, lelaki berkacamata yang bicara atas nama pembajak tadi yang beberapa saat berada di cokpit menggantikan Yuanita, kini muncul.
Dia langsung menuju Menteri Muda Pertahanan Amerika, yang duduk di barisan depan. Dengan pistolnya dia memberi isyarat untuk berdiri. Dua orang lelaki di deretan ketiga, yang tadi duduk di belakang menteri itu, kelihatan bergerak, lelaki yang berkaca mata hitam mengangkat granat di tangan krinya, dan berkata dingin ke arah mereka:
''Kami tahu, Anda dari CIA atau FBI, tapi jangan berlagak jagoan dalam pesawat ini. Kami juga tahu, kalian membawa senjata. Jangan sekali-kali mencoba, kalau tak ingin pesawat ini kami ledakan. Kalau tak ingin menteri ini kami bunuh''.
Sehabis berkata dia lalu memberi isyarat, menteri muda itu maju, namun dua lelaki di belakang sana, yang barangkali memang dari CIA atau FBI pengawal menteri itu, kelihatan kembali bergerak. Lelaki berkacamata itu berbalik, menembak!
Salah seorang dari anggota CIA itu terjungkal dengan dada berlobang. Mati! Orang pada memekik dan panik. Kemudian terdengar bentakan-bentakan menyuruh diam. Sepi.
''Saya peringatkan kalian, jangan main gila. Saya bisa menghabisi nyawa kalian semua. Itu tadi sebuah peringatan, bahwa kami tak main-main. Ini satu lagi sebagai bukti kami tidak main-main..'' sehabis ucapannya dia berputar, mengarahkan pistol ke kepala menteri tersebut. Lalu menembak!
Menteri Muda Urusan Pertahanan Amerika Serikat itu terlonjak, demikian pula beberapa staf pengawalnya, mereka segera merogoh kantong, mencabut pistol. Namun kembali lelaki itu menembak dua kali ke arah penumpang. Dua lelaki terjungkal, mati!
Ini adalah peperangan di udara! Penumpang semakin panik. Mereka menunduk dalam-dalam di kursi masing-masing. Tiga orang sudah mati dalam waktu singkat. Ketiga mereka memang dari CIA! Akan halnya Menteri Muda itu sendiri masih tetap tegak. Tembakan tadi hanya ditujukan ke telinganya. Dan telinga kanannya kini berdarah, separuh putus.
Sepi.
''Kami ingin membuktikan bahwa kami tak main-main. Kami siap meledakan pesawat ini berikut seluruh isinya..'' ujar lelaki itu.
Tatapan matanya yang tajam diarahkan pada si Bungsu dan Tongky. Dua lelaki yang dia lihat tak sedikitpun berusaha menyurukkan kepala, tatkala tadi dia menembak. Kali ini yang bicara adalah Menteri Amerika itu:
''Teror yang kalian lakukan takkan ada gunanya. Pemerintah kami takkan melayani permintaan kalian..''
''Itu berarti nyawamu dan nyawa stafmu jadi taruhan, Tuan Menteri..''
''Kami siap mati untuk negeri kami..'' ujar menteri itu tegas.
Tubuhnya didorong ke dalam cokpit. Cokpit itu jadi sempit dengan empat orang di dalamnya. Si pramugari yang jadi pimpinan pembajak, pilot dan copilot, ditambah di lelaki berkaca mata, kini masuk lagi menteri muda itu.
''Presiden Kennedy ingin bicara dengan Anda..'' ujar pilot Jepang itu sambil menyodorkan radio pada menteri muda tersebut.
Menteri muda itu menekan tombol di radio dalam genggamannya. Dia menyebutkan namanya dan dari seberang sana, terdengar suara John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat:
''Anda sehat-sehat, Tuan Menteri?''
''Yes, Mr. President''
''Bagaimana situasi dalam pesawat Anda..'' radio itu segera direbut oleh si pramugari dan bicara:
''Kami ingin mengingatkan Anda, Tuan Presiden, di dalam pesawat ini beberapa orang telah ditembak mati….'' pramugari itu berhenti, sebab lelaki berkaca mata itu memberi isyarat dengan mengacungkan tiga jari, kemudian dia sambung lagi:
''Kini jumlah yang mati sudah bertambah dua lagi. Kami kira dia adalah orang CIA yang ikut bersama menterimu. Dan kami akan meledakan pesawat ini berikut seluruh isinya jika Tuan tak memenuhi tuntutan kami…''
Tak ada jawaban. Sepi. Presiden Kennedy di Gedung Putih sana nampaknya kaget juga dengan perkembangan baru dalam pesawat itu.
Cukup lama situasi sepi, sementara pesawat terbang terus menuju Mexico City, ibukota Negara Mexico. Tiba-tiba suara Kennedy kembali terdengar:
''Saya harap Anda, Nona Yuanita, atau siapapun nama Anda, merinci lagi tuntutan Anda..''
''Saya sudah menyampaikannya beberapa menit yang lalu, Tuan Presiden. Dan itu tak ada gunanya untuk diulangi. Kami akan mendarat di Mexico City. Kami beri Anda waktu 24 jam untuk mendatangkan tawanan yang kami minta, berikut sebuah pesawat jumbo jet yang siap diterbangkan kemana yang kami inginkan..''
''Saya memikirkan tuntutan Anda, Nona. Tapi ada baiknya Anda menghubungi lapangan udara Mexico City. Kami akan menghubungi Anda kembali..''
Sepi.
Yuanita bertatapan dengan lelaki berkacamata hitam itu. Lalu menekan tombol penghubung kembali, namun tak ada tanda terima dari sana.
''Hubungi presiden babi itu. Kami tak peduli apakah dia main gila dengan meminta pemerintah Mexico untuk menolak kami mendarat. Kalau itu terjadi, maka pesawat ini akan diterbangkan langsung ke New York..'' pramugari cantik itu mulai berkata dengan marah pada pilot.
Pilot Jepang itu berusaha beberapa kali, dan akhirnya hubungan tersambung lagi. Tapi suaranya putus-putus, ada gangguan cuaca. Pilot itu kembali mencoba dan berhasil.
''Tuan Presiden, nona ini ingin bicara..''
''Ya..''
Yuanita merebut radio itu, dan bicara dengan nada dingin:
''Presiden, bila Anda coba meminta Pemerintah Mexico untuk menolak kami mendarat, maka pesawat ini, dengan enam puluh empat penumpangnya, dua puluh diantaranya wanita, enam orang anak-anak, akan kami terbangkan menuju New York. Akan kami tubrukan ke gedung PBB, atau kami langsung ke Washington, menubrukkan pesawat ini ke Gedung Putih. Kalau tak sampai, kami akan membiarkan pesawat ini meluncur jatuh kehabisan bahan bakar..''