Yuanita memutuskan hubungan, memerintahkan menghubungi pelabuhan udara Mexico City. Dengan cepat pelabuhan udara yang memang telah disiagakan sejak terdengar pembajakan itu dapat dihubungi.
''Di sini DC 10 Japan Air Lines Nomor penerbangan….'' pilot itu menjelaskan segala identias penerbangannya. Kemudian minta bicara dengan tower. Minta izin untuk mendarat.
Namun petugas tower memberi jawaban:
''Maaf lapangan kami tertutup untuk Anda, harap mencari lapangan lain, roger…''
Yuanita bertatapan dengan lelaki berkacamata hitam tadi. Lalu menyambar radio dari tangan pilot tersebut, kemudian dengan nada yang amat mengancam berkata:
''Kami akan tetap terbang menuju lapangan Anda. Jika Anda tidak mengosongkan lapangan, maka saya akan perintahkan pesawat tetap mendarat. Jika perlu dengan menabrak tower dimana Anda bertugas. Anda boleh sampaikan ini pada Presiden Anda agar dia menyampaikannya pada Presiden Kennedy yang meminta kalian untuk melarang kami mendarat di Mexico City! Setelah ini tak ada tanya jawab!''
Dan radio itu dia sangkutkan. Pilot menatapnya.
''Kita berada dalam bahaya besar jika tak berhubungan dengan lapangan, Nona..'' katanya pelan.
Gadis bekas pramugari itu tersenyum.
''Apa artinya bahaya itu, di sini juga ada segudang bahaya…'' katanya sambil memberi isyarat pada lelaki berkaca mata hitam yang menjadi wakilnya itu. Si lelaki segera mendorong Menteri Muda Amerika Serikat itu untuk keluar dari ruangan cokpit.
''Kita terus ke Mexico City?'' pilot Jepang itu bertanya pada gadis yang masih saja mengacungkan pistolnya.
"Ya. Terus..!'' dan gadis itu meraih peta di sisi pilot, kemudian memperhatikannya. Lalu beralih memperhatikan instrumen pada pesawat DC 10 itu. Pilot dan copilot tersebut memang tak mungkin membohongi jalur penerbangan mereka.
Selain bisa membuat para pembajak ini marah, juga karena mantan pramugari ini demikian hapal dengan jalur penerbangan yang mereka tempuh. Pengalamannya sebagai pramugari senior membuat dia mengerti memakai instrumen yang ada di pesawat tersebut. Sekaligus juga bisa membaca dan memanfaatkan peta penerbangan.
Di ruang penumpang, si Bungsu dan Tongky yang sejak beberapa saat terdiam, mulai menghitung-hitung kemungkinan. Tongky jelas membawa sebuah pistol merek Lucer buatan Jerman. Pistol otomatis yang mampu memuntahkan selusin peluru. Tapi, pembajak terpencar posisinya. Di cokpit kini justru jadi bertiga dengan lelaki yang menggantikan kedudukan si kaca mata.
Kemudian di tengah dua orang. Masing-masing tegak dekat pintu darurat kiri dan kanan. Lalu dua orang di belakang. Jadi jumlah pembajak ini tujuh orang. Jumlah yang tak dapat dikatakan kecil. Jika dia menembak yang di depan, maka yang di belakang dan di tengah akan menghujaninya dengan peluru.
Itu masih mendingan, bagaimana kalau yang lain justru tidak membalas menembak, tetapi langsung melemparkan granat yang ada di tangan mereka? Pesawat ini akan hancur berkeping-keping sebelum menyentuh bumi, atau letaklah mereka tak sempat melempar granat itu, namun bahaya tetap saja ada.
Si Bungsu barangkali bisa membereskan yang dua di tengah ini. Dengan samurai-samurai kecil yang tersisip di lenganya si Bungsu bisa membereskan kedua pembajak ini. Namun, granat di tangan mereka nampaknya dari jenis yang amat sensitif. Tak perlu mencabut pen untuk meledakannya. Begitu jatuh, granat itu langsung meledak. Jadi begitu kena tembak atau kena serangan semurai, mereka tentu jatuh, mungkin menimpa lantai, mungkin menimpa tempat duduk. Dan…
''Tak mungkin kita bergerak dalam pesawat ini…'' bisik Tongky.
Si Bungsu mengangguk. Ya, mereka memang tak bisa berbuat apa-apa. Mereka terpaksa menanti pesawat ini mendarat di suatu tempat. Baru bertindak.
''Tapi cewekmu itu pintar juga..'' tiba-tiba Tongky berbisik.
Si Bungsu menoleh. Tongky memberi isyarat ke depan. Di depan sana, cewek yang dimaksud oleh Tongky tak lain dari pramugari Italian Air Servis itu.
"Kau ingat ketika mula berangkat dari Singapura? Dia dengan ramah membantu para pramugari pesawat ini. Dan dia berhasil menuju cokpit tanpa seorangpun mencurigainya. Dan saat yang paling menentukan, yaitu saat pembajakan dimulai, dia juga masuk cokpit dengan membawa makanan untuk pilot. Makanan bersama pistol. Rencana yang matang.
Tapi..semua mereka lakukan demi apa yang mereka sebut sebagai "komunisme internasional". Hmm, kau harus mendukung pembajakan ini kawan..'' ucap Tongky.
Si Bungsu menoleh lagi pada Tongky. Dia tak mengerti kenapa dia harus mendukung pembajakan ini seperti yang diucapkan Tongky. Dan kawannya itu segera menjelaskan:
''Maksudku, mereka ini berjuang demi kejayaan komunisme. Bukankah negerimu kini tengah menuju sistem komunis secara kongkrit? Kalau negerimu menganut faham komunis, maka mau tidak mau tentu kau harus membantu mereka lari, demi cinta pada nusa dan bangsa..''
Tongky nyengir. Bungsu juga nyengir. Di dalam pesawat itu kini nampak kesibukan menyingkirkan mayat-mayat yang tadi ditembak si lelaki berkacamata hitam. Mayat-mayat orang CIA yang menjadi pengawal Menteri Muda Amerika itu.
Betapapun jua, pembajakan ini adalah pembajakan yang luar biasa efeknya dalam percaturan politik internasional.
Komunis Cuba adalah front terdepan Uni Sovyet dalam menghadapi Amerika Serikat. Cuba persis di depan jantung Amerika Serikat. Atas permintaan Fidel Castro, Rusia telah mengirim tidak hanya persenjataannya ke sana, tetapi lengkap dengan ribuan tentara dan tenaga-tenaga ahli militer.
Bukan rahasia lagi, Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy amat marah dengan tingkah laku Rusia di Cuba itu. Krisis hubungan diplomatik antara Amerika dengan Rusia memang tengah menuju titik paling nadir dalam sejarahnya, dengan campur tangannya Rusia di Cuba.
Amerika Serikat tidak peduli komunis ikut campur dalam negeri orang lain, itu sudah dia buktikan dengan membiarkan Komunis di Polandia. Negeri itu jauh sekali dengan Amerika. Dan negeri itu memang suka pada Komunis. Tapi Cuba, negeri yang hanya sejengkal dari Amerika itu, merupakan duri dalam daging bagi Amerika atas kehadiran Rusia di sana.
Secara geografis, Rusia harus terbang melewati berbagai negara untuk mencapai Cuba, bahkan harus melangkahi Amerika Serikat. Jika pecah perang antara Amerika dan Rusia, maka Rusia tak perlu terbang jauh-jauh dari negerinya untuk memerangi Amerika. Dia cukup memerintahkan orang-orangnya yang ada di Cuba, yang hanya sehelaan nafas dari Amerika.
Kalaupun Cuba hancur diserang Amerika, negeri Rusia tak rusak sedikitpun. Menurut Amerika, di sinilah letak liciknya Rusia. Dan Kennedy bukannya tak tahu taktik itu.
Untuk berperang dengan Rusia, Amerika harus menghadapi dua front. Yaitu Cuba serta Rusia. Maka tak ada jalan lain, Rusia harus membongkar pangkalan-pangkalan peluru kendalinya dari sana. Kini usaha itu tengah dilancarkan oleh Amerika. Kemarahan Amerika makin menjadi tatkala Cuba mempergunakan kedutaan-kedutaanya di beberapa negara bagian Amerika Serikat sebagai markas kegiatan mata-matanya.
Tanpa ampun, mereka ditangkapi dan dijebloskan ke penjara Alcatras. Yaitu salah satu penjara terkukuh di sebuah pulau di depan kota New York, dan dijaga amat ketat. Para spion Cuba itu terdiri dari diplomat-diplomat sipil maupun Atase Militer.
Kini, merekalah yang dituntut oleh para pembajak ini untuk dibebaskan sebagai ganti tujuh puluh penumpang dan seorang Menteri Muda Amerika dalam pesawat Japan Air Lines ini. Pesawat yang dibajak dimana si Bungsu dan Tongky ada di dalamnya!
Pesawat itu terus terbang menuju Mexico. Tak seorangpun diantara mereka yang ada di pesawat tahu apa yang tengah terjadi di daratan sana. Tak seorangpun yang tahu betapa sibuknya pemerintah Amerika dan pemerintah Mexico karena pembajakan ini.
Mereka tak tahu, bahwa Presiden Kennedy telah bicara langsung dengan Presiden Cuba, Fidel Castro lewat telepon merah, telepon super penting yang baru kali ini dipergunakan dalam jalur Washington-Cuba.
Celakanya Presiden Castro menolak memikul tanggungjawab atas pembajakan itu. Kennedy jadi berang mendengar jawaban Castro. Namun dia berusaha menekan amarahnya.
''Saya berharap Anda menempuh jalan wajar kalau memang ingin para tahanan politik bangsa Anda yang ditahan di Alcatras dibebaskan, Mr. Presiden..'' kata Presiden Kennedy.
''Maaf, Tuan Presiden. Saya tak tahu siapa yang Tuan maksudkan telah membajak pesawat Jepang itu. Saya tak mengenal mereka, dan saya juga tak ingin atau tak punya niat untuk menuntut pada Tuan agar membebaskan tahanan politik yang tuan maksudkan itu. Maaf!''
''Saya bisa beritahu pada Anda, siapa yang membajak pesawat itu. Jumlahnya tujuh orang. Satu diantaranya yang jadi pimpinan adalah seorang gadis bernama Yuanita. Berumur 24 tahun. Ayahnya orang Cuba asli, ibunya orang Mexico. Sejak sepuluh tahun yang lalu dia menjadi Warga Negara Italia. Dan itu memungkinkan dia bekerja di perusahaan Air Italian sebagai pramugari. Dia mendapat pendidikan sebagai teroris di negeri Anda, di Cuba, selama dua tahun. Dia masih belum menikah, kedua orangtuanya kini ada di Cuba, di negeri Anda. Seorang lagi yang bertindak sebagai wakil Yuanita, dikenal sebagai orang yang bernama Costra Niotas. Seorang yang pernah menjadi Sekretaris pada Kedutaan Besar Cuba di Rusia. Terakhir dia berada di Cuba sebulan yang lalu, kemudian terbang ke Hongkong dan datang lagi bersama pesawat yang dibajak itu…..''
Presiden Kennedy yang sebenarnya ingin melanjutkan memberi informasi identitas ketujuh pembajak itu, namun dia berhenti bicara sebab mendengar tawa Fidel Castro.
''Maaf, saya mendengar Anda tertawa…''
''Benar, Tuan Presiden. Saya tertawa karena badan intelijen Anda demikian pandainya membuat laporan palsu. Demikian detilnya mereka mengetahui kapan gadis itu berada di Cuba, kapan lelaki yang menurut Tuan bernama Costra Nitas itu berada terakhir di Cuba, kemudian berangkat ke Hongkong. Saya khawatir, negeri saya telah dipenuhi mata-mata dari CIA, sehingga tuan dapat tahu bila saya harus ke kamar kecil…hee..he..''
Muka Kennedy jadi merah padam. Betapapun memang ada benarnya, dengan membeberkan semua keterangan tadi, Castro jadi tahu bahwa negerinya dimata-matai oleh CIA. Sebab darimana keterangan itu diperoleh kalau tidak lewat CIA? Namun cara Castro mempermainkannya benar-benar menyinggung perasaan Kennedy.
''Tuan benar-benar turunan teroris, Castro. Tuan akan menerima pembalasan dari rakyat Amerika. Kami akan membunuh semua pembajak dalam pesawat itu. Saya telah coba menempuh jalan yang baik, namun Anda tak menggubrisnya. Anda memang lebih suka banyak orang yang jadi korban demi komunis. Anda memang patut jadi pesuruh komunis, tuan Castro!''
Sebelum Castro sempat membalas memaki, Kennedy menghempaskan gagang telepon itu.
Dengan muka merah, dia menatap keliling kepada para menterinya yang hadir dalam Ruangan Oval, di ruang kerjanya. Para menterinya yang mendengar percakapan tadi pada terdiam.
''Di mana pesawat itu sekarang..?'' tanya Kennedy.
''Tiga jam menjelang Mexcico City, Presiden''.
''Pasukan khusus itu sudah disiapkan?''
Pertanyaan itu ditujukan pada Direktur CIA.
''Sudah, Presiden''.
''Pasukan yang dimana yang Anda rekrut?''.
''Pasukan yang di El Paso. Kota terdekat di negara bahagian Texas yang berbatasan dengan Mexico''.
"Kenapa tidak pasukan Marinir?''
''Untuk menerbangkan Marinir ke Mexico dibutuhkan waktu enam jam. Artinya tiga jam setelah pesawat yang dibajak itu mendarat di Mexico City.
Tak seorangpun diantara kita yang tahu apa yang terjadi selama waktu itu. Sementara kalau pasukan perbatasan yang di El Paso itu hanya membutuhkan waktu satu setengah jam mencapai Mexico City. Artinya mereka sudah bisa ada di lapangan udara mempersiapkan segala kemungkinan jauh sebelum pesawat yang dibajak itu mendarat. Lagi pula, pasukan khusus yang di El Paso itu adalah pasukan pilihan.''