"Justru itu, bawalah dia. Dari sana lebih dekat ke negerinya di Jepang sana.." ujar si letnan.
Pembicaraan mereka terputus oleh ledakan peluru mortir. Saat pilot dan copilot heli itu selesai menurunkan peti-peti berisi senjata, dibantu beberapa orang anggota PRRI, si letnan menyuruh anggotanya menaikkan Michiko yang masih belum sadar ke helikopter. Kemudian mengikatkan tubuhnya dengan kuat.
Tembakan pasukan APRI terdengar makin dekat. Dengan berkali-kali mengucapkan "shit…shit..shit" pilot Amerika itu melompat ke helikopternya yang mesinnya tidak pernah dimatikan.
"Di peti itu ada lima pucuk 12,7 dan 10 buah Bazoka serta dua lusin gren…" teriak si pilot sambil menaikan helikopternya mengudara dan segera menjauh dari pinggang gunung itu, dan lenyap di kegelapan malam. Kembali menuju Laut China Selatan.
Si Letnan dan anggotanya yang masih bertahan segera mengamankan peti-peti senjata itu. Mendorongnya ke sebuah goa batu cadas, kemudian mereka ikut masuk kedalamnya. Goaitu pintunya kecil saja, namun makin ke dalam makin besar dan jalannya menurun.
Sekitar lima puluh meter goa itu berkelok ke kanan jalannya kembali mendaki. Ujungnya muncul di seberang pintu yang tadi mereka masuki.
Pintu masuk dan pintu keluar itu dipisahkan oleh sebuah jurang yang sangat dalam, goa itu seperti membentuk huruf "U". Artinya dari mulut goa dimana kini mereka berada dapat mengawasi mulut goa tersembunyi yang tadi mereka masuki, yang jaraknya hanya sekitar 50atau 60 meter, tapi dipisahkan oleh jurang yang amat dalam. Mereka tak perlu mengawasi apa-apa, sebab pintu masuk itu amat terlindung dan mustahil ditemukan pihak APRI. Yang akan mereka temukan paling-paling barak darurat yang berada sekitar seratus meter dari mulut goa. Mereka lalu tidur kelelahan, bukan pekerjaan yang ringan naik turun tebing terjal dari siang sampai malam, apalagi harus memikul tandu bermuatan orang yang sedang sekarat.
-oOo-
Si Bungsu membuka mata dan dia mendapati dirinya di bangsal sebuah rumah sakit. Itu terlihat dari tempat tidur berderet-deret dan belasan pasien sedang dirawat, dia rasakan kepalanya berdenyut-denyut. Saat dia raba ternyata kepala nya terbungkus perban. Dia coba menggerakan kedua kakinya, kemudian kedua tangannya.
Alhamdulillah, tak ada yang patah atau putus. Jadi hanya kepalanya yang cedera, itupun dirasanya tidak terlalu parah. Buktinya dia bisa menolehkan kepalanya perlahan kekiri maupun kekanan, hatinya jadi agak lega.
Dari penjelasan perawat diketahuinya bahwa penumpang konvoi, termasuk para pelajar SGKP, meninggal dan pencegatan itu. Konvoi itu baru bisa lepas dari jebakan setelah sore, yaitu ketika datang sekompi tentara dari padang, di antaranya sepeleton RPKAD yang baru sehari datang dari jakarta.
Selama terjadinya pergolakan sudah dua kali peristiwa yang merenggut begitu banyak korban. Pertama penyerangan ke kota Bukittinggi, kedua pencegatan di Lembah Anai. Dua tragedi itu meninggalkan bekas yang sangat dalam dan tak mudah dilupakan. Apalagi mayoritas yang tewas dan serangan ke Bukittinggi adalah penduduk sipil. Sementara mayoritas korban di lembah anai adalah anak-anak sekolah dan juga sipil! Peluru tidak pernah bisa membedakan mana orang yang terlibat pertempuran mana yang tidak.
Si Bungsu mencari informasi keberadaan Michiko. Namun tak seorang pun perawat itu yang mengetahui ada seorang gadis Jepang yang dikirim kerumah sakit itu. Dua anak SGKP yang kebetulan menaiki bus yang sama dengan Michiko juga tidak tahu apa yang terjadi dengan gadis itu.
"Kami mengetahui keberadaannya di dalam bus, soalnya, selain orang asing, dia amat cantik, ramah dan rendah hati pula. Di Bus dia menjadi sahabat semua orang, tapi ketika sopir tertembak dan bus bersandar ke dinding batu, semua kami pada berhamburan keluar menyelamatkan diri. Beberapa teman termasuk saya terkena tembakan setelah berada di luar. Saat keluar dari bus itu kami tak mengingat apapun,kecuali mencari perlindungan kedalam hutan terdekat…." tutur gadis yang perutnya terkena tembakan itu.
Tapi baik gadis anak SGKP itu maupun dua perempuan lainnya yang berada satu bus dengan Michiko, mengatakan bahwa mereka semua mereka mendaki tebing terjal. Mencari pohon atau bebatuan yang bisa dijadikan perlindungan dari terjangan peluru. Malangnya mereka tidak tahu peluru datang nya dari mana, sehingga mereka harus dimana. rasanya tembakan dari depan, belakang, kiri, kanan, bahkan dari atas! nyaris tidak tempat berlindung sama sekali.
Siang itu si Bungsu di beritahu kalau ada dua tamu yang ingin menemuinya. Ketika tamu datang, dua orang tentara berbaret merah disangkanya Letnan Fauzi dan Letnan Azhar. Ternyata dugaannya meleset.
"Assalamualaikum …"ujar anggota RPKAD berpangkat kapten yang baru datang itu sambil mengulurkan tangan.
"Waalaikumsalam…"Jawab si Bungsu sambil menerima salam tentara itu.
"Saya Syafrizal, sanak yang bernama Bungsu, kan?"
"Ya…"
"Yang pernah ke Jepang dan berasal dari Situjuh Ladang Laweh?"
Si Bungsu heran dan menatap tentara itu. Darimana orang ini tahu siapa dirinya?
"Bapak tahu nama saya dari mana?"
"Panggil saya Syafrizal saja. Saya tahu banyak tentang Sanak. Saya dengar dari Fauzi, ponakan saya.."
"Fauzi, anggota RPKAD itu..?"
"Ya, dia keponakan saya. Kami semua di Jakarta. Saat baru pulang dari bertugas di daerah ini, dia bercerita banyak tentang situasi di sini. Termasuk tentang Sanak. Apalagi kemudian saya ditugaskan menggantikan peleton yang dia pimpin di daerah ini. Kenalkan, ini Arif, teman saya.." ujar kapten itu memperkenalkan temannya yang sama-sama datang dengan dia, yang berpangkat sersan mayor.
Mereka lalu duduk di ruang tamu rumah sakit itu. Tiba-tiba si Bungsu dikejutkan oleh pertanyaan kapten Syafrizal.
"Sudah dapat kabar tentang Michiko?
"Beb…belum" jawabnya gugup dan berdebar.
Kapten Syafrizal menceritakan bahwa setelah penyergapan di Lembah Anai itu Michiko ditemukan malam hari di atas sebuah batu besar, dalam keadaan terluka dan tak sadar diri.
Karena cerita tentang si Bungsu yang "sahabat" PRRI maupun "sahabat" APRI sudah tersebar luas, maka kisah dia dicari gadis Jepang cantik bernama Michiko juga ikut tersebar luas. Itu sebab anggota PRRI yang menemukannya segera mengenali gadis Jepang yang luka itu adalah kekasih si Bungsu, dan mereka merasa berkewajiban menolongnya.
Atas perintah seorang perwira pasukan PRRI Michiko lalu dibawa dengan tandu ke barak rahasia PRRI di pinggang Gunung Singgalang, untuk diselamatkan. Barak rahasia itu dibuat untuk menerima suplay senjata dari Amerika, yang sering mengirim persenjataan dengan helikopter dari salah satu tempat di Laut Cina Selatan, atau mungkin dari Singapura.
Bersamaan dengan sampainya mereka di barak tersembunyi tersebut, APRI yang telah mencium keberadaan barak rahasia PRRI itu sebagai salah satu tempat menunggu suplay senjata dari Amerika, menyerang tempat tersebut. Perwira PRRI itu meminta tolong kepada pilot helikopter Amerika bernama Tomas untuk membawa Michiko yang terluka ke Singapura. Pilot itu semula menolak, tapi karena Michiko sudag dinaikkan ke heli, dan serangan APRI makin menjepit, heli itu berangkat dengan membawa Michiko.
Si Bungsu termenung mendengar penuturan Komisaris Polisi Syafrizal tersebut.
"Dari siapa cerita ini Sanak peroleh?" tanya si Bungsu perlahan.
"Kendati PRRI dan tentara Pusat berperang, namun sejak awal APRI memiliki kontak-kontak khusus dengan beberapa perwira PRRI.
Perang saudara ini sama-sama tidak dikehendaki. Baik oleh PRRI maupun tentara Pusat.
Cuma sudah kadung terlanjur, kami dengar kabarnya sudah ada usulan kepada Presiden Soekarno untuk secepatnya mengeluarkan amnesti bagi anggota PRRI yang meletakkan senjata. Nah, informasi ini saya peroleh dari sumber-sumber itu.
Dari orang-orang yang merasa Sanak adalah sahabat mereka, disampaikan kepada tentara APRI yang juga merasa Sanak adalah sahabat mereka pula.."
"Terimakasih atas informasi yang sanak sampaikan.." ujar si Bungsu perlahan.
"Sanak sahabat kami dan semua pihak, karenanya kami senang bisa membantu.."
"Terimakasih.." ujar si Bungsu, masih dalam nada perlahan dengan tatapan mata menerawang ke hamparan sawah di depan rumah sakit tersebut.
"Saya juga mendapat informasi bahwa Sanak akan ke Bukittinggi, menemui Overste Nurdin yang mertuanya mati tertembak di Bukittinggi.."
Si Bungsu menatap kapten itu. Tak cukup banyak orang yang tahu maksud kepergiannya bersama Michiko ke Bukittinggi, kini kapten ini ternyata telah mengetahuinya.
"Selain sahabat semua orang, Sanak juga orang penting bagi kami maupun PRRI. Karena itu jangan kaget kalau kemanapun Sanak akan ada yang secara diam-diam mengikuti. Mungkin diikuti secara beranting. Samasekali tidak bermaksud mencampuri urusan Sanak, tapi semata-mata menjaga keselamatan Sanak. Baik tentara Pusat maupun orang-orang PRRI amat rugi kalau terjadi malapetaka terhadap Sanak.
Kembali ke pokok persoalan, jika akan ke Bukittinggi saya juga akan ke sana. Kami membawa jip. Kabarnya Overste Nurdin dan isterinya sudah akan berangkat kemaren ke Padang untuk kembali ke India melalui Jakarta. Tapi karena pencegatan di Lembah Anai itu mereka mengundurkan keberangkatannya, mungkin dalam sehari dua ini. Saya mendapat tugas mengamankan perjalanan suami isteri Atase Militer Indonesia di India itu sampai ke Jakarta.."
Tidak ada pilihan terbaik bagi si Bungsu, selain menuruti ajakan kapten RPKAD itu ke Bukittinggi bersamanya.
Namun tengah dia bersiap-siap, orang yang akan dikunjunginya tersebut justru tiba di rumah sakit itu. Overste Nurdin lalu membawa si Bungsu pindah ke rumah dimana dia menginap, yaitu di Mes Perwira di kota itu. Nurdin juga mengajak Kapten Syafrizal dan Sersan Arif ke mes tersebut. Mereka lalu terlibat pembicaraan penuh keakraban.
"Baru kemarin sore saya mendapat kabar bahwa engkau berada dalam konvoi yang dicegat di Lembah Anai itu. Saya juga mendapat informasi tentang Michiko seperti yang dituturkan Kapten Syafrizal.." ujar Overste Nurdin.
"Kami doakan Uda segera bertemu dengan Michiko.." ujar Salma yang sejak tadi hanya berdiam diri, menyela pembicaraan perlahan.
"Melalui telegram saya sudah kontak teman di Konsulat Singapura, termasuk teman-temanmu bekas pasukan Green Baret di sana untuk mencari informasi. Mereka mengatakan bahwa helikopter pembawa senjata gelap itu memang dari salah satu tempat di Singapura.
Tapi, maaf, pilot yang bernama Thomas veteran Angkatan Udara Amerika itu kembali ke kota tempat tinggalnya, di Dallas Amerika. Dan, sekali lagi maaf, dia membawa Michiko yang sakit untuk diobat di sana.."
Salma memperhatikan lelaki yang pernah amat dia cintai itu. Si Bungsu terdiam. Dia teringat pembicaraannya dengan Michiko di Padang, beberapa hari sebelum berangkat ke Bukittinggi.
Di negeri kami ini, yang melamar seorang gadis adalah pihak ibu dan keluarga perempuan pihak lelaki. Tapi saya tak lagi punya keluarga. Kita sama-sama sebatang kara. Kalau nanti kita di Bukittinggi, saya akan meminta Salma dan Nurdin melamarmu. Engkau tempat aku mengabarkan sakit dan senang, aku tempat engkau mengabarkan sakit dan senang pula. Maukah engkau menjadi isteriku, Michiko-san? "
Michiko menatapnya, kemudian berdiri. Lalu menghambur ke dalam pelukkannya. Gadis itu menangis terisak-isak, tenggelam oleh rasa haru dan bahagia yang tak bertepi. Lalu berkata di antara tangisnya.
"Hati dan jiwaku milikmu, kekasihku. Milikmu, selamanya-lamanya….!"
Kini, bagaimana dia akan meminta Nurdin dan Salma melamar gadis itu untuknya? Dia seperti menelan sesuatu yang teramat pahit di hatinya. Namun dia berharap gadis itu sembuh dari luka yang dia derita, diselamatkan Tuhan nyawanya. Paling tidak itulah harapannya yang tersisa. Untuk bertemu, masih adakah harapannya? Dallas, Amerika, entah di ujung dunia mana letak negeri itu.
Namun, diam-diam jauh di lubuk hatinya dia menanam niat untuk datang ke negeri di ujung dunia itu. Diam-diam niat itu dia tanam jauh di lubuk hatinya. Dallas, akau akan datang, bisiknya!