Chereads / TIKAM SAMURAI / Chapter 123 - Sindikat Kramat Sakti

Chapter 123 - Sindikat Kramat Sakti

Michiko tak mengacuhkannya. Matanya berbinar berang. Menatap tajam pada lelaki besar yang masih telanjang itu.

"Saya, eh, we sudah tempiling dia. We sudah tempiling tiga kali. Mau lihat! Nih…." dan babah gemuk itu maju lagi ke dekat Husein.

Tangannya bekerja lagi. Puk, pak, puk…..! Tiga kali tempiling mendarat dengan telak.Husein tertunduk kuyu.

"Nah, dia telah ku tempiling, Dik…" kata babah itu sambil nyengir.

Michiko memandang dengan jijik dan marah luar biasa. Perlahan dia mencabut samurai yang kini telah dia pegang di tangan kiri. Babah yang sudah siap lagi untuk bicara, jadi terdiam. Husein juga menatap. Tapi dia tak kaget. Dia hanya menatap heran pada perempuan cantik yang tadi hampir saja memuaskan nafsunya itu. Heran melihat gadis secantik itu memegang senjata yang dulu sering dipergunakan serdadu Jepang.

"Jahanam, kalian…" gadis itu mendesis tajam.

Lalu samurainya bekerja. Amat cepat. Samurai itu melukai dada Husein. Michiko memang tak segera membunuhnya. Dia hanya ingin memberi pelajaran pada lelaki itu. Husein kaget.

Menatap ke dadanya yang luka. Meski tak dalam, namun darah merembes. Dia usap dadanya. Ternyata dia lelaki yang tak mengenal takut.

"Ha, bisa juga kau memainkan senjata itu nona…." katanya sambil tersenyum tanpa memperdulikan darah di dadanya. Babah gemuk itu sebenarnya sudah agak takut. Tapi karena tukang pukul nya itu tak takut, dia juga jadi berani.

"Sudahlah, Dik. Jangan main-main palang panjang, eh, kapak, eh, jangan main-main samulai. Nanti adik luka. Mali sini abang simpan…" kata apek gemuk itu sambil maju mengulurkan tangan pada Michiko.

Maksudnya membujuk agar samurai itu diserahkan padanya. Namun sebuah tendangan menantinya. Tendangan yang telak dari jurus karate yang telah mahir dipelajari Michiko.

Tendangan itu mendarat di kerampang Cina gemuk itu. Babah gemuk itu terhenti. Nafasnya tertahan. Matanya juling. Alat kesenangannya, yang biasa dia buat untuk bersenang-senang, terasa sangat sakit. Rasa akan pecah dihantam tendangan gadis itu. Dengan melenguh, dia jatuh berlutut di lantai. Husein jadi kaget juga melihat makan kaki gadis itu. Dia segera membantu bosnya. Dengan masih bertelanjang, dia menyergap gadis itu dari samping. Namun Michiko sudah siap. Meski dia tak bisa segera menggunakan samurai, pukulan tangan kirinya mendarat di jidat lelaki itu. Lelaki itu terhenti. Jidatnya bengkak sebesar telur ayam. Namun dia tak merasa sakit. Yang dirasakannya hanya sedikit pening dan kaget. Dia memang lelaki yang alot. Tak merasakan pukulan. Tapi waktu dia berhenti menyerang itu sudah cukup bagi Michiko untuk mempergunakan samurai di tangan kanannya. Cress! cresss!, dua sabetan cepat.

Pada sabetan pertama telinga kanan Husein bercerai dari kepalanya. Sebelum Husein sempat berteriak karena sakit, sabetan kedua menghantam perutnya. Perutnya menganga. Husein kali ini menatap dengan wajah pucat pada gadis itu. Gadis itu juga menatapnya. Mukanya masih tetap merah.

Husein memang tangguh. Dengan tangan kiri memegang perutnya yang belah, dia maju menyerang. Dia sebenarnya tukang pukul yang ditakuti di Jakarta saat itu. Namun samurai Michiko menantinya lagi. Sebuah sabetan menghantam kepalanya! Cress! Kulit kepala lelaki itu berikut rambutnya seluas telapak tangan terbang! Demikian tajam dan demikian cepatnya. Darah meleleh. Husein berhenti lagi.

Sedepa di depannya, Michiko tegak lagi menanti! Husein maju. Kembali samurai Michiko bekerja. Cress! Dan kali ini arahnya adalah sebuah benda di bahagian depan bawah. Husein terhenti.

Kali ini dia tak bisa untuk tidak meraung. Tangannya segera mendekap selangkangnya. Di sana, tadi ada sesuatu yang hampir menusuk-nusuk tubuh Michiko. Dan kini sesuatu itu putus sudah! Tercampak di lantai! Lelaki itu meraung-raung. Membangunkan orang di hotel. Mereka berlarian ke kamar nomor empat itu. Ketika sampai di sana, pintu terbuka.

Seorang lelaki Cina bertubuh gemuk, merangkak ke luar dengan wajah meringis menahan sakit dan wajah pucat.

"Ada apa, ncek?"

"Ada sakit. Banyak sakit…" jawab incek gemuk itu sambil meerangkak terus meninggalkan kamar maut itu.

Dia sebenarnya ingin berlari kencang. Tapi alat kesenangannya amat sakit. Menyebabkan dia tak bisa berdiri. Tapi dia tak berani bertahan terus di kamar perempuan tukang bantai itu. Dia harus pergi. Kesempatan itu terbuka tatkala perhatian Michiko tengah terarah sepenuhnya pada Husein. Dia cepat merangkak keluar. Michiko memang tak melihatnya.

Di kamar, Husein masih meraung-raung. Namun Michiko tak memperdulikannya. Samurainya kembali bekerja. Kedua tangan lelaki itu putus hingga bahu! Lelaki itu bergulingan di lantai. Bermandi darah dan seperti dijagal. Dia belum mati. Orang yang melihat ke dalam jadi tersurut dengan wajah pucat pasi. Kemudian menghindar dari sana. Takut dan ngeri. Michiko mengambil buntalan pakaiannya. Kemudian dengan tenang dia melangkah ke luar. Namun langkahnya terhenti tatkala mendengar suara Husein menghiba-hiba.

"Tolong saya nona jangan biarkan saya menderita, bunuhlah saya…"Michiko menatapnya dengan pandangan dingin.

"Jika tadi kau berhasil menodai saya, maka saya akan menderita seumur hidup. Itu tak pernah terpikirkan oleh mu bukan? engkau takkan mati. Setidaknya engkau tidak akan mati sehari dua hari ini, engkau akan sangat menderita itu perlu bagimu sebagai hukuman atas apa yang kau perbuat pada diriku. Atas apa yang kau perbuat atas perempuan-perempuan lain, saya yakin sudah banyak perempuan yang sudah engkau nodai. Nah, kini kau rasakan balasannya…."

Sehabis berkata begitu Michiko melangkah keluar kamar itu. Petugas-petugas hotel tidak ada yang berani berkutik tatkala dia lewat, penghuni hotel yang lain menatap dengan diam.

Di kamar Husen merintih-rintih, makin lama suaranya makin lemah. Akhirnya dia pingsan, terlalu banyak darah yang keluar dari perut, bahu danselangkangannya. Tapi michiko berkata benar kalau lelaki ini cukup tangguh. Dia tak segara mati.

Dia juga tidak mati ketika ambulance datang membawanya kerumah sakit. Dokter dan perawat menggeleng melihat hasil pembantaian itu,mereka segera menebak bahwa benda yang dipakai untuk mencencang tubuh lelaki ini adalah sebuah benda yang sangat tajam, tajam sekali! itu jelas terlihat pada bekas luka lain ditubuhnya.

"Bunuh saja saya dokter….bunuh saja saya, jangan biarkan saya hidup.."Mohon husen tatkala malamnya dia sadarkan diri.

Namun mana ada dokter yang mau membunuh pasiennya. Meski atas permintaan pasien sendiri, justru dokter memberi dia injeksi dengan obat tidur.

Sekeluar dari hotel Michiko menyetop sebuah taksi.

"Kemana Nona?"tanya sopir taksi yang ternyata orang cina.

Michiko tertegun dia segera ingat babah gemuk itu, dia tak jadi naik taksi itu.Dia justru melambai taksi lain yang ada yang parkir tak jauh dari pintu.Sopirnya orang indonesia, sopir taksi cina itu menggerutu panjang pendek.

"Kemana nona?"

"Antarkan saya kehotel yang paling dekat dari sini…"

"Silahkan naik non…." Kata sopir itu dengan ramah.

Hati Michiko jadi tentram mendengar suara sopir yang bersahabat itu.Michiko membuka pintu,kemudian naik.

"Baru datang di kota ini nona?"tanya sopir tatkala taksi mulai berjalan.

"Ya.."

"Nona datang dari jepang?"

"Mmm.."

"Maaf, nona sedikitpun tidak mirip orang Jepang, Nona lebih mirip orang Sunda. Gadisnya cantik-cantik. Meski tak secantik nona, nona bisa ditebak orang Jepang kalau mendengar aksen bicara nya…" Michiko tidak memberi komentar atas ucapan sopir itu.

Dia memandang keluar, rasanya sudah lama dia berada di atas taksi ini.

"Masih jauh?" tanyanya.

"Kita sudah sampai nona…" jawab sopir itu sopan sambil membelokkan mobilnya.

Michiko sempat membaca tulisan "Hotel" di depan, hanya dia tidak sempat membaca nama hotel, karena terhalang daun pohon Flamboyan yang tumbuh rindang, mobil itu berhenti di samping hotel. Sopir turun dan membuka pintu, Michiko turun dan mengucapkan terima kasih.

"Lewat samping sini aja nona, lebih dekat kelobi.." ujar sopir itu.

Michiko menuruti saran sopir itu. Dia masuk lewat samping hotel itu, begitu dia masuk, pintu di belakangnya ditutupkan. Dan kini dia berada di sebuah ruangan yang besar, Michiko menoleh kebelakang.

Sopir itu tegak dengan sopan, namun jauh berbeda. Walau masih terlihat sopan tapi wajahnya tersenyum licik. Dia mendengar sesuatu disampingnya. Ketika dia menoleh, alangkah kagetnya dia melihat ada babah gemuk itu. Ya, babah gemuk yang sepesawat dengannya, yang menyuruh husen menyergapnya di hotel Angkasa.

Kini, babah gemuk Cina yang tadi dia tendang kerampangnya itu duduk di sebuah kursi dengan senyum sumbangnya. Di sisinya tegak dua orang lelaki, yang satu bertubuh besar seperti Husen…yang satunya bertubuh kurus tinggi, di belakang nya berdiri sopir yang kelihatan sopan itu.

Michiko masuk perangkap! Ya, itulah yang terjadi. Dia menyesal, mengapa tidak naik taksi yang disopiri Cina tadi. Padahal, kalau dia naik taksi itupun kejadiannya tetap sama. Kedua sopir taksi itu memang sudah "dipasang" oleh sibabah itu untuk menjebaknya.

Apek gendut itu ternyata memimpin sebuah sindikat kejahatan di Jakarta. Ada beberapa sindikat saat itu di Jakarta, diantara nya yang terkenal adalah kelompok "Ular sanca","Tongkat Mas" dan "Kramat Sakti".

Bidang "usaha" mereka mulai dari merampok, menodong, menyelundupkan candu ke Singapura, sampai menjual perempuan atau gadis-gadis dari berbagai kota di Jawa dan Sulawesi. Gadis-gadis itu dijual kerumah-rumah bordir di Singapura atau pun Jakarta sendiri.

Musuh berbagai sindikat itu adalah "Sindikat178″, sebuah sindikat yang anggotanya terdiri dari eks pejuang 17-08-45. Mereka dengan gigih memerangi sindikat bandit-bandit Jakarta, yang mengotori perjuangan mereka semasa Revolusi.

Si babah adalah salah satu pemimpin dari tiga pimpinan "Sindikat Kramat Sakti"Komplotan yang bermarkas di sebuah gedung mewah, tapi sangat rahasia yang ada di kramat.

Dia mempunya anak buah di berbagai posisi, mulai dari pegawai, sampai ke tukang copet dan sopir taksi.

Kini Michiko berada di salah satu markas dari kelompok Kramat sakti itu. Michiko menatap tajam si babah gemuk itu, kalau ada kesempatan, maka yang akan di bunuh nya pertama kali adalah sibabah itu. Sementara si babah gemuk itu berkeinginan pertama adalah menikmati tubuh gadis didepannya.

Sudah sejak dari pesawat pagi tadi hal itu dia khayalkan. Kini hari sudah malam dan malam hari segala sesuatu bisa diatur.

Michiko masih memegang samurai ditangan kiri. Dia berpura-pura bersisir, dan dengan cepat dia mencabut jepit rambut yang berupa samurai kecil itu. Dengan penuh kebencian, dengan sekuat tenaga pada kesempatan pertama samurai kecil itu dia ayunkan kearah leher si gemuk itu. Si gendut benar-benar tidak tahu bahaya yang mengancam jiwanya. Dia masih cengar-cengir menatap dengan napsu pada michiko, saat itu samurai itu bergerak kearah lehernya, tiba-tiba lelaki kurus yang tegak disampingnya bergerak cepat, ternyata dia mempunyai penglihatan yang tajam.

Dia melihat sebuah benda yang seperti terbang kearah tenggorokan bosnya, dan tangan nya bergerak dia berhasil memukul samurai kecil itu. Samurai itu terpental karena angin kibasan tangannya, tertancap di pintu!

Michiko terkejut, si babah juga terkejut, mukanya berubah pucat dan meraba lehernya.