Leher gemuk yang hampir saja disikat samurai kecil itu. Dia menatap ke samurai yang tertancap itu. Kemudian beralih ke Michiko. Bergantian menatap samurai dan Michiko. Sambil tangannya masih meraba lehernya.
"Perempuan sundal. Kau akan rasakan akibat perbuatanmu ini…" desis Babah itu sambil menyeringai buruk.
Michiko tak memperhatikannya. Dia justru tengah memperhatikan lelaki kurus berwajah pucat itu. Semakin diperhatikannya, semakin jelas olehnya bahwa lelaki itu sebenarnya adalah seorang Cina. Tak diketahuinya karena kulitnya hitam. Sama seperti orang melayu. Tapi melihat matanya yang sipit, tak ayal lagi, sikurus ini adalah Cina tulen. Selain dia Cina tulen, nampaknya dia juga memiliki ilmu silat yang tangguh. Itu terbukti dari kibasan tangannya yang berhasil memukul samurai kecilnya tadi.
Michiko pernah mendengar dan membaca kehebatan pesilat-pesilat Cina yang mampu melompati pagar atau tembok setinggi atap. Yang mampu memukul roboh lawan dari jarak dua atau tiga meter dengan mempergunakan "tenaga dalam".
Dia tak yakin bahwa ada orang Cina yang memiliki ilmu sehebat seperti di dalam cerita-cerita silat itu. Namun apakah yang telah dilakukan Cina kurus jangkung itu sebentar ini? Bukankah hanya dengan kibasan tangannya saja dia telah membelokkan arah samurai kecilnya.
Michiko tak sempat memikirkan terlalu banyak. Babah gemuk itu telah memberi isyarat kepada lelaki bertubuh besar yang tegak di sisi kanannya.
"Siapa di antara kalian yang berhasil menelanjangi perempuan itu, dia akan mendapat giliran setelah aku…." babah itu berkata dengan kurang ajarnya.
Michiko ingin muntah mendengar ucapan jorok itu. Lelaki besar itu maju. Nampaknya dia telah diberi tahu bahwa gadis ini berbahaya. Begitu maju, tangannya telah memegang sebuah belati. Dengan gaya seorang yang amat ahli, dia mulai maju dengan mengayun-ayunkan pisau di depan tubuhnya yang agak membungkuk ke depan.
Michiko masih tetap tegak di tempatnya. Tak bergerak sedikitpun. Dia telah bertekad, kalau dia tak bisa melawan orang-orang ini, maka dia akan menyudahi nyawanya sendiri. Dia akan bunuh diri sebelum dinodai. Tapi dia bersumpah akan membunuh babah gemuk itu sebelum dia bunuh diri. Dia benar-benar berharap dapat melaksanakan sumpahnya itu.
Lelaki itu tiba-tiba menyerang. Pisaunya bergoyang cepat sekali di depan dada Michiko. Michiko bukannya tak tahu itu adalah sebuah tipuan. Dia tetap diam. Dan benar, kaki lelaki itu ternyata degan cepat menyapu kaki Michiko. Maksudnya ingin agar gadis itu terjatuh. Dengan demikian bisa dia tindih.
Namun Michiko adalah Michiko. Dia telah belajar cukup banyak dari Zato Ichi. Dia telah belajar banyak dari Tokugawa. Dan dia telah belajar banyak dari Kenji. Teman si Bungsu dan abang Hanako. Bukankah dia tinggal bersama Hanako lebih kurang setahun? Selama itu pula dia belajar karate dari Kenji.
Kini, Michiko adalah seorang pemegang sabuk hitam karate. Sistem pelajaran yang dipakai oleh Kenji untuk membekali Michiko adalah sistem memintas. Hingga memungkinkan gadis itu memiliki bekal yang lebih daripada cukup.
Ketika kaki lelaki besar itu menyapu kakinya, dia justru memajukan kakinya selangkah ke depan. Dan serentak dengan itu tangan kanannya terayun dalam bentuk sebuah pukulan yang telak. Prak.
Pukulannya mendarat di hidung lelaki besar itu. Lelaki itu seperti tersentak. Kepalanya seperti ditarik ke belakang dan hidungnya bocor. Darah segar mengalir dari hidung yang pecah itu. Bukan hanya si gendut, tapi lelaki Cina kurus kerempeng yang tadi memukul samurai kecil Michiko itupun jadi kaget.
Serangan gadis itu demikian cepat dan demikian telaknya. Lelaki besar itu menggeram. Tangannya yang tak berpisau menghapus darah yang meleleh di hidungnya. Sopir taksi tadipun, yang saat itu tetap tegak di pintu, jadi kaget. Namun mereka adalah bandit-bandit ibukota yang tak mudah gentar oleh bahaya. Apalagi kalau hanya terhadap seorang gadis, cantik pula. Bos mereka telah menjanjikan bahwa siapa yang berhasil meringkus gadis itu akan mendapat giliran pertama menikmati tubuh gadis itu, setelah si bos. Pernyataan demikian membuat mereka terangsang dan bersemangat untuk menundukkan Michiko.
Lelaki berpisau itu maju lagi. Kini dengan lebih berhati-hati. Dia telah kecolongan. Michiko masih belum mau mencabut samurainya. Dia ingin menghemat tenaga dan kecepatannya. Lawannya yang dia taksir berbahaya adalah lelaki Cina kurus tinggi itu. Maka dia harus menyimpan kepandaian bersamurainya untuk menghadapi lawannya yang kurus itu. Kalau kini dia menggunakan samurai, dia khawatir permainan samurainya bisa dibaca oleh si kurus. Itu sudah tentu membahayakan.
Karena itu, ketika si besar itu menyerang, dia masih mengandalkan ilmu karatenya. Lelaki itu maju dengan sebuah tusukan pisau yang cepat ke rusuk Michiko. Michiko mengelak dengan mengalihkan tegak kakinya. Lelaki itu tahu. Dia menyabetkan pisaunya ke kanan, hampir saja menebas perut Michiko. Untung gadis ini juga cepat melompat mundur. Tegaknya justru mendekat ke dekat sopir taksi tadi. Sopir itu menatap heran dan kagum. Dan saat itulah Michiko mencabut samurai. Sopir taksi itu masih belum sadar akan bahaya yang mengintainya. Dia menyangka bahwa gadis itu hanya sekedar bermain tongkat.
Michiko menanti si besar berpisau itu menyerang kembali. Ketika lelaki itu kembali menyerang dengan menyabetkan pisaunya, Michiko seperti akan menangkis dengan samurai. Namun dia sama sekali tidak menangkis serangan pisau itu. Melainkan mundur selangkah lagi. Dan samurainya justru membabat ke belakang! Ke arah sopir taksi yang masih tegak di dekat pintu! Cress! Samurai itu memakan bahunya.
Sopir taksi yang sok sopan itu benar-benar tak pernah menduga bahwa dirinya akan dimakan senjata gadis cantik itu. Dia sebenarnya seorang pesilat aliran Cimande. Begitu bahunya termakan samurai, dia segera memasang kuda-kuda Cimande. Tangannya bergerak seperti akan bersilat. Tapi apa hendak dikata, gerakannya itu sudah tinggal sekedar lagak saja. Tak ada gunanya. Bahunya telah dibabat samurai yang alangkah tajamnya. Mata samurai itu menetak dan memutus tulang bahunya. Terus ke bawah membelah jantungnya.
Demikian tajamnya samurai itu. Tubuh sopir itu belah dan mati sebelum jatuh ke lantai!
Sekali lagi babah gemuk itu jadi pucat dan sekali lagi Cina kurus tinggi itu dibuat kaget bukan main. Samurai Michiko hanya sekejap berada di luar sarangnya. Tak sampai lima hitungan cepat. Begitu dicabut, dia melangkah ke belakang, samurainya berkelebat, membabat bahu sopir itu dan snap… masuk kembali ke sarungnya di tangan kiri Michiko!
Kini dia tegak dengan diam. Lelaki besar berpisau itu juga tegak. Kaget bercampur ngeri melihat ketenangan gadis itu membunuh manusia. Mereka bertatapan.
Lelaki besar itu, juga seorang bandit yang sering menghantam mangsanya dengan kepalan atau dengan pisau, kali ini mulai hati-hati benar. Dia menggertak lagi. Michiko masih diam. Kakinya menendang cepat dalam suatu tendangan Silat Mataram. Tendangan melengkung dari kanan ke kiri.
Michiko bergerak cepat, kakinya melesak maju antara kaki kanan yang menendang itu dengan kaki kiri yang tegak sebagai kuda-kuda. Tendangan lelaki itu cukup cepat. Namun jauh lebih cepat lagi tendangan kaki Michiko. Tendangannya menghajar selangkang lelaki itu, menyebabkan lelaki itu tersurut dua langkah. Dia meringis menahan sakit.
Babah gemuk itu mengerutkan kening. Dia seperti dapat merasakan sakit yang diderita anak buahnya itu. Bukankah dia juga kena tendang selangkangnya di hotel Angkasa tadi oleh Michiko? Bukankah dia terpaksa harus merangkak untuk meninggalkan hotel itu?
Kini anak buahnya kena tendangan seperti itu pula. Dia dapat mengerti betapa sengsaranya anak buahnya itu.
Tapi lelaki besar itu memang agak tangguh. Hanya sebentar dia mengerang dan mengerutkan kening. Saat berikutnya dia sudah tegak. Kali ini, dalam jarak empat depa, dia tak lagi berusaha untuk maju. Tapi dengan ayunan yang amat cepat, dia melemparkan pisau itu ke dada Michiko.
Lelaki itu juga dikenal sebagai pelempar pisau yang bukan main mahirnya. Tadi dia memang tak berniat melemparkan pisau itu pada Michiko. Sebab lemparan pisaunya berarti maut. Dia tak ingin membunuh gadis itu. Sebab selain tak dibolehkan bosnya, dia sendiri ingin menikmati tubuh gadis itu terlebih dahulu. Tubuh yang montok dan menggiurkan.
Tapi kini, setelah gadis itu menghantam selangkangnya, dia tak perduli lagi dengan kemontokan itu. Dia berniat membunuh gadis itu. Pisaunya melayang cepat secepat kilat.
Namun Michiko juga bergerak cepat. Samurainya tercabut. Membabat di udara. Trangg! Terdengar suara besi beradu. Dan pisau itu berobah arah. Dihantam dengan telak dan tepat oleh samurai Michiko. Arahnya justru melaju cepat sekali ke arah si gemuk! Kembali bahaya mengamcamnya! Gerakan itu juga telah diperhitungkan dengan cermat oleh Michiko. Tapi kembali tangan Cina kurus itu bergerak. Kembali pisau yang meluncur cepat berobah arah. Jatuh ke lantai dengan menimbulkan suara ribut!
"Hm. Bukan main. Cantik, cepat dan kejam!"
Untuk pertama kalinya Cina kurus tinggi itu bersuara. Suaranya seperti keluar dari sebuah goa. Bergema mengerikan. Matanya yang kuning menatap pada Michiko.
Tapi Michiko tak sempat terkejut atas kehebatan Cina itu, sebab si besar yang pisaunya telah dilemparkannya itu kembali menyerang. Dia menyerang dengan melompati tubuh Michiko yang saat itu tengah menghadap pada si kurus.
Sungguh malang orang ini. Dia melompati mautnya sendiri. Michiko bukannya kanak-kanak. Bukan pula orang yang mudah merasa takut dan gentar menghadapi serangan bandit seperti mereka. Selagi perkelahian satu lawan satu, maka Michiko tak usah khawatir.
Lelaki itu masih melompat, tubuhnya tengah melayang ketika Michiko menggeser tegak. Dia melayang setengah hasta di sisinya. Saat itu samurai Michiko kembali bekerja. Samurainya memancung dari atas ke bawah, persis di pinggang si lelaki. Tubuh lelaki itu masih melayang sedepa lagi. Baru akhirnya menubruk seperangkat meja dan kursi. Jatuh dan mati dengan pinggang hampir putus.
Tapi saat itu pula tubuh Michiko terlambung. Tubuhnya menerpa dinding. Kepalanya berdenyut, untung samurai masih di tangannya. Ternyata ketika dia melangkah menghindarkan tubrukan tadi dia tegak membelakangi si kurus. Ketika dia menghantam lelaki yang menubruknya itu dengan samurai, si kurus maju pula menghantam tubuh Michiko. Pukulannya hebat. Tubuh Michiko sampai terpental menubruk dinding.
Michiko terduduk di lantai dengan punggung bersandar ke dinding. Dia menggelengkan kepala. Berusaha menghilangkan pening, menatap pada Cina kurus itu. Cina itu tegak tiga depa di depannya dengan kaki terpentang. Menatap ke bawah, ke arah Michiko dengan mata kuningnya yang berkilat buas.
"Tegaklah, Nona. Saya akan tunjukkan padamu bagaimana seorang perempuan harus menanggalkan pakaiannya satu demi satu secara baik."
Suaranya yang mengerikan itu terdengar bergumam. Michiko menggertakkan gigi. Dia bangkit dan memegang samurainya yang telanjang dengan kukuh di tangan kanan! Cina itu tersenyum. Senyum yang mirip seringai.
"Ya. Tanggalkan pakaiannya satu demi satu, Hok Giam! Saya tadi telah melihat tubuhnya tak berkain sehelai pun di hotel. Ketika Husein akan melahapnya. Tubuhnya bukan main. Ayo tanggalkan, Hok!"
Yang bicara ini adalah si gemuk. Suaranya yang mirip lenguh kerbau itu bergema dari tempatnya duduk.
Michiko meludah. Perlahan tangan kirinya memegang bahagian bawah samurainya. Kini hulu samurai dia pegang dengan dua tangan. Dia harus hati-hati. Lawannya amat tangguh.
"Heh, Jepang busuk!. Ingin mencoba kehebatan nenek moyangmu dari daratan Tiongkok?" lelaki kurus yang bernama Hok Giam itu bersuara.
Nadanya seperti ada dendam antara Jepang dengan Tiongkok. Kedua tangannya terangkat tinggi di atas kepala. Kemudian kesepuluh jari-jarinya ditekuk ke bawah. Persis cakar garuda.
Aneh. Dalam posisi demikian, kedua tangan terangkat tinggi, berarti membiarkan bahagian seluruh tubuh terbuka untuk diserang. Apalagi diserang dengan senjata panjang. Benar-benar posisi yang berbahaya. Namun Michiko tak berani bergerak sembarangan. Dia tak mengenal lawannya ini kecuali dalam tiga gebrakannya.
Gebrakan pertama dan kedua ketika memukul samurai kecil dan pisau. Gebrakan ketiga ketika menghantamnya dari belakang tadi.