Chereads / TIKAM SAMURAI / Chapter 55 - Penginapan Asakusa

Chapter 55 - Penginapan Asakusa

Tokyo, Kyoto dan Nagasaki atau kota manapun di Jepang saat ini, keadaannya sama saja. Dimana-mana tentara Amerika kelihatan mondar-mandir. Dimana-mana orang kelihatan dicekam rasa takut dan penuh ketergesaan. Dan dimana-mana kelaparan dan kekacauan ekonomi merajalela. Itulah Jepang ditahun 50-an. Jepang yang ditaklukan sekutu dengan 2 bom atom di Nagasaki dan Hirosima.

Dan kini bulan November. Musim gugur sudah mendekati masa akhirnya. Desember salju akan turun. Dalam musim gugur begini, semua orang kelihatan bergegas kemana-mana. Daun-daun pada berguguran meski angin tak bertiup. Pohon-pohon kini pada gundul. Dahan dan ranting kelihatan seperti akar tercabut yang diletakkan terbalik menggapai langit.

Angin kencang yang bertiup seperti mengiris daging terasa dalam cuaca begini. Orang lebih baik tetap tinggal di rumah. Berlindung di bawah selimut. Jalan-jalan kelihatan sepi. Tokyo yang besar dan berpenduduk ramai itu juga sepi dalam cuaca musim gugur begini. Di bahagian utara, masih dalam lingkungan kota Tokyo, ada sebuah taman yang terbengkalai. Namanya Asakusa. Rencananya taman itu akan dibuat besar dan indah. Tapi kekalahan dalam perang membuat rencana taman itu tak jadi dikerjakan.

Di sudut taman yang belum rampung itu berdiri sebuah bangunan tua tapi bersih. Bangunan itu semula adalah rumah penginapan bagi pekerja-pekerja yang akan membangun taman tersebut. Karena tamannya tak jadi, maka rumah itu kini dijadikan penginapan. Namanya diambil dari nama daerah dan taman dimana dia berada. Yaitu penginapan Asakusa.

Diluar, penginapan itu kelihatan sepi. Tamu-tamu tak seorangpun yang kelihatan di ruang depan. Pemilik penginapan sudah mulai bersiap-siap untuk mematikan lampu dan siap untuk tidur, ketika didepan penginapan itu terdengar suara mobil berhenti. Kemudian disusul suara tawa dan pekik menghimbau. Setelah itu suara derap sepatu dan suara cekikikan perempuan. Pemilik penginapan itu segera bersinar wajahnya. Suara seperti itu pastilah pertanda uang masuk. Dia segera mendorong TO. Yaitu pintu yang bisa didorong kekiri dan ke kanan yang terbuat dari kertas berbingkai kayu. Dan tiga orang serdadu Amerika dengan seragamnya yang mentereng segera saja masuk keruang tamu. Bersama mereka terlihat tiga orang perempuan Jepang.

"Konbanwa…!" yang berpangkat Letnan memberi ucapan "Selamat malam" dalam bahasa Jepang beraksen kasar.

"Konbawa…!" jawab pemilik penginapan sambil berkali-kali membungkuk memberi hormat.

"Kami butuh tiga kamar…." Tentara Amerika itu berkata. Dan kembali pemilik penginapan Asakusa itu mengangguk-angguk.

Dia mengantar dua tentara ke dua buah kamar yang kebetulan kosong. Dan si Letnan dia antarkan ke kamar yang dekat taman. Pemilik kediaman itu mengetuk pintu.

"Gomenkudasai…." Katanya keras menyuruh membuka pintu.

Ketika pintu tak juga kunjung dibuka dari dalam, dia langsung mendorong pintu TO tersebut hingga terbuka. Di dalamnya, seorang lelaki muda menggeliat dibawah selimut.

"Maaf, keluar dahulu sebentar. Kamar ini akan dipakai…"

Lelaki muda itu tak memprotes. Sebab sejak tiga bulan tinggal di penginapan ini, kejadian seperti ini sudah sering terjadi.

Kamarnya dipakai sementara untuk berbuat mesum oleh tentara amerika. Kemudian jika selesai, dia masuk lagi. Yaitu setelah tentara Amerika itu keluar.

Menjijikkan memang. Tapi begitulah cara hidup yang aman di Jepang saat itu. Persetan segala kejadian. Berani melawan? Hmm, bisa ditangkap dengan tuduhan melawan tentara Amerika. Buat saat ini, melawan tentara Amerika berkelahi misalnya, jauh lebih berbahaya daripada membunuh dua atau tiga orang Jepang.

Kalau membunuh dua atau tiga orang Jepang masih ada jalur hukum yang ditempuh. Kepengadilan, pengusutan dll. Tapi melawan tentara Amerika bisa ditembak ditempat. Tak peduli salah atau benar.

Sadar akan hal inilah makanya anak muda itu lalu bangkit. Kemudian memakai pakaian seadanya. Lalu melangkah keluar kamar. Di pintu langkahnya tiba-tiba berhenti. Menatap pada gadis yang tegak dengan mata sembab bekas menangis disamping tentara Amerika.

Gadis itu amat cantik. Berambut hitam berhidung mancung dan bermata gemerlap. Tapi bukan kecantikannya itu yang membuat langkahnya terhenti. Gadis itu pernah dia lihat dua hari yang lalu. Tapi ingatannya hanya sampai disana. Gadis itu telah ditarik oleh Letnan ke dalam. Dan pintu TO itu ditutupkan oleh pemilik penginapan. Di dalam kamar, lelaki muda itu mendengar gadis tadi. Suara bergumul seperti orang berlarian didalam kamar tersebut. Dia mengumpulkan ingatannya lagi. Bukankah gadis itu yang dia temui dua hari yang lalu di jalan Ginza? Saat itu dia akan pergi ke Shibuya mencari temannya sekapal dulu. Dia bingung harus naik apa. Ada kereta api, tapi dia tak tahu pasti apakah kereta itu akan ke Shibuya. Tengah dia kebingungan begitu, dia melihat seorang gadis lewat mengapit buku. Bergegas dia mendekati gadis itu dan membungkuk hormat.

"Sumimasen, kono densha wa Shibuya e ikimasu ka" (Numpang tanya, apakah kereta listrik ini pergi ke Shibuya). Tanyanya dalam bahasa Jepang yang terasa kaku.

Gadis itu menoleh. Dan selintas saja dia melihat betapa cantiknya gadis Jepang tersebut. Berumur paling banyak baru delapan belas. Berambut hitam panjang. Berhidung mancung dan bermata gemerlap dengan tubuh yang indah. Tapi gadis itu segara saja melotot lalu meneruskan perjalanannya tanpa menjawab sepatahpun. Dia jadi malu.

Dan kini, bukankah gadis itu yang ada dalam kamar bersama tentara Amerika itu? Hmm, gadis cantik yang sombong. Ternyata jadi gula-gula tentara Amerika.

Dia menarik nafas panjang. Duduk bersandar di kursi di lorong di depan kamarnya itu sambil berkelumun kain sarung. Dari kamar-kamar yang lain dia dengar suara tawa cekikikan perempuan. Tapi dari kamarnya yang dia tinggalkan tadi, dia mendengar suara orang bergumul. Suara rintihan perempuan. Suara caci maki tentara Amerika itu. Suara kain robek.

"Oh jangan. Jangan….jangan!" suara gadis itu terdengar menghiba-hiba.

Dan tiba-tiba pula, lelaki yang duduk berkelumun kain sarung diluar itu, yang tak lain dari si Bungsu jadi tertegak!

Gadis itu jelas tak menyukai perlakukan tentara Amerika tersebut. Dia mendengar betapa sejak tadi sebenarnya gadis itu lebih banyak meronta, menghindar dari perbuataan buas serdadu itu. Ketika dia dengar gadis itu kembali bermohon menghiba-hiba, si Bungsu segera teringat pada kakaknya yang diperkosa Saburo Matsuyama. Dan tanpa dapat dia tahan, tiba-tiba pintu TO itu dia renggutkan dengan kasar.

Letnan Amerika itu terhenti. Si Bungsu melihat gadis itu terduduk lemah dengan pakaian yang compang camping di sudut ruangan. Sementara Letnan itu dengan tubuh yang hampir telanjang berusaha menyeretnya kembali ke atas kasur.

Tentara Amerika itu mendelik padanya.

"Get Out!!" Letnan itu berteriak berang.

Namun si Bungsu dengan mata yang menatap dingin, tetap tegak mengangkang di pintu. Menatap dengan wajah penuh benci pada tentara Amerika tersebut.

"Keluar, syetan!!" tentara Amerika itu kembali menghardik.

"Lebih baik anda yang keluar. Gadis ini tidak mau diperlakukan demikian. Cari saja perempuan yang lain…." Suara si Bungsu terdengar datar.

Dengan suatu geraman seperti macan kelaparan, letnan bertubuh besar itu menerkam si Bungsu. Rasa berkuasa sebagai tentara yang menang perang membuat tentara ini menganggap semua orang bisa dia makan. Namun terkamannya terhenti separoh jalan. Si Bungsu menanti terkaman itu dengan suatu tendangan telak. Kakinya mendarat di kerampang letnan yang hanya bercelana kotok kecil itu.

Terdengar dia mengeluh. Matanya mendelik. Kemudian dengan sempoyongan sambil memaki panjang pendek, dia berjalan keunggukan pakaiannya. Dan tiba-tiba dia membalik dengan pistol ditangan. Namun nasib tentara ini bernasib malang. Anak muda yang dia hadapi itu ternyata seorang yang sangat peka terhadap perkosaan. Di hatinya telah tergores luka dan dendam yang luar biasa akibat perkosaan yang dilakukan pada kakaknya bertahun-tahun yang lalu di Situjuh Ladang Laweh.

Dan saat ini, naluri dendamnya itulah yang bicara. Begitu dia melihat letnan itu mengacungkan pistol ke arahnya, tanpa membuang waktu tubuhnya berguling di lantai. Lompat tupai!

Gerakan yang tersohor ini dia pergunakan sesaat sebelum pistol itu menyalak. Letusan itu mengejutkan semua isi penginapan. Dan letusan itu menerkam pintu TO pada bingkainya. Pintu tercampak. Letnan itu berputar mengarahkan pistolnya pada lelaki yang kini berada di kanannya. Namun yang dia hadapi adalah seorang anak muda yang telah lolos dari ribuan maut yang pernah mengancam. Anak muda yang dia hadapi sebenarnya adalah sisa-sisa kebuasan perang dan kebuasan rimba raya yang jauh lebih dahsyat.

Kini anak muda itu tegak disisinya dengan sebuah tongkat ditangan kiri!. Dan begitu dia berniat menarik pelatuk pistolnya, saat itu pula tangan anak muda itu bergerak. Segaris cahaya putih yang sulit untuk diikuti kecepatannya, berkelabat. Dan saat berikutnya adalah rasa perih yang sangat pada tangan si Letnan. Dan letnan itu terpekik takkala mengetahui bahwa tangannya yang berpistol itu telah putus sampai ke bahu!

Dia meraung. Tapi hanya sebentar sekali. Sebab begitu raungannya keluar, begitu tubuhnya belah jadi dua! Darah menyembur-nyembur. Dan sesaat, anak muda itu tegak dengan wajah dingin, tak berekspresi sedikitpun!

Di luar terdengar derap sepatu berlarian. Seseorang muncul di pintu dengan bedil ditangan. Dia adalah sersan yang tadi datang bersama letnan yang mati itu. Matanya terlbeliak melihat darah dan tubuh yang pontong dilantai. Lalu tangannya yang berbedil stengun tersebut. Tapi hanya sampai disana gerakannya. Sebab setelah itu gerakan anak muda dari Gunung Sago itu terlalu cepat untuk bisa diamati.

Tubuh sersan itu melosoh ke lantai dengan dada dan perut belah. Mati dia! Dan setelah itu yang terdengar adalah hiruk pikuk. Si Bungsu sadar bahwa maut mengancamnya. Dia menyambar bungkusan kecil miliknya di sudut ruangan. Kemudian melompat ke belakang. Dan lenyap pada gelapnya malam. Di penginapan suasana jadi sangat heboh. Sebab peluit dan sirena mobil tentara terdengar meraung-raung. Penginapan itu dikepung dalam waktu singkat. Tak seorangpun boleh keluar. Bahkan semutpun akan diketahui bila keluar dari penginapan itu. Demikian rapat dan telitinya tentara Amerika mengepung penginapan itu dalam rangka mencari pembunuh kedua serdadunya.

Namun saat itu, si Bungsu telah berada jauh sekali dari sana. Dia hapal jalan-jalan memintas dari penginapan ke berbagai arah. Sebab dia sudah tiga bulan menginap di sana. Dia tak berani naik taksi. Sebab orang akan mengetahui kemana dia pergi. Dia segera ingat, di daerah Ocha Nomizu dan Yotsuya ada terowongan bawah tanah. Terowongan ini pada awalnya adalah untuk riol air. Tapi dibuat sedemikian besarnya sehingga sebuah truk bisa masuk. Dan terowongan itu bersimpang siur di bawah tanah. Terbuat dari beton. Sementara di atasnya ada jalan raya, jalan kereta api atau bangunan. Dan di zaman perang Asia Pasifik, dimana Jepang menerjunkan diri, malah bergabung dengan fasis Hitler di Eropah, terowongan bawah tanah itu ditingkatkan menjadi lobang perlindungan. Yaitu menjaga kemungkinan sewaktu-waktu Tokyo diserbu tentara Sekutu. Terowongan itu bisa memuat ratusan ribu penduduk.

Tapi ternyata terowongan itu tak pernah dimanfaatkan. Artinya tak pernah dimanfaatkan untuk perlindungan peperangan. Sebab tentara Sekutu tak pernah menyerbu Tokyo. Mereka hanya menjatuhkan 2 buah Bom Atom, di Hirosima dan Nagasaki. Dan itu sudah cukup melumpuhkan seluruh Jepang. Sebab kedua kota ini adalah kota utama menghimpun kekuatan militer Jepang. Di kedua kota inilah terutama Hirosima seluruh persenjataan balatentara Jepang dibuat. Kota ini adalah kota industri senjata. Dan begitu Bom meluluhkannya, maka lumpuhlah kekuatan Balatentara Jepang.

Kini tentara Amerika memang datang ke Tokyo. Tapi penduduk Tokyo tak perlu lagi bersembunyi ke dalam terowongan. Sebab tentara Amerika datang sebagai penguasa baru. Dan rakyat Jepang juga tak seorangpun yang mengangkat bedil melawan Amerika. Mereka menanti sebagai orang dikalahkan.

Si bungsu berniat ke terowongan itu.