Chereads / Refaleo / Chapter 3 - Refo - 2

Chapter 3 - Refo - 2

.

.

.

"Meja ini bisa lo pakai untuk kerja."

Ini adalah kalimat yang baru saja Refa katakan sejak Adit memasuki butik ini.

Pagi tadi Adit di jemput oleh Ferdi dari kontrakannya menuju butik hingga bertemu dengan Refa. Dari tadi sejak bertemu, Refa hanya diam memandang Adit seolah meminta untuk mengikutinya.

Pandangan Adit mulai berkeliling, memperhatikan tempat kerja barunya. Ada sofa panjang dengan meja di depan meja kerja Adit. Di sisi ruangan juga di pasang white board yang belum bersih dari coretan. Sepertinya habis di pakai brefieng oleh Refa.

Terlalu lama melihat sekeliling ia berdiri. Adit baru sadar memperhatikan benda-benda yang ada di atas meja, yang nantinya akan menjadi meja kerjanya.

Ada laptop, beberapa tumpuk buku, dan telpon.  Pandangannya bergerak melihat Refa yang baru saja keluar dari ruangan yang berada tak jauh dari mejanya sedang membawa folder tebal di tangan kirinya.

Kapan Refa masuk ke dalam?

Refa merogoh kantung celana jeans-nya lalu mengeluarkan sesuatu dari sana. "Handphone ini bisa lo pakai. Di dalamnya sudah ada nomor klien dan model yang bisa lo hubungi nanti. Dan juga nomor gue." Adit langsung menerimanya dalam diam.

Brugh!

Refa menaruh kasar folder dipegangnya di meja depan Adit berdiri. "Lo harus mulai ngapalin nama-nama bahan."

Mata adit melihat folder tebal di depannya. Folder itu berisi potongan bahan-bahan yang tersusun rapi sesuai dengan namanya. Refa sendiri yang membuat folder itu saat ia memulai bisnis ini agar mudah mengingat nama-nama bahan.

Adit diam hanya mengangguk setelah mendengar ucapan Refa. Sejujurnya Adit sedang bingung, bingung memikirkan panggilan apa yang mesti ia sematkan ke bos barunya ini.

Refa tidak mau dipanggil bapak, lalu bagaimana dengan om? Sepertinya Refa akan tambah sinis terhadapnya.

Bagaimana jika dengan kak? Atau bang seperti ia memanggil Ferdi? Atau mengikuti Ferdi yang memanggilnya bos?

Okay, nampaknya Adit harus men-skip soal ini, karena ia melihat Refa yang berjalan menjauh darinya.

Refa berjalan melangkah lebih ke dalam gedung menuju ruangan lain. Adit langsung menyusul mengikuti Refa. 

Sambil berjalan Refa menyisir rambutnya dengan tangan lalu memgumpulkannya menjadi satu lalu mengikatnya seperti ekor kuda. Rambutnya hitam lurus, tampak halus terawat.

Tanpa sadar Adit memegang rambutnya sendiri. Rambutnya yang pendek di atas bahu. Amat jauh dibanding dengan Refa.

Yang cewek kan gue, kenapa rambutnya yang lebih bagus ya.

Refa berhenti, kemudian berbalik menatap Adit yang berjalan di belakangnya. "Lo jalan lama banget sih?" Adit tersenyum canggung merasa bersalah. "Kerjaan gue masih banyak tahu. Cepetan dikit."

Jutek banget sih! Jadi cowok.

Refa sudah mengajaknya keliling butik. Dimulai dari lantai dua yang terdiri dari ruang kerja Refa, ruangan brefieng yang juga sekaligus tempat kerjanya, ada pantry dan ruang menjahit. Tadi Adit juga berkenalan dengan beberapa penjahit yang sedang menjahit di ruang itu.

Sementara di lantai satu, ada show room, ruang tamu, ruang bahan, pantry dan toilet. Keluar dari pintu belakang terdapat halaman kecil yang ditanami bunga dan tanaman rambat dan juga kursi gantung yang berdekatan dengan kolam ikan.

Butik dua lantai milih Refa ini ternyata lumayan luas, meskipun dilihat dari luar tampak begitu sempit.

.

.

.

1. Cappucino dingin and croisant for breakfast √

2. Filter email yang diterima, lalu forward ke Refa. √

3. Ingatkan Refa untuk lunch.

4. Sambungkan telpon langsung ke Refa kalau itu dari keluarganya.

5. Untuk sementara ikuti kegiatan Refa.

Jam delapan pagi Adit sudah duduk di meja kerjanya dengan tenang. Bermodalkan catatan dari Ferdi, Adit sudah membeli Cappucino dingin yang ditempatkan di tumbler kemudian ia membeli croisant untuk sarapan Refa. Kata Ferdi, Refa tidak suka makanan dan minuman yang hangat apalagi panas.

Bos aneh!

Ok, fix. Adit akan memanggil bos pada Refa, seperti Ferdi memanggilnya.

Croisant dan cappucino dingin sudah Adit taruh di meja kerja Refa. Sekarang Adit sedang mengecek email yang masuk saat Refa datang.

Refa langsung ke ruangannya tanpa menyapa. Adit memang tidak mengharap sapaan dari Refa, mengingat Refa bukan orang yang ramah di kesan pertama mereka bertemu.

Handphone dinas berwarna hitam yang Refa berikan kemarin berbunyi, ada pesan dari seseorang.

Julie:

Ref, di undur satu jam ya, tante ada urusan urgent yg ga bs di tinggal.

Pintu ruangan terbuka, Refa muncul menenteng tas.

"Lo ikut gue sekarang. Siap-siap gih."

"Tunggu," Adit menahan Refa yang bersiap melangkah.

"Apa? Kita buru-buru," ucapnya ketus.

"Eum, bos udah makan roti yang saya taruh di meja?" Refa hanya diam memandang Adit dengan pandangan kesal.

"Kalau kita buru-buru karena ini." Adit menunjukan pesan di layar handphone dinasnya. "Bu Juli bilang, katanya di undur satu jam."

Refa yang melihat pesan di layar hanya mengangkat sebelah alisnya. "Oh," ucapnya datar. Raut wajah Refa berubah lebih ramah seketika.

"Jadi, gimana, bos?"

"Nggak apa-apa, kita tetep jalan sekarang. Lo bawa aja roti sama minumnya, nanti gue makan di mobil."

Adit langsung tersenyum. Usaha Adit untuk datang pagi-pagi ke coffee shop di sebrang butik tak sia-sia.

###