Chereads / Hirarki abu-abu / Chapter 86 - Dua Pria Cemburu

Chapter 86 - Dua Pria Cemburu

Saat ketenangan jiwa tidak segera kau temukan. Jangan pernah menyalahkan orang lain atas keadaan mu. Mungkin memang ada masalah dalam keimanan mu, atau mungkin kau tengah menempati posisi yang sangat rapuh dalam suatu jalur sibuk irama kehidupan. Kau mungkin sedang berada di tengah-tengah nya dan sangat mudah terombang-ambing, terpengaruh oleh ke arah mana gelombang berayun. Hati mu..teguhkanlah..

Dengan enggan Bulan berjalan memasuki boutique nya. Ia seperti mendapat firasat bahwa hari ini tidak akan semulus biasanya. Mungkin karena sedari pagi ia sibuk dengan prolog yang ia persiapkan untuk Dhany. Segala argumen yang ia siapkan untuk berjaga jika kalimat-kalimat Dhany akan menyerang pertahanan nya nanti. Ia butuh point andalan tak terbantahkan sebagai senjatanya melawan argumen Dhany. Hati nya tidak tenang..risau dan gelisah. Tapi ini memang harus dilakukan..Aq bukanlah si pengecut yang hanya diam saja saat masa depan q harus diselamatkan. Bukan ke dua orang tua q, bukan teman-teman q, bukan saudara q, bukan pula Bagaskara, melainkan Aq. Aq sendiri. Dan ternyata itu tidaklah mudah.

Bulan terkejut saat melihat satu bouquet bunga mawar merah indah yang dibungkus dengan kain kertas nuansa gold berpita putih gading. Bulan membaca kartu di bagian pita nya, dari Dhany.." Love.. bersiaplah sekitaran jam 19.00..I'll be there for you."

Okey..baiklah.. persiapan dimulai..

Seharian itu baik Bagaskara maupun Dhany sama sekali tidak menengok nya walau hanya melalui pesan singkat. Tapi itu cukup melegakan, saat ini ia membutuhkan sedikit jarak dari ke dua nya.

Jam dinding menunjukkan pukul 18.30. Semakin mendekati pertemuannya dengan Dhany.. Kegelisahan yang Bulan rasakan sedari tadi semakin mengusik perutnya. Membolak-balik halaman majalah, menilai referensi mode untuk bahan koleksi mendatang, puluhan kali mengganti channel TV tidak mampu membuatnya mengalihkan pikiran dari segala ide point pembicaraan nya dengan Dhany. Intinya adalah malam ini harus selesai.

Tiba-tiba ponsel nya berdering, nama Bagaskara muncul di layar ponselnya.

Bulan : " Ya, Bagas? Ada apa?"

Bagaskara : " Aq di luar."

Bulan : " What? Bagaskara, aq sudah bilang.."

Bagaskara : " Ya..aq tau. Cepatlah ke luar. Aq hanya ingin bertemu sebentar."

Bagaskara memutuskan sambungan teleponnya. Bulan bergegas menuju pintu dan segera menemukan Bagaskara bersandar di pintu mobilnya. Kaus hitam lengan panjang dengan celana taktical grey dan sepatu kanvas cream membuatnya makin terlihat cool tanpa harus berusaha keras. Kadang tampilan sesimpel itulah yang membuat Bulan semakin nyaman berada di dekatnya.

Bagaskara menatapnya lurus. Bulan merasakan getaran kegelisahan itu berhamburan menyerbunya secara perlahan.

Bulan, " Ada apa, Bagas? Kenapa kau kemari?"

Bagaskara, " Masuklah, sebentar saja."

Bulan, " Aq ada janji sebentar lagi."

Bagaskara, " Ya, aq tau..kau tidak perlu mengulangi nya lagi."

Bulan, " Baiklah.." Dengan segera Bulan memasuki mobil Bagaskara.

Bulan, " Ada apa, Bagas?"

Bagaskara, " Bulan, berjanjilah, kau tidak akan melakukan hal-hal di luar batas." Bagaskara menatapnya dengan sungguh-sungguh. " Apa maksudmu? " Bulan tidak mengerti maksud pembicaraan nya. " Kau tau aq mencintaimu, Bulan.. Tolong jangan lakukan hal apapun yang beresiko menyakiti hati q lagi." Bagaskara memberi penekanan pada kalimat terakhirnya. " Bagas, aq benar-benar tidak mengerti, apa maksud mu dengan kalim.." Bulan tidak sampai melanjutkan kalimatnya, Bagaskara dengan cepat merengkuh pundaknya dan mengunci bibir Bulan dengan miliknya. Udara di dalam mobil seperti berhenti dan semakin dingin. Bulan merasakan degup jantung nya yang seakan meloncat keluar saking kerasnya. Bibir Bagaskara terasa dingin dan lembut. Bahkan denyutan nadinya dapat ia rasakan saat tidak ada jarak di antara mereka. Tenggelam mengikuti arus yang seperti gelombang terus menerus menariknya semakin jauh dari tepian pantai. Bulan tidak mampu lagi menghitung detik demi detik yang berjalan karena baginya kini ia masuk dalam ruang kedap waktu..di mana ia melupakan segalanya..dan hanya mampu mengikuti keinginan seorang Bagaskara memasuki wilayah kekuasaannya.

"Bulan..apa sekarang kau sudah mengerti?" Bagaskara menarik dagu Bulan, dan kembali memberikan kecupan singkat. Bulan tidak mampu mengatakan apapun lagi karena ia masih sibuk bergulat mendamaikan degup jantung nya, ia khawatir Bagaskara akan mengetahui bahwa ia berhasil membuat nya gugup setengah mati. " Jika kau belum mengerti, maka aq dengan senang hati akan melakukan nya lagi." Bagaskara bersiap merengkuh pundaknya." Stop, ya..aq mengerti, Bagas.." Bulan menahannya.." Aq mengerti. Tapi..apa harus dengan cara ini?" Bulan menatap Bagaskara sambil mengatur nafasnya. " Aq tidak tau lagi harus bagaimana..kau tau..aq tidak pandai bicara." Bagaskara memberi tatapan hangat namun fokus ke arah bibir Bulan yang kini ia sadari sangat menggodanya. Lembut dan manis..

Sebenarnya Bagaskara hanya menutupi kegugupannya. Ia berusaha sangat keras menguasai keadaan yang sangat di luar kendali. Beberapa menit yang lalu ia telah mempersiapkan diri untuk menyampaikan kegelisahan hati yang menyiksanya. Ia tidak rela jika Bulan berlama-lama menghabiskan waktunya dengan pria lain. Ia cemburu..walaupun tau posisinya..tetapi ia tidak mampu menahannya. Dan dengan segala keberaniannya ia curi waktu untuk bertemu sang pujaan hati dengan harapan dapat memberikan ketenangan. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Kalimat-kalimat yang telah ia susun hilang..lenyap seketika saat mata indah itu menariknya kembali ke dalam ruang bawah sadarnya. Dan ia hanya mampu melihat ke ruang hatinya yang dipenuhi kalimat-kalimat penuh pujaan romantis yang 180° sangat berbeda dengan yang ia siapkan tadi. Sungguh..setiap kali bertemu dengan Bulan..maka pikiran dan hati selalu mengkhianatinya..Tidak akan menuruti segala rancangan awal yang telah ia buat susah payah. Wanita ini..telah berhasil membungkam nya.