*Criiiing…* bunyi jam yang membangunkanku dan membuatku untuk mematikan alarm dari jam tersebut, kemudian aku bangun dalam posisi duduk di atas tempat tidur dengan mata yang masing mengantuk.
"Huaaahhh…"
Aku menguap karena masih merasa mengantuk sambil mengusap mata, setelah beberapa saat aku bangun dari tempat tidur untuk mencuci wajah. Saat di kamar mandi, aku sekaligus membersihkan tubuh.
Setelah semua itu, aku menyiapkan sarapan untuk diriku sendiri. Yah, itu karena aku hidup seorang diri.
Setelah sarapan, aku bersiap mengenakan seragam sekolah, lalu aku berangkat ke sekolah. Aku masih pelajar sekolah menengah atas kelas 2, berumur 16 tahun dan juga… 'single'.
Namaku Kanezuki Rei. Ditulis dalam tulisan Katakana. Umurku 16 tahun, tinggi 168cm, berat 57kg, dan golongan darahku adalah O.
Sesampainya aku di sekolah, aku langsung bergegas untuk pergi ke kelas dan sepertinya gawat!
"Sial, sepertinya aku datang terlalu cepat!"
Mau bagaimana lagi… yang sudah terjadi, ya terjadi. Aku hanya menghela nafas dalam-dalam dan langsung duduk di bangku milikku dan langsung...tidur kembali.
Kurang lebih hampir setengah jam aku tertidur dan kemudian ada sebuah tepukan yang kurasakan di salah satu bahu yang membuatku terbangun. Saat aku melihat orang tersebut, dia adalah sahabatku, Shin.
"Ah… kau, Shin?"
"Apa kau terlalu cepat lagi datangnya, Rei?"
"Ya."
Kyouta Shin, adalah teman semasa kecilku dan kami selalu satu sekolah, meskipun baru kali ini kami sekelas. Dia memiliki wajah yang cukup tampan dengan bola mata berwarna hitam dan rambutnya pun juga berwarna hitam, sehingga itu membuat warna rambut dan matanya selaras.
Dia adalah ketua kelas dan juga merupakan wakil ketua OSIS, dan dia selalu mendapatkan ranking tertinggi di kelas. Meskipun dia orangnya sedikit tertutup kepada orang lain, namun aku mengetahui hampir segala yang disembunyikannya. Dia juga memiliki pacar, terlebih pacarnya itu adalah orang terpopuler di sekolah. Itu sedikit membuatku kecewa, karena aku tidak memiliki pacar.
Kuh…! Itu sungguh membuatku sangat iri!
Shin kemudian duduk tepat di sampingku. Meski it bukan bangku miliknya, tapi karena masih hanya ada kami berdua di kelas, kurasa itu tidak masalah, bukan.
"Hah…"
Aku mendesah dengan penuh kecewa.
"Ada apa Rei?"
"Tidak ada. Hanya saja… apakah nyaman jika menjadi orang yang populer?"
Mendengar pertanyaanku, Shin sedikit memiringkan kepalanya, kemudian bertanya balik kepadaku.
"Memanya kenapa kau bertanya begitu? Apa kau juga ingin menjadi popular? Yah… kurasa itu akan sulit karena kau itu jarang bersosialisasi."
Entah kenapa nadanyasangat membuatku kesal. Apa dia sedang mengejekku atau apa?
"Ooh… ternyata temanku yang satu ini mulai sombong karena kepopulerannya! Tapi, yah… bukan apa-apa, hanya saja… kau itu pintar, Wakil Ketua OSIS, dan juga memiliki pacar. Apa lagi pacarmu itu Puteri Via dari kerajaan tetangga. Jujur saja itu membuatku tertekan, sebagai sahabatmu tentunya."
Mendengar perkataanku, Shin sedikit tertawa, dan itu membuatku bertanya dengan nada sedikit kesal.
"Apa yang lucu?"
"Tidak, bukan apa-apa."
Setelah berkata begitu, Shin terlihat tersenyun tipis sambil menundukkan kepalanya ke bawah, kemudian dia bergumam tentang sesuatu.
Aku tidak mendengar gumam miliknya tersebut dan membuatku kembali bertanya.
"Apa yang barusan kau katakan?"
"Tidak, bukan apa-apa"
Yah, dia tidak memberitahuku apa yang sedang dia gumamkan jadi aku tidak bertanya kembali.
***
Setelah pulang sekolah, aku langsung pulang ke rumah tentunya. Namun pada saat perjalanan pulang, aku melihat Shin dan Puteri Via jalan bersama ke suatu jalan kecil sambil bergandengan tangan.
"Kenapa Puteri Via tidak dijemput seperti biasanya? Dan juga, kenapa dia bersama Shin?"
Aku memang mengetahui bahwa mereka pacaran, tapi karena penasaran, aku mengikuti mereka berdua dengan sembunyi-sembunyi. Setelah aku berada di depan jalan itu dengan posisi membelakangi dinding, yang kulihat adalah Shin mendorong gadis itu dan membuatnya tidak bisa bergerak.
Tidak lama kemudian, Shin mulai mengangkat kepala gadis tersebut ke arah wajahnya dan membuat mereka saling bertatapan.
"Apa yang ingin kau lakukan, Shin?!"
Aku berbisik pada diriku sendiri agar tidak terlalu terdengar oleh mereka.
"Apa yang kau lakukan??"
"Uwaa!!"
Sebuah suara tiba-tiba mengejutkanku dari belakang, dan ternyata orang yang mengejutkanku adalah seorang perempuan dengan rambut pendek bergelombang berwarna coklat dan warna mata kuning keemasan.
"Kupikir siapa. Kau mengejutkanku, Karin!"
"Hehehe… maaf…"
Katou Karin, dia adalah gadis yang tinggal bersebelahan dengan rumahku. Dia adalah gadis yang baik, dan wajahnya cukup… cantik? Yah, aku tidak mengetahui bagaimana membedakan perempuan yang cantik atau tidak. Apakah dari fisiknya, atau dari sifatnya? Lagipula, aku tidak pernah berpacaran sama sekali.
"Apa yang kau lakukan disini Rei?"
"Tidak, bukan apa-apa… hanya saja…"
Ketika aku mencoba mengintip kembali apa yang sedang Shin dan Puteri Via lakukan, aku sangat terkejut, karena pada saat melihat kembali, mereka menghilang…
Aku berusaha tetap tenang agar tidak dicurigai Karin. Jika dia mengetahui aku sedang mengikuti mereka, mungkin saja Karin akan menganggapku sebagai seorang penguntit.
"Hanya saja… apa?"
"Tidak, bukan apa-apa. Ayo kita pulang?"
Mendengar ajakanku, Karin hanya mengangguk dan kami pulang bersama-sama. Aku terus memikirkannya, bahkan saat dalam perjalanan pulang. Sesampainya kami di depan rumah Karin, kami berhenti sejenak.
"Terima kasih sudah mau mengantarkanku."
"Tidak usah dipikirkan, lagi pula kita searah."
"Baiklah, sampai besok!"
"Ya, sampai besok."
Aku kembali berjalan, tapi tiba-tiba Karin memanggilku.
"Rei!"
Mendengar panggilan dari Karin, aku langsung berhenti dan melihat ke arah belakang. Aku tidak tahu apa yang diinginkan gadis tersebut, tapi apa yang aku lihat adalah Karin yang menundukkan kepalanya dan wajahnya terlihat sedikit memerah.
"Ada apa?"
"Eng… Apakah kau ingin makan malam bersamaku? Kebetulan sekarang orang tuaku sedang pergi keluar kota untuk bekerja."
Perkataannya membuat diriku berpikir yang macam-macam.
Situasi macam apa ini? Kenapa dia tiba-tiba mengajakku? Lagipula bukankah Karin memiliki pacar? Atau apa mungkin mereka sudah putus? Tunggu! Apa yang aku pikirkan? Aaaaargh…!! Aku benar-benar tidak bisa menghadapi situasi ini!
"Hn… terima kasih atas ajakannya, tapi aku akan makan malam sendiri saja."
"Be-Begitu… baiklah… kalau begitu, sampai besok!"
Setelah berbicara, Karin langsung berlari masuk ke dalam rumahnya dan membenturkan pintu dengan sangat keras.
Apa yang aku katakan!! Kenapa aku menolak ajakannya?! Itu adalah kesempatan sekali seumur hidup! Bodoh bodoh bodoh bodooooh!
Aku hanya bisa menghela nafas panjang dengan penuh kecewa.
"Hahh… yasudahlah."
Sesampainya aku di rumah, aku bergegas pergi ke kamar dan mengganti baju, kemudian berbaring di atas tempat tidur sambil menutup mataku dengan lenganku.
Aku mencoba untuk mengingat kembali apa yang terjadi di jalan kecil itu.
"Mereka pergi kemana, ya? Tiba-tiba menghilang begitu saja."
Berpikir pun sepertinya tidak ada gunanya. Lebih baik aku menyiapkan makan malam.
Aku bangun dari posisi tidurku ke posisi duduk, aku melihat ke arah luar jendela kamarku, dan ternyata hari sudah mulai malam. Aku langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
Ketika aku melihat ke dalam lemari pendingin, aku merasa kecewa karena telah menolak ajakan Karin tadi.
"Bahan makananku ternyata sudah habis. Sepertinya aku harus membelinya nanti. Aah… sungguh sial."
Aku ingin kembali ke kamar, pada saat ingin kembali ke kamar aku melihat foto keluargaku yang ada di atas sebuah meja kecil di ruang keluarga.
Untuk sesaat, aku terdiam dan kemudian mendekati foto tersebut. Aku mengangkat bingkai foto tersebut dari atas meja dan mengamatinya. Di dalam foto tersebut ada aku, Ayah, Ibu, dan kembaranku, Ren. Mereka semua meninggal kerena kejadian perampokan yang pernah terjadi di rumahku.
Yah… kejadian itu sudah cukup lama.
Pada saat kejadian tersebut terjadi aku tidak berada di rumah, melainkan sedang berada di sekolah. Pada saat itu, Ren tidak masuk sekolah karena sakit, dan tragedi itu pun terjadi. Kedua orang tuaku dibunuh dan tubuh Ren tidak ditemukan. Hal itu benar-benar membuatku depresi, pada saat itu, orang yang pertama kali datang untuk menenangkanku adalah Shin.
"Kenapa, ya? Mengingat semua itu membuatku sedih. Dan kenapa bukan aku saja yang berada di tempat kalian..."
Dan tanpa kusadari air mata keluar dari kedua mataku. Aku tak bisa menahan rasa sedihku dan akhirnya aku terjatuh dalam posisi berlutut sambil menangis dan menyebut mereka.
"Ayah… Ibu… Ren…!"