Bugh
bugh bugh
"Brengsek!"
"Berani-beraninya lo peluk dan cium istri gue!"
Tidak terima dengan hantaman yang tiba-tiba diberikan kepadanya akhirnya Arsya bangkit kemudian berbalik memukul Fero.
Bugh
"Apa-apaan lo brengsek!"
Bugh
"Tiba-tiba mukul gue"
Bugh
Akhirnya terjadi baku hantam antara mereka. Bahkan, semua pengunjung memperhatikan mereka. Ada yang melihat dengan kaget, dan ada juga yang berseru 'terus woy hajar' ya seperti itulah kira-kira.
Sementara Anna yang kaget dengan situasi ini mulai tersadar dan berusaha menghentikan perkelahian yang terjadi antara keduanya.
"Fe-Fero udah"
Fero mendengarnya, tapi memilih untuk mengabaikannya. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun saat ini.
"Stop it, Fero. Please" Lantang Anna berteriak.
Fero yang kemudian menghentikan aksinya dan memilih berbalik memeluk Anna dengan erat. Menciumi seluruh wajah Anna tanpa terlewat. Berusaha menghapus jejak lelaki itu. Kemudia ia mencium bibirnya. Hey, mereka sedang di tempat umum, kan?
Persetan. Fero sudah tidak peduli lagi. Ia hanya ingin istrinya sadar bahwa ia cemburu. SANGAT CEMBURU.
Arsya yang babak belur dengan pukulan-pukulan telak Fero pun hanya melongo. Bagaimana bisa? Mereka? Yang benar saja ini di tempat umum. Dan, Ya Tuhan. Sekarang ia seperti lelaki brengsek yang merebut istri orang dan baru saja ke pergok.
Setelah melepas ciumannya, Fero memaksa Anna menatapnya. Ia menatap Anna sangat dalam. Seakan ia bisa memberitahu Anna lewat tatapan matanya bahwa ia mencintainya dan cemburu Anna diperlakukan seperti itu oleh lelaki lain.
Anna yang masih terengah akibat ciuman tiba-tiba Fero pun mengalihkan pandangannya pada keadaan sekitar. Ia gugup sebenarnya. Tapi Fero memaksa Anna untuk menatapnya. Anna mengerti. Ia sangat mengerti. Ia punya banyak pengalaman dalam ilmu psikolog, tapi ia ragu. Ia ragu tentang apa yang ia lihat di mata Fero.
Fero yang sadar akan keraguan Anna, mempererat pelukannya. Dan mengatakan,
"Aku tidak suka kamu di sentuh laki-laki lain, An. Kamu milikku"
Sementara Anna? Tentu saja ia kaget. Jadi benar? Apa yang ia lihat benar? Ingin pingsan rasanya. Saat Anna sedang lemas-lemasnya ia…
"Ekhem! Apa ada yang bisa jelasin tentang ini?" Ternyata itu suara Arsya.
"Hmm, Sya ini…"
"Saya suaminya, siapa kamu?"
Oh lihatlah. Sepertinya sekarang lelaki itu mulai menunjukkan sikap possessive-nya. Bagaimana tidak? Ia sudah tidak tahan dengan siksaan perasaannya. Ia tidak ingin memendamnya lagi. Tidak lagi!
Melihat keadaan sekitar akhirnya Arsya memanggil salah satu pegawainya dan mengatakan sesuatu. Tunggu, Aku sudah memberi tahu, kan? Ini café milik Arsya. Oh baiklah. Aku sudah memberitahunya barusan.
"Sebaiknya kita berbicara di tempat yang lebih tertutup"
"Tidak per…"
"Oke"
"Anna apa-apa…"
"Mas disini banyak orang"
Fero menatap Anna. Tidak lama, mungkin hanya satu detik.
"Oke"
Anna mengangguk dan mengikuti Arsya yang sudah jalan terlebih dahulu.
Mereka sampai di sebuah ruangan yang nyaman dengan yang sedikit terkesan formal. Mungkin ruangan Arsya. Bantin Anna.
Arsya mempersilahkan mereka untuk duduk dan membuka pembicaraan ringan.
"Ah apa kalian lapar? Kalian bisa memesan makanan sekarang"
"Kamu gapapa, Sya? Wajah kamu agak biru, apa itu sakit?"
"An…"
"Apa? Kamu juga! Nanti aku bersihin lukanya. Lagian kamu ngapain sih bikin gara-gara kaya tadi? Ya ampun Ferooo kamu udah tua, gausah banyak tingkah dehh"
Hah? Fero hanya melongo dimarahi seperti itu oleh istrinya. Ini mungkin pertama kali nya Anna bersikap seperti ini padanya. Atau mungkin pertama kali setelah sekian lama. Entahlah ia tidak ingat.
Puas dengan keterkagetannya, Fero menoleh ke arah si Arsya dan… What? Hey lelaki sialan itu berani menertawakannya secara terang terangan.
"Hahahaha, Awhh shhh. Hahaha omelin aja, Ann. Biar tahu rasa. Aw aw"
"Heh kamu juga. Ngapain ketawa-tawa? Tau lagi babak belur juga. Udah deh kalian berdua mendingan diem aja"
Sekarang berganti menjadi Arsya yang melongo. Sementara Fero? Ia hanya menunjukan senyum remehnya. Anna yang melihat itu merasa kesal sekali. Mereka itu baru saja bertemu tapi lihat? Kelakuan mereka kekanakan sekali!