Chereads / Pain in Life / Chapter 12 - Annaya Rossaline

Chapter 12 - Annaya Rossaline

Mama selalu mengatakan padaku untuk selalu berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Karena ada banyak hal yang pada kenyataannya, tidak seperti yang terlihat. Dan ya, Mama benar. Selama tujuh belas tahun aku ada di dunia ini, ada banyak hal yang aku ketahui tapi aku memilih untuk diam. Tahukah kalian? Hal yang paling sulit ketika kita harus hidup dengan memendam begitu banyak kenyataan pahit. Papa tidak mencintai Mama seperti yang selama ini aku lihat. Dan Mama tidak se-bahagia seperti yang selama ini ia tunjukan. 

Saat kecil, aku selalu melihat perlakuan kasar yang Papa lakukan terhadap Mama. Memang tidak sampai memukul, tapi sangat cukup untuk membuat Mama sedih. Dulu aku tidak mengerti, tapi seiring berjalannya waktu akhirnya aku mengerti. Awalnya aku membenci Papa, tapi ketika aku menemukan buku yang saat ini berada di genggaman ku, aku mengerti. Memang, tidak ada yang salah ketika menyangkut tentang cinta. Tapi, apakah harus seperti ini? 

Mama mencintai Papa dengan sepenuh hatinya. Dan Papaku mencintai wanita lain dengan butanya. Dari dalam buku ini aku mengetahui semuanya. Aku menemukan buku ini ketika aku berusia 5 tahun. Aku melihat buku ini tergeletak di atas meja di dapur kemudian aku mengambilnya. Aku berniat untuk menanyakan kepada Mama apakah buku ini miliknya. Tapi sebelum aku melakukannya buku ini menghilang. Aku rasa aku lupa dimana aku meletakkannya. 

Kemudian ketika aku berusia 13 tahun, beberapa hari setelah kelulusanku aku menemukannya. Ternyata aku menyimpannya di tumpukan baju yang sudah tidak ku pakai. Di umur itu, aku tahu bahwa buku ini adalah sebuah diary karena aku juga sangat suka menulis kegiatanku setiap hari nya. Penasaran dengan isinya, akhirnya aku memberanikan diri untuk membacanya. 

Well, ternyata ini buku Mama. Aku semakin semangat untuk membacanya. Aku pikir aku akan menemukan cerita tentang keromantisan Mama dan Papa, aku pikir aku disana akan tertulis betapa bahagianya Mama bersama kami, dan ku pikir aku akan menemukan cerita dimana Mama akan bahagia karena dicium Papa seperti di novel-novel yang sering kubaca. Tapi aku salah. 

Sejak saat itu aku tahu apa yang Mama maksud, bahwa tidak semua seperti yang kita lihat. Sejak saat itu aku mengerti arti bayang-bayang Papa yang selalu berteriak pada Mama ketika larut malam. Ternyata itu bukan halusinasi melainkan ingatan masa kecilku. Dan aku juga jadi mengerti alasan Om Arsya selalu datang ke rumah ini saat Papa tidak ada dan Mama meminta kami untuk tidak mengatakan apapun pada Papa, dengan alasan Mama dan Om Arsya sedang merencanakan kejutan untuk Papa. 

Sejak saat itu juga aku mulai menutup diri. Menjadi aku yang bukan aku. Berpura-pura untuk selalu menjadi diriku sendiri di hadapan banyak orang. Kecewa, marah, dan sedih menghinggap di dadaku bahkan hingga saat ini. Bagaimana mungkin semua ini terjadi pada keluarga ku? Sampai kapan aku harus bertahan dari rasa sakit yang tiada habisnya ini? 

Jakarta, 2 Agustus 2001

Aku nggak nyangka Fero benar-benar melamar aku hari ini. Aku seneng banget. Terimakasih Tuhan..

Jakarta, 15 September 2001

Hari ini aku terlambat datang buat coba gaun pernikahan dan ambil cincin. Fero kelihatan marah. 

Jakarta, 18 September 2001

Hari ini aku libur kerja. Fero juga keliatan senggang. Aku ajak dia jalan-jalan sekalian minta maaf karena kemarin aku telat, dan DIA MAU. Aku seneng bangeet.

Jakarta, 11 Oktober 2001

Tiga minggu menuju hari pernikahan. Hari pernikahan kami sama dengan hari ulang tahun Fero. Entah kenapa aku selalu senang memikirkan itu. Aku bener-bener ga sabar dan sedikit gugup. Masih nggak percaya kalo Fero akan jadi suami aku. 

Jakarta, 1 November 2001

Beberapa hari ini Fero kelihatan selalu gelisah. Aku ga berani untuk tanya. Tapi aku khawatir terjadi sesuatu sama dia.

Jakarta, 2 November 2001

Besok aku akan menikah, tapi Fero masih sibuk sama pekerjaannya. Entah apa yang dia lakukan. Dia bahkan ga ada waktu untuk makan malam keluarga.

Jakarta, 5 Desember 2001

Hari kedua pernikahan, aku gatau kenapa Fero jadi semakin dingin.

Jakarta, 25 Februari 2002

Hubunganku dan Fero semakin membaik. Aku harap kedepannya kami bisa lebih dekat.

Jakarta, 29 Maret 2002

Hari ini aku nggak salah dengar kan? Fero panggil aku sayang? SAYANG! Aku seneng banget..! dia bahkan tau hari ini hari ulang tahunku. Dia juga kasih aku hadiah.

Bali, 12 April 2002

Fero ajak aku jalan-jalan ke Bali. Wah, aku ga pernah jalan-jalan kaya gini sebelumnya. Pekerjaanku banyak banget. Ternyata keputusanku untuk resign dari kantor nggak salah. Aku bisa lebih dekat lagi sama Fero. Kami bahkan udah ga masalah untuk saling mencium. Aku bener-bener bahagia! 

Jakarta, 10 Juni 2002

Aku nggak tau apa yang sebenarnya Tuhan rencanakan untuk hidupku. Tapi apa ini? Rasanya aku seperti perempuan menyedihkan. Hari ini Fero menikahi Vanessa. Cinta dan wanita pertamanya. Wanita itu, dia hamil. 

Jakarta, 27 Juni 2002

Sebentar lagi Vanessa melahirkan. Fero tidak pernah satu hari pun ada di rumah ini setelah pernikahan keduanya. Dia selalu ada di samping Vanessa. Aku iri, aku juga ingin Fero menyayangiku sebesar ia menyayangi Vanessa. Rasanya aku benar-benar menyedihkan. Hanya pekerjaan yang hingga kini bisa menjadi pelarianku. Ya, aku kembali bekerja. Aku bahkan membangun perusahaan sendiri. Tanpa diketahui Fero tentunya. Aku terlalu malas untuk memberitahunya.

Jakarta, 30 Agustus 2002

Aku hamil. Aku tidak tahu bagaimana cara mengatakan ini pada Fero. Dia... dia tidak sadar saat kami melakukannya. Dia dalam pengaruh alkohol dan obat saat itu. Aku tidak berani membicarakan ini tapi aku tidak mau kehilangan anakku juga. 

Jakarta, 7 Oktober 2002

Perutku sudah mulai membesar. Aku telah membicarakannya dengan Fero. Dia sangat marah. Dia menganggap anak ini sebagai beban. Dia tidak ingin Reyhan kekurangan kasih sayang seorang Mama karena keberadaan anak yang sedang aku kandung. Ditambah lagi pekerjaanku yang tidak ada habisnya. Hey! Aku masih lebih banyak bekerja dari rumah. Kalaupun aku harus keluar, aku akan membawa Reyhan bersamaku. Sepertinya Fero masih menganggap aku sebagai penyebab kepergian Vanessa, dia ingin aku bertanggung jawab merawat anaknya dengan baik tanpa kurang apapun.

Jakarta, 18 Januari 2003

Kehamilanku sudah berjalan di bulan ke 6. Aku senang melihat Reyhan semakin aktif mengoceh dan menangis. Dia benar-benar lucu. Aku bersyukur karena keberadaan Reyhan aku jadi selalu bahagia.

Jakarta, 29 Oktober 2005

Aku benci sekali ketika Fero dengan mudahnya memarahiku di depan anak-anak. Mereka masih berusia 2 tahun, tidak seharusnya melihat kami bertengkar. Aku tahu aku lalai membiarkan anak-anak bermain di teras rumah sendirian. Aku menyesal untuk itu dan aku bersyukur mereka baik-baik saja tapi haruskah dia memarahiku sejauh ini? Di depan anak-anak?

Jakarta, 15 Januari 2006

Sejak hari itu, pertengkaran kami tidak lagi lagi kecil. Kini dia sesekali membentakku. Meskipun ku akui aku salah, tapi aku tidak suka dia membentakku. Aku tidak tahu apa yang salah dengan Fero. Mengapa dia begitu sensitif dan aneh akhir-akhir ini.

Jakarta, 1 Desember 2006

Aku tidak tahu lagi cara untuk menghadapi Fero. aku banyak belajar dari kesalahanku. Aku hampir tidak pernah lalai menjaga anak-anak. Tapi Fero.. suasana hati nya selalu berubah-ubah. Ah, gatau cape.

Jakarta, 6 Februari 2007

Fero semakin parah akhir-akhir ini. Aku tidak mengerti bagaimana bisa dia membanding-bandingkan aku dengan Vanessa. 

Jakarta, 20 Juni 2007

Akhir-akhir ini aku semakin sibuk. Perusahaanku sudah mulai berkembang. Fero pun tidak berhenti marah padaku yang selalu berujung dengan Vanessa Vanessa Vanessa. Aku lelaah. Aku memilih tidak lagi menanggapinya. Aku memilih untuk diam dan tidur saat dia sudah lebih tenang. Anak-anak sudah mulai mengerti banyak hal. Kami tidak mungkin seperti itu terus menerus. Aku berencana untuk membicarakan ini padanya.

Jakarta, 4 September 2007

Sudah lebih dari satu bulan aku rutin menemui psikiater. Aku mulai sulit tidur dan sering merasa cemas. 

Jakarta, 18 Februari 2008 

Dokter menyarankan agar aku melakukan pemeriksaan menyeluruh karena sepertinya kondisiku tidak baik-baik saja. Hah! Baru saja aku bisa berdamai dengan Fero, setidaknya di hadapan anak-anak. Aku kehilangan banyak karena perjanjian itu dan sekarang? Masalah kesehatan? Yang benar saja! Aku tidak mau periksa. Jam kerjaku di kantor sudah dikurangi karena Fero aku tidak ingin hanya beristirahat saat di rumah. Aku tetap harus bekerja.

Jakarta, 16 Juli 2008

Baru beberapa bulan sejak perjanjian dibuat, Fero sudah kelepasan memarahiku di depan anak-anak. Ya ampun aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Urusan dengan Fero, anak-anak, dokter, kantor, keluarga, ah pusing sekali. Aku bahkan mulai memakai obat-obatan untuk bisa tenang. Tentu saja dengan resep dokter.

Jakarta, 21 Juli 2011

Bertahun-tahun sudah berlalu. Banyak hal terjadi. Aku membaca kembali semua keluh kesahku dalam buku ini. Aku baru menyadari bahwa aku tidak pernah sedikitpun menuliskan seberapa besar aku mencintai Fero. Aku sangat mencintai nya. Aku merasa pertemuanku dengan nya adalah takdir. 

Entah seberapapun aku mengatakan aku benci, maka sebenarnya aku hanya lelah. Aku sangat senang ketika tanpa sadar Fero bersikap sangat manis padaku. Aku mulai mengerti bahwa semua yang dia lakukan ternyata untuk menunjukkan rasa sayangnya padaku dan anak-anak. Kini Fero sudah tidak pernah lagi marah apalagi membentakku. Kupikir dia seperti itu karena merasa bersalah atas kepergian Vanessa setelah melahirkan Reyhan.

Hari itu aku harus meneriaki nya untuk menyadarkannya. Untuk beberapa waktu dia berpikir namun sekarang kulihat dia sudah membaik. Sungguh, takdir yang indah bisa mencintai laki-laki yang selalu aku impikan dan memiliki anak-anak yang menakjubkan. Begitu juga pertemuanku dengan Arsya. Aku tidak tahu apakah aku harus merasa bahagia atau bersedih.

Aku sudah menjalani pemeriksaan kesehatan. Aku mengidap liver kronis akibat kelelahan. Arsya bilang, sangat mungkin penyakit ini berubah menjadi kanker. Ya, Arsya adalah dokter yang menanganiku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Aku takut. Aku tidak tahu pada siapa aku harus bercerita.