Dias mampu merasakan nafasnya makin memburu saat jarak keduanya hanya tinggal beberapa sentimeter. Bola mata Dinda terus bergerak tidak tentu arah. Mungkin itulah gambaran pemikiran Dinda saat ini. Ia pasti cukup dibuat bingung dengan tingkah Dias.
"Tidak!" Pekik Dinda.
Begh!
Dinda refleks mengarahkan lututnya ke depan, menumbuk diantara selangkangan Dias.
"Ough!" Dias menahan dengan kepayahan rasa ngilu yang luar biasa, ia membungkuk meredam rasa nyeri yang masih berdenyut. "Kau! Ough" kata Dias disela rintihanya.
"Maafkan aku" Dinda menelangkupkan telapak tangannya dan cepat-cepat masuk ke dalam rumah.
"Hei, tunggu!" kata Dias yang tak digubris oleh Dinda.
Sesampainya Dinda di kamar, ia mengintip lewat celah tirai yang menutup jendela kamarnya di lantai dua.