"Apa kau sangat penasaran?" Dirga malah tertawa pelan.
"Aku serius".
"Yang mendonorkan jantung untukku ternyata musuh terbaikku, harga diriku sungguh dipertaruhkan disini" nada suara Dirga datar.
"Musuh terbaikmu?" Winda memastikan.
"Yupz".
"Aku tidak mengerti kenapa kamu memanggilnya seperti itu?" Winda membetulkan kembali posisi duduknya.
"Seperti yang telah aku bilang, musuh terbaikku itu adalah sahabatku sejak kecil, kami tumbuh besar bersama dan selalu di bandingkan. Itulah sebabnya kami menjadi terbiasa bersaing untuk mendapat pujian dan semakin lama aku membencinya karena dia selalu lebih unggul dariku. Puncak kebencianku saat wanita yang aku suka lebih memilih dia".
"Kenapa aku memanggil dia musuh terbaik, karena di satu sisi dia adalah musuhku dan aku terlanjur membencinya. Di sisi lain dia orang yang baik karena memberikan jantungnya kepadaku agar aku tetap bisa bertahan hidup" Dirga tersenyum pahit.