Chereads / Aisyah Wanita yang hadir dalam mimpi Rasulullah / Chapter 69 - Pengkhianatan Bani Qaynuqa Dan Perang Uhud (5)

Chapter 69 - Pengkhianatan Bani Qaynuqa Dan Perang Uhud (5)

Ayah Samura melaporkan ucapan Samura kepada Rasulullah. Keputusannya, beliau usul agar mereka bergulat untuk membuktikan siapa yang lebih kuat dan jago. Begitu Samura berhadapan dengan Rafi, dalam waktu singkat ia berhasil menaklukkan temannya. Rasulullah pun lantas menerima Samura untuk bergabung dalam pasukan. Rasulullah tak ingin menyakiti hati dan harga diri anak-anak lain yang akhirnya dikirim kembali ke Madinah. Ia memberi tugas kepada mereka untuk menjaga ibu ibu dan sadara-saudara perempuannya. "kami mengamankan Madinah kepada kalian," ucap Rasulullah.

Sementara itu, para wanita pun ikut sibuk melakukan persiapan, tak terkecuali dengan Safiyah, bibi Rasulullah. Ia seorang wanita pemberani dan tahu persis cara memanah sambil menunggang kuda. Dia menderet-deretkan semua busur yang sudah dia siapkan sebelumnya di sisi pintu rumahnya.

Aku dan Fatimah, putri Rasulullah, mendapat tugas menyiapkan persediaan air dan mengobati orang-orang yang terluka. Sementara itu, para wanita kaum musyrik entah bagaimana sudah mengetahui kedatangan pasukan Islam begitu mereka tiba di Uhud. Tampaknya mereka justru lebih bersemangat daripada para lelakinya. Dengan tendang ditangan, mereka mendendangka lagu-lagu dan puisi-puisi kepahlawanan untuk mengobarkan semangat para lelaki. Suatu saat bendera kaum musyrik jatuh ketika kami serang, tak satupun laki-laki di antara mereka mengambil dan mengangkat. Namun, mendadak muncul seorang wanita bernama Amara berlari dan langsung mengangkat lagi bendera yang tergeletak di tanah itu. Para lelaki kaum musyrik yang merasa harga dirinya jatuh karena kejadian itu langsung menyusul budak-budak untuk mengambil bendera itu dari tangan Amara.

Sementara itu, Hindun, istri Abu Sufyan, bersama orang kerahannya, Washi, bergerak tangkas di antara para tentara kaum musyrik. Kami baru mengetahui, apa yang mereka rencanakan ketika Hamzah, singa Allah, meninggal dunia syahid.

Setelah Rasulullah menempatkan beberapa orang pemanah di bukit Ainain, dia memberi perintah kepada mereka :

"Tugas kalian ialah melindungi kami dari serangan musuh arah belakang dengan panah kalian. Jangan pergi dari tempat ini meskipun kalian telah melihat kami mengalahkan musuh dan mengumpulkan barang-barang rampasan. Bahkan, kalau kalian juga melihat kami kalah, tanpa perintahku jangan pernah tinggalkan tempat ini."

Beberapa waktu kemudian kami tahu betapa penting arti bukit Ainain bagi pasukan Muslim.... Meskipun dengan cara yang terasa sangat pedih.

Uhud berubah menjadi sebuah hati yang terbelah dua.

Bagian pertama ialah orang-orang melihat kemenangan pasukan muslimin. Mundurnya pasukan kaum musyrik menandakan kemenangan yang terlalu awal.

Komandan tentara kaum musyrik pimpinan Khalid bin Walid mengetahui bahwa para pemanah kami pergi dari tempatnya, lantas memutuskan menyerang kami dari belakang. Keadaan kami jadi kacau balau. Hamzah, pemimpin para syuhada, berusaha menghajar musuh sambil mengibaskan kedua pedang di tangannya ke udara dan berteriak lantang, "Aku adalah singa Allah.... Aku adalah singa Rasulullah." dia terus menembus pertahanan musuh.

Sementara itu Ali, Talha, dan Zubair tak sesaat pun meninggalkan sisi Rasulullah. Ali melibas musuh seperti embusan badai. "Tak ada pahlawan pemberani selai Ali. Tak ada pedang selain pedang Zulfikar," ucap Ali melibas musuh-musuhnya.

Sementara itu, Tlha bergerak layaknya petir. Setiap kali bila ada kesempatan ayah bercerita mengenai perang Uhud, dia suka berkata, "Uhud merupakan hari kejayaan bagi Talha." ucapan itu menunjukkan betapa ia sangat hebat pada waktu itu. Dia berperang disertai kobaran kemarahan.

Di tengah perang itu suatu hari muncul kabar entah dari mana yang sangat meyakinkan bahwa Nabi Muhammad telah meninggal. Mungkin ini disebarkan oleh kaum musyrik, tapi kami sulit melacaknya. Kabar itu langsung membuat kami lemas tak berdaya.

"Jika Rasulullah meninggal, mengapa aku hidup? Jika Muhammad telah dibunuh, apa bukan berarti Allah telah dibunuh juga?!" teriak Anas bin Nadr.

Ucapan Anas itu ternyata mampu membangkitkan semangat kami lagi. Ini menjadi perantara kami untuk kembali bangkit. Pasti sangat tak mungkin menjelaskan keberanian dan kegigihan pemberian Allah kepada hati kami saat itu. Kami tak tahu bagaimana harus mengobati orang-orang yang terluka. Kami membawakan berember-ember air. Kami sibuk mengobati dan membalut luka-luka para pejuang.