Saat mereka tiba di Sungai Persahabatan, pasukan Angkatan Laut dengan kapal perang Meng Chong telah siap di sini menunggu kedatangan mereka.
Karena banyaknya rampasan perang mereka, kapal perang ini memerlukan lusinan kali bolak-balik untuk memindahkan rampasan perang tersebut ke seberang sungai. Karena ini merupakan tugas sederhana bagi Angkatan Laut, Komandan Angkatan Laut Pei Donglai tidak perlu hadir. Angkatan Laut segera berangkat kembali ke Beihai setelah mereka membantu pasukan Kavaleri terakhir telah selesai menyeberangi sungai.
Untuk menghindari kecurigaan dari Suku Tian Feng, Ouyang Shuo memerintahkan Unit Kavaleri untuk secepatnya kembali ke markas setelah mereka selesai menyeberangi sungai. Hal yang sama juga berlaku untuk kuda perang yang mereka dapat dari pertempuran ini. Kuda perang ini belum boleh digunakan oleh Unit Kavaleri saat ini atau itu sama saja dengan mengumumkan siapa pelaku kejadian ini. Karena zirah Mingguang yang telah siap juga masih belum mencukupi, menunggangi atau tidak menunggangi kuda perang ini masih belum menjadi masalah untuk saat ini.
Ke-100 kuda Qingfu jantan ini dipindahkan oleh Divisi Transportasi menuju peternakan kuda di Lembah Ji Feng, sedangkan 304 kuda perang Qingfu dan 1000 kambing disimpan di padang rumput di sebelah barat Kota Shanhai.Padang rumput ini telah mengalami beberapa peningkatan dan sekarang luasnya mencapai 50 km2. Padang rumput ini dibagi menjadi beberapa area untuk babi, kambing dan sekarang kuda. Untuk mempermudah, padang rumput ini dinamai Padang Rumput Kota Barat oleh Ouyang Shuo.
Tentang operasi "Fajar" sendiri, karena semua hal yang berkaitan dengan operasi ini dilaksanakan secara rahasia, hal ini tidak menimbulkan reaksi berantai diantara penduduk Shanhai. Semuanya berjalan seperti biasa karena alasan ini.
Namun, pembantaian ini menyebabkan kehebohan besar di kalangan Suku Nomaden lainnya.
Danau Shen Juan, Suku Tian Qi, Tenda Pemimpin Perang.
"Khan, para pengintai telah membawa berita tentang Suku Tian Lian yang ada di barat daya. Mereka telah dibakar hingga jadi abu dalam waktu satu malam, dan tidak ada orang yang selamat. Ke 800 anggota suku semuanya telah dibantai tanpa ampun." Kata seorang pria paruh baya kekar dan berjanggut. Dia adalah anggota pertama dari 3 Jenderal Suku Tian Qi, yang lebih dikenal sebagai Singa Padang Rumput, Lhakhshen.
Suku Tian Qi memiliki anggota suku sebesar 30.000 orang dengan 12.000 diantaranya merupakan prajurit. Diantara 12.000 orang, 2000 merupakan elit diantara prajurit elit dan mereka merupakan pengawal elit dari Khan. Mereka ditempatkan dibawah perintah dari anggota ke-2 dari 3 Jenderal, dan juga salah satu jenderal kepercayaan Khan, yang lebih dikenal sebagai Serigala Padang Rumput, Boraktyna.
10.000 prajurit sisanya dibagi menjadi 2 divisi, yang merupakan Divisi Timur dan Divisi Barat, yang masing-masing terdiri dari 5000 prajurit. Mereka bertanggung jawab atas pertahanan sisi timur dan barat dari suku. Divisi Timur berada dibawah komando Lhakhshen, sedangkan Divisi Barat berada dibawah komando anggota terakhir dari 3 Jenderal, yang lebih dikenal sebagai Harimau Hitam Padang Rumput, Daiqin.
Suku yang dimusnahkan oleh Shanhai berada dibawah yurisdiksi Divisi Barat. Karena itu, segera setelah Lhakhshen menerima berita bahwa Suku Tian Lian dimusnahkan, dia segera melaporkan ini kepada Khan-nya, Mengke, secepat yang dia bisa.
Mengke merupakan pria yang telah berumur 50an, dan dapat dianggap termasuk kelompok pria berumur di padang rumput ini. Wajahnya yang dulu tampan kini dipenuhi kerutan, dan rambutnya yang tebal dan ikal sudah mulai memutih. Semua ini menandakan bahwa pria ini sudah mulai tua sekarang. Tapi walau dengan semua ini, tidak ada orang yang berani bersikap sembarangan di depan Mengke. Ini bukan hanya karena aura disekitarnya yang luar biasa, tapi juga karena rasa hormat yang berada jauh didalam hati semua orang.
Mengke mewarisi posisi ayahnya sebagai Khan dan mengambil alih tongkat kekuasaan dan mahkota yang diwariskan kepadanya ketika dia berumur 14 tahun. Ketika dia mengambil alih posisi ayahnya, bawahan yang kuat bernama Gru mengambil kesempatan karena melihat umur Mengke yang masih muda untuk menjadikan dia sebagai pemimpin boneka. Diktator ini menggunakan nama Mengke untuk mengontrol seluruh suku.
Mengke tidak menunjukkan ketidakpuasan, dan dia berpura-pura bahwa dia tidak mengetahui apapun mengenai hal ini. Bukan hanya itu, dia juga berpura-pura bahwa dia sangat menghormati dan percaya pada Gru saat itu. Namun tanpa sepengetahuan Gru, dia diam-diam mengumpulkan pasukannya sendiri dan melatih jenderal yang akan setia kepada dirinya. Setelah dua tahun, ketika Mengke merasa waktunya telah tiba, dia membunuh Gru ketika orang itu sedang mabuk dan tertidur di tenda. Setelah membunuhnya, Mengke dengan tegas memerintahkan jenderal-jenderalnya dan mencuci suku dengan darah faksi pendukung Gru, dan dengan begitu dia berhasil mengambil alih kekuasaan di sukunya lagi.
Selama 30 tahun lebih, pemerintahan Mengke menjadi semakin berpengalaman dan juga kejam. Selama dirinya berkuasa, Mengke dijuluki "Penjagal Berdarah" karena lebih dari 5 suku telah dia musnahkan. Hingga saat ini, suku-suku kecil masih berada dibawah bayang-bayangnya. Nama Mengke sangat ditakuti diantara para suku hingga mereka tidak berani bahkan untuk menyuarakan sedikitpun ketidakpuasan tentang Mengke.
Walaupun suku-suku lain takut pada dirinya dan membicarakan Mengke dengan nada menghina dan merendahkan, untuk Suku Tian Qi sendiri, Mengke merupakan pemimpin tertinggi mereka, dewa mereka, dan mereka bahkan rela mati untuk dirinya.
Ketika Mengke pertama kali mengambil alih posisi Khan, sukunya hanya merupakan suku berukuran sedang dan hanya memiliki anggota suku sebanyak 4-5 ribu orang. Dibawah pemerintahannya, sukunya terus membesar dan menjadi sangat kuat. Walaupun banyak rintangan yang berasal dari rival-rival kuat, Suku Tian Qi berhasil mengalahkan mereka semua dan akhirnya menjadi suku terkuat di padang rumput. Saking kuatnya hingga semua suku menghormati dirinya sebagai Khan seluruh padang rumput.
Karena itulah, tahta dari Khan tua yang nampak sudah hampir mati ini sebenarnya dibangun dengan darah musuh-musuhnya. Lhakhshen masih seorang bayi yang baru lahir ketika Mengke mewarisi posisi Khan. Dia tumbuh mendengar berbagai cerita tentang Mengke. Karena itu, bahkan setelah Lhakhshen menjadi pria tangguh seperti sekarang, Singa Padang Rumput ini tidak berani untuk menunjukkan sedikitpun sikap tidak hormat.
Pada saat ini, Khan tua ini tengah duduk dengan tegap di singgasananya, tidak menunjukkan tanda-tanda seakan dirinya sudah uzur. Setelah mendengarkan laporan Lhakhshen, dia membuka sedikit matanya yang keruh dan berkata dengan suara serak, "Suku Tian Lian? Bila aku tidak salah, mereka baru saja membeli 100 kuda Qingfu jantan dari kita kan?"
Tiba-tiba, Lakhshen langsung mendapatkan pemikiran tentang kejadian ini dan berkata, "Ya, Khan, apa maksud Khan bahwa alasan Suku Tian Lin dimusnahkan berhubungan dengan kuda jantan ini? Seseorang menjadi serakah karena kuda-kuda ini sehingga berani membantai Suku Tian Lian?"
"Uhuk, uhuk. Lhakhshen, ketika kau menilai suatu masalah, kau harus mulai melihat dari penyebab masalah itu untuk mencari cara untuk memecahkannya. Suku Tian Lian adalah salah satu suku terkecil di padang rumput. Mereka tidak memiliki benda berharga ataupun mereka memiliki area yang sangat hijau di padang rumput ini. Jika begitu, apalagi milik mereka yang pantas untuk diincar?" Mengke berkata sambil terbatuk.
"Khan, anda benar-benar orang terbijak di suku kita." Kata Lakhshen dengan hormat.
"Apa ada petunjuk atau jejak yang tersisa disana?" Tanya Mengke.
Lakhshen menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tidak ada hal lain selain abu yang tersisa. Kuda Qingfu yang mereka beli dari kita, dan kuda milik mereka sendiri serta kambing pun semuanya hilang tanpa jejak. Menilai dari panas yang tersisa dari tempat itu, serangan terjadi sekitar pukul 7 pagi ini. Musuh terdiri dari Kavaleri, karena tidak ada jejak lain selain jejak kuda. Selain itu, ini juga mungkin merupakan serangan terencana. Kebanyakan tubuh yang tersisa dari anggota suku ditemukan di dalam tenda yang terbakar. Ini berarti kebanyakan dari mereka terbunuh oleh api ketika mereka masih tidur."
Lhakhshen jelas seorang pejuang yang berpengalaman. Hanya melihat dari sisa-sisa pertempuran, dia dapat menduga apa yang terjadi. Pria ini jelas bukan seorang yang bodoh seperti penampilannya. Untungnya, Ouyang Shuo tidak mencoba menyamarkan medan tempur, bila tidak, cacat dari usaha penyamaran itu pasti dapat disadari oleh Lhakhshen sekarang.
"Apa ada yang selamat?" Mengke tidak mengatakan apa-apa dan bertanya lagi.
Lakhshen menggelengkan kepalanya dan berkata dengan nada kecewa, "Musuh kali ini benar-benar selicik rubah. Mereka pasti telah mengatur pengintai diluar suku dan menghentikan siapapun yang berusaha kabur. Kebanyakan dari mereka dibunuh dengan jarak cukup jauh dari kemah suku mereka."
Tiba-tiba, mata Mengke yang keruh pun terbuka. Kali ini, matanya berubah menjadi sangat tajam dan berkata, "Sepertinya ada suku yang tidak ingin melayani kita dan ingin mencoba menantang dominasi suku kita."
Jantung Lakhshen berdetak dengan cepat ketika mendengar kata-kata Mengke dan bertanya, "Khan, suku mana menurutmu yang melakukan hal ini?" Dia menyadari dengan jelas bahwa ketika dugaan seperti ini berhasil dikonfirmasi, itu berarti akan terjadi perang yang tidak ada habisnya.
"Hmph, Suku Tian Lian baru saja menerima bantuan kita dan mereka langsung disapu bersih. Apa lagi artinya ini selain mencoba memprovokasi kita? Kuda-kuda yang hilang itu hanya umpan." Kata Mengke dengan dingin, dan tiba-tiba aura haus darah muncul dari tubuhnya tanpa peringatan.
Tubuh Lakhshen untuk sekejap membeku. Bahkan pria sepertinya tidak dapat menahan tekanan yang muncul dari Khan. Dia nyaris tidak bisa berdiri tegak dan berkata, "Di sisi selatan Suku Tian Lian hanya sungai. Di sisi barat hutan belantara. Di utara ada kita, dan di timur ada Suku Tian Feng. Khan, apa anda curiga bahwa pembantaian ini disebabkan oleh Suku Tian Feng?"
Mengke tidak menjawab dan hanya duduk tanpa emosi di singgasananya, melihat ke kejauhan. Lhakhshen tahu bahwa Khan-nya sedang memikirkan masalah ini dan hanya berdiri disampingnya dalam diam.
10 menit kemudian, Mengke berbalik, melihat kearah Lhakhshen dan berkata, "Dariachi adalah orang yang sangat hati-hati. Dia mungkin ambisius, tapi dia tidak akan terburu-buru dalam bertindak. Dia adalah seekor ular, dia akan menunggu dengan tenang di sudut bayang-bayang menunggu untuk memberikan serangan mematikan sembari melihat kita saling membunuh, menunggu untuk kita menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Jika kita mengatakan bahwa ini adalah ulah Suku Tian Feng, ini tidak cocok dengan kepribadian dari Dariachi sama sekali."
Kebingungan jelas terlihat di wajah Lhakhshen. Jenderal ini jelas sangat ahli dalam perang dan merupakan orang yang pintar, tapi tidak berarti dia mengerti tentang masalah politik.
"Jadi, menurut Khan siapa yang melakukan semua ini?" Tanya Lakhshen.
Mengke menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tanpa informasi lebih jauh, orang bijak tidak boleh mengambil spekulasi apapun karena mungkin itu tidak membantu untuk menyelesaikan masalah sama sekali. Rencanaku saat ini adalah, selagi kita mencari petunjuk lebih banyak, kita juga harus meningkatkan kewaspadaan kita pada suku lain. Kita akan menunggu musuh untuk muncul lagi dan menghadapi mereka sekali dan mengakhirinya untuk selamanya."
Walaupun dia dipanggil 'Penjagal Berdarah', Mengke bukanlah orang bodoh. Tentu saja, bila dia adalah orang bodoh, tidak mungkin dia bisa mencapai posisinya saat ini.
"Namun Lhakhshen, aku memiliki firasat buruk bahwa badai besar akan muncul didepan kita. Badai ini akan menghantam kita dengan kekuatan dahsyat, kekuatan yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Kita harus mempersiapkan diri untuk semua kejadian." Kata Mengke tiba-tiba.
Jantung Lhakhshen pun berdetak kencang sekali lagi saat mendengarnya. Di Suku Tian Qi, Mengke merupakan dewa mereka dan firasatnya sama seperti ramalan untuk mereka. Karena itu, Lhakhshen dapat dengan mudah mempercayai bahwa badai besar sedang bergerak kearah suku mereka.
Namun Lhakhshen tetap merupakan seorang jenderal, seorang pria yang ahli dalam perang dan bukan politik. Jika dia bertarung dia tidak akan pernah takut pada siapapun, sehingga dia dengan lantang berkata, "Khan tenang saja! Hamba akan membuat mereka tahu bahwa siapapun yang berani mengganggu kita semuanya akan musnah selamanya!"
Mengke mengangguk tapi dia tidak berkata apa-apa. Dia melambaikan tangannya dan Lhakhsen pun mengundurkan diri pelan-pelan.