Chereads / Kultivator Perempuan / Chapter 9 - Aura Spiritual yang Memasuki Tubuh

Chapter 9 - Aura Spiritual yang Memasuki Tubuh

Orang lain mungkin sudah berhenti berkultivasi jika tidak bisa merasakan aura spiritual apa pun. Hal itu tentu saja berbeda dengan Mo Tiange yang tidak pernah sedikitpun berpikir untuk menyerah.

Setelah ibunya meninggal dan ia tinggal di rumah leluhur, Mo Tiange sama sekali tidak merasakan cinta kasih sebuah keluarga. Hati anak-anak sangatlah sensitif. Baginya, hidup tanpa kasih sayang sebuah keluarga adalah kesengsaraan. Hidup di lingkungan seperti ini membuatnya semakin merindukan ayah yang tidak pernah ia temui. Sekarang, keinginan kekanak-kanakannya menjadi lebih kuat setelah mengetahui bahwa ayahnya mungkin berkultivasi dengan Hukum Keabadian.

Dia tidak tahu bahwa seorang kultivator di dunia kultivasi hanya merasakan tubuh mereka dimasuki aura spiritual ketika aura spiritual sangat berlimpah. Kultivator individu di dunia sekuler biasanya tidak memiliki arahan yang jelas dan tidak akan tahu seperti apa rasanya ketika "aura spiritual yang memasuki tubuh". Biasanya, mereka hanya menemukan kemunculan aura spiritual setelah lama berkultivasi.

Ketika Mo Tiange memiliki masalah dalam kultivasi, ia tidak punya tempat untuk bertanya. Pilihannya hanyalah pergi ke perpustakaan dan mencari buku di sana. Sayangnya, tempat ini adalah tempat manusia biasa; sudah sangat beruntung ketika dia bisa menemukan dua buku yang membahas dunia kultivasi. Bahkan, setelah mengobrak-abrik semua buku di perpustakaan, ia masih tidak dapat menemukan informasi yang berguna sedikitpun.

Meskipun tidak dapat merasakan aura spiritual apapun, ia tetap duduk bersila dan berkultivasi setiap malam. Di waktu senggangnya, ia mempelajari Teknik Sunu dan juga pengetahuan yang ditanamkan sang leluhur di benaknya. Dari hal-hal tersebut, ia mendapatkan sedikit pencerahan. Meskipun masih ada banyak hal yang tidak ia ketahui, ia percaya semua ini pasti akan berguna baginya di masa depan.

Dalam sekejap, beberapa bulan telah berlalu. Dia masih tidak dapat merasakan aura spiritual apapun selama kultivasinya. Namun, ia membuat kemajuan besar dalam studinya. Kultivasi memperkuat ingatannya dan kemampuannya untuk memahami hal-hal tidak dapat dipahami anak berusia tujuh tahun. Bahkan sang Guru mengizinkannya untuk beristirahat dari kelas sementara waktu. Dia diperintahkan untuk membaca dan menulis sendiri dan bertanya pada sang guru jika ada yang tidak ia pahami. Dengan demikian, yang dilakukan Mo Tiange sepanjang waktu adalah tinggal di perpustakaan. Anak-anak lain benar-benar iri padanya, terutama Tianjun dan Tianqiao.

Begitu paman dan bibinya mengetahui bahwa dia belajar dengan sangat baik di sekolahnya, mereka memperlakukannya jauh lebih baik dari sebelumnya dan mengatakan kepada Tianjun untuk bertanya padanya jika ada yang tidak dimengertinya. Hal ini membuat Tianjun merasa iri dan cemburu. Dia ingin mendapatkan kesempatan untuk mengganggu Mo Tiange, tetapi dia tidak seberani itu. Di sisi lain, Tianqiao sangat senang dengan kesuksesan Tiange dalam belajar. Dia selalu sakit kepala saat mengerjakan tugas-tugas dari sekolah, tapi sekarang, Tiange bisa membantunya.

Hanya perlakuan Nyonya Zheng yang tidak berubah. Dia masih terlihat tidak suka ketika melihat Mo Tiange dan tidak mempedulikan keberadaan Mo Tiange di rumah itu.

Tapi, Mo Tiange sama sekali tidak peduli. Sejak mengenal dunia kultivasi dan mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang kultivator, ia hanya memiliki satu tujuan dalam pikiran - yaitu untuk berhasil dalam kultivasinya dan meninggalkan tempat ini untuk menemukan ayahnya.

Sekolah, pekerjaan, dan kultivasi mengisi aktivitasnya sehari-hari. Meskipun terkadang ia merasa sedih ketika memikirkan ibunya, keinginannya untuk menemukan ayahnya dapat menyingkirkan kesedihannya itu.

Dengan berlalunya waktu, kesempatan untuk bermain dengan Tianqiao mulai berkurang. Sekarang, Tianqiao dipaksa ibunya untuk belajar menjahit. Setiap kali Tianqiao mengajaknya untuk bermain, Tianqiao selalu menatap Tiange dengan iri karena tidak ada yang memaksanya untuk belajar menjahit. Tapi menurut Mo Tiange, Tianqiao adalah orang yang benar-benar beruntung - Bibi Lin sangat tegas pada Tianqiao karena dia benar-benar peduli padanya.

Satu hari lagi berlalu tanpa adanya hasil yang berarti dalam kultivasi. Mo Tiange bangun dari keadaan meditasinya.

Sekarang, ia sudah terbiasa berkultivasi; pikirannya secara otomatis memasuki dunia kultivasi setiap kali ia duduk dan akan segar setiap kali terbangun.

Langit masih gelap dan bulan masih bersinar terang. Cahaya bulan terlihat putih pucat, hampir seperti sepotong kain sutra tak berwarna. Cahaya itu masuk melalui jendela dan bersinar tepat di atas tempat tidur.

Mo Tiange berusaha untuk menyentuh cahaya bulan tersebut. Namun, ia tercengang oleh cahaya bulan di telapak tangannya yang lembut dan cerah.

Ia ingat bahwa ia pernah bertanya kepada ibunya apakah cahaya bulan bisa disentuh. Pada saat itu, ibunya tersenyum, mengulurkan tangan, dan meraih cahaya bulan di telapak tangannya. Dia berkata, "Kita tidak perlu menyentuhnya - cahaya bulan yang indah itu ada di sini."

Mo Tiange merasa air matanya akan jatuh lagi. Sebentar lagi tepat tiga bulan ibunya meninggal. Saat itu musim gugur, dan sekarang sudah musim dingin. Ia berusaha sangat keras untuk tidak memikirkan ibunya dan fokus pada sekolah dan kultivasinya. Namun ... ia masih sangat merindukan ibunya.

Air mata Tiange akhirnya tumpah. Ia ingin menangis lagi, hanya untuk kali ini saja.

Ibu…

Tiba-tiba, dari sudut matanya, ia melihat cahaya aneh. Cahaya itu bersinar semakin terang yang kemudian membuatnya lupa bahwa ia sedang menangis saat ini. Ia menatap pergelangan tangannya dengan takjub.

Cahaya itu berasal dari gelang mutiaranya. Gelang milik ayahnya itu diwariskan ibunya sebelum meninggal. Ketika menerimanya, dia tidak yakin di mana dia harus menyimpan benda itu jadi, ia menggunakannya di pergelangan tangannya. Diluar dugaannya, saat memakai gelang itu, benda itu langsung membungkus pergelangan tangannya dengan erat. Ukurannya pas di pergelangan tangannya. Sehingga, ia mengenakannya sejak saat itu.

Dia telah memakainya begitu lama dan tidak pernah melihat sesuatu yang aneh tentang hal itu sampai sekarang. Dia hanya merasa bahwa gelang ini sangat cantik. Mutiara-mutiara itu terlihat benar-benar putih; bahkan tidak ada kotoran sekecil apapun yang dapat mengotori gelang itu. Selain itu, gelang ini tidak hangat atau dingin dan ketika memakainya, hatinya terasa tenang.

Tetapi pada saat ini, gelang di pergelangan tangannya menjadi semakin panas, seperti sedang terbakar. Cahaya yang memancar dari benda itu juga menjadi lebih terang. Cahaya, yang awalnya redup, perlahan-lahan menjadi lebih besar dan menyebar di tangan dan kakinya sampai menyebar ke seluruh tubuhnya.

Mo Tiange hanya melihat kilatan cahaya putih sebelum dia menemukan dirinya di dunia yang benar-benar gelap.

Tidak ada cahaya sedikitpun di tempat itu. Hanya ada kekosongan.

Secercah cahaya tiba-tiba muncul dalam kegelapan. Pada awalnya, cahaya itu hanya satu titik kemudian tumbuh menjadi garis. Garis itu tumbuh semakin lama sampai tiba-tiba menjadi bintang jatuh yang mengarah padanya dari tempat yang jauh.

Dia bahkan tidak punya kesempatan untuk berteriak karena cahaya putih itu datang dan menembus tubuhnya.

Itu adalah hal yang luar biasa. Dia pikir ia akan merasa kesakitan, tapi nyatanya tidak. Ia hanya merasa dingin. Aura dingin itu tampaknya dimulai dari pergelangan tangannya dan mengalir perlahan di sepanjang meridiannya ke bahunya sebelum akhirnya mengalir ke bawah ke arah dantiannya.

Setelah memasuki dantiannya, cahaya itu berkeliaran, membentuk lingkaran. Sedikit demi sedikit, lebih banyak cahaya terus mengalir ke meridiannya. Secara bertahap, cahaya itu menyatu menjadi bola kecil. Bola kecil itu tidak bergerak. Dari waktu ke waktu, cahaya keluar dari bola itu dan mengalir melewati meridiannya sebelum kembali ke bola cahaya tersebut. Hal ini terjadi berulang kali dan membentuk sebuah siklus.

Tiba-tiba, Mo Tiange membuka matanya.

Dengan hati-hati, ia memeriksa tubuhnya dan seperti yang dugaannya, ada aura luar biasa di meridiannya. Aura itu terus mengalir sampai akhirnya memasuki dantiannya.

Dia terkejut sekaligus senang mengetahui hal ini.

Aura spiritual! Ini pasti aura spiritual yang disebutkan dalam teknik kultivasi!

Dengan cepat, ia duduk dan sekali lagi dan memasuki posisi meditasi, mempersiapkan diri untuk mengikuti instruksi yang disebutkan dalam teknik yang pernah dibacanya, mengedarkan aura untuk membentuk orbit pertama(1).

Dengan sangat hati-hati, ia membimbing aura spiritual menuju beberapa titik akupuntur untuk menyehatkan tubuhnya sebelum membawanya kembali ke dantiannya. Ketika aura spiritual stabil di dantiannya, Mo Tiange akhirnya berhenti.

Dia akhirnya mencapai titik di mana aura spiritual bisa memasuki tubuhnya.

Setelah selesai menggerakkan aura spiritual melalui tubuhnya, Mo Tiange segera mengalihkan pandangannya ke arah mutiara di pergelangan tangannya.

Pada saat ini, tidak ada lagi cahaya putih yang terpancar dari gelang itu. Gelang itu masih sama seperti sebelumnya - putih cerah dan melilit erat pergelangan tangannya tanpa memancarkan cahaya.

Tapi, ia yakin itu bukan imajinasinya. Gelang mutiara ini pasti merupakan benda ajaib yang ditinggalkan ayahnya!

Saat memikirkannya, Mo Tiange menjadi lebih bersemangat. Ayah pasti tahu aku akan berlatih Hukum Keabadian. Jadi, ia meninggalkan benda ajaib ini untuk membantuku berkultivasi agar aku bisa mencarinya di masa depan.

Namun, ia masih tidak mengerti mutiara apa itu. Selama memakainya, tidak pernah ada hal aneh yang terjadi padanya. Tetapi hari ini, setelah air matanya jatuh ke atasnya, aura spiritual langsung muncul. Apakah itu karena air matanya?

Peredaran dari sirkulasi aura