Rhode menghela napas ketika dia melihat gadis di depannya.
"Lize, orang yang semestinya kamu khawatirkan adalah dirimu sendiri. Kamu belum beristirahat sama sekali sejak kemarin malam."
Mendengar kata 'kemarin malam', Lize terperanjat seakan-akan dia mengingat kembali insiden tersebut. Meskipun begitu, dia tetap menggigit bibirnya dengan keras dan menggelengkan kepala.
"Tidak...aku…"
Plak!!
Lize belum selesai berbicara ketika Rhode tiba-tiba mengangkat tangannya dan menampar wajah gadis tersebut.
Apa-apaan?!
Memegang pipinya yang memerah, Lize membelalakkan matanya pada Rhode dengan rasa tidak percaya dan terkejut. Tapi pemuda tersebut tidak mengatakan apa-apa.
"Aku mengerti perasaanmu." Dia berkata dengan ekspresi datar.
Mendengarnya berbicara dengan nada yang tenang dan acuh, kemarahan meledak di hati Lize. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Tepat ketika dia akan menumpahkan kemarahannya, kata-kata Rhode selanjutnya benar-benar membuatnya terperanjat.
"Kau merasa bersalah telah selamat dan hidup karena kau terlahir berbeda. Sebagai ras blasteran – atau mungkin harus kusebut, setengah malaikat – pemikiran tersebut sepertinya salah."
"!!"
Lize benar-benar terkejut. Dia terkesiap dan mengambil beberapa langkah mundur hingga punggungnya menyentuh sebuah pohon. Dan selama beberapa saat, dia terdiam.
Bagaimana bisa dia mengetahuinya?!
Tidak, tidak mungkin.
Lize tidak pernah memberitahu pemuda tersebut – bahkan di grup prajurit bayarannya, hanya sedikit orang yang mengetahui rahasianya…
"Bagaimana kau…"
"Matamu."
Rhode menunjuk matanya sendiri.
"Iris matamu memancarkan cahaya emas – bukti bahwa kau seorang 'kurir', dan juga ciri khas unik dari para malaikat. Tetapi kau berbeda dengan malaikat berdarah murni…Alasan mengapa cahaya emasnya terlihat lebih redup adalah karena setengah darah manusiamu, kan?"
Gadis itu terdiam kembali.
Walaupun pertanyaannya tidak dijawab, Rhode mengkonfirmasi bahwa tebakannya memang tepat. Gadis yang berdiri di hadapannya adalah setengah malaikat. Bahkan, dia telah mengamati Lize selama beberapa saat.
Sebagai pemain top, dalam karir bermain video gamenya yang panjang, Rhode telah mempelajari status dan atribut segala perlengkapan yang ada dalam game demi menganalisis atribut musuh-musuhnya. Hal ini membuatnya bisa mengambil taktik yang paling tepat untuk mengalahkan berbagai bos dalam waktu sesingkat mungkin dan juga memudahkannya dalam fitur PvP (Pemain vs Pemain). Bisa dibilang, kemampuan pengamatan dan analisis wajib dimiliki oleh para pemain senior.
Ketika dia pertama bertemu dengannya, dia telah mengamati Lize dengan seksama dan menyadari identitas rahasianya. Walaupun dia hanyalah setengah malaikat, Lize memiliki beberapa ciri khas ras malaikat seperti kemampuan penyembuhan yang luar biasa sekaligus daya tahan tubuh yang kuat. Inilah alasan sebenarnya Lize bisa selamat dari kecelakaan tersebut.
Lize pastinya menyadari hal tersebut; dan hal itu membuat dirinya depresi.
"Karena itulah kubilang aku mengerti perasaanmu."
Rhode mengangkat bahunya.
"Kau tahu benar alasan kau selamat. Kau selamat bukan karena kau beruntung, tapi karena kau memang berbeda dengan yang lain. Karena itulah kau menyesal…kau mungkin berharap…andai saja kau hanyalah manusia biasa, pastinya kau bisa tewas bersama dengan rekan-rekan prajuritmu di sana."
"…"
Lize menundukkan kepala sambil mencengkram roknya.
"Tapi itu bukanlah sesuatu yang bisa kau ubah."
Melihat bahu Lize yang bergetar, Rhode berusaha menenangkan.
"Kau tidak bisa memilih bagaimana dirimu dilahirkan, dan kau juga tidak bisa memutar waktu demi mencegah hal yang sudah terjadi. Semuanya di luar kendalimu. Janganlah menyesali apa yang tidak bisa kau kendalikan."
"Kalau begitu…"
Lize akhirnya membuka mulut.
"…Kalau begitu apa yang harus kulakukan?"
"Ini jalanmu. Kau harus memutuskannya sendiri."
Mendengar kata-kata tersebut, Lize terdiam sesaat, kemudian dia mengangkat kepalanya.
"Aku mengerti. Terima kasih, tuan Rhode."
"Sama-sama."
"…Tapi, tamparan tadi benar-benar sakit…"
Walaupun prosesnya menyakitkan, pada akhirnya, Lize mampu mengikhlaskan kepergian kawan-kawannya dan berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Saat matahari terbit keesokan harinya, Lize telah mampu berdamai dengan perasaannya dan wajahnya dihiasi dengan senyum hangatnya. Melihat Lize membuat Matt terkejut karena dia tidak mengetahui kejadian semalam. Dia bergantian memandang Rhode dan Lize, dan kemudian pandangannya terhenti di Rhode sambil tersenyum masam. Tidak ada seorang pun yang mengetahui arti dari senyum itu.
Namun, sebelum sang pedagang gemuk dapat menghilangkan rasa penasarannya, kata-kata Rhode membuat hatinya goyah.
"Kurasa ini waktu yang tepat untuk berangkat melanjutkan perjalanan kita."
Berangkat?
Kata-kata itu membuatnya tersadar kembali. Rasa puas di wajahnya menghilang; dia baru ingat kembali bahwa dia tidak sedang berada di kamarnya yang hangat dan nyaman, tapi di hutan dengan segala bahayanya…
Oh ya, kita tidak di sini untuk berlibur. Wind Serpent sialan dan kapten keparat itu…Ah, lupakan, tidak ada gunanya mengingat hal itu sekarang. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah…bagaimana caranya keluar dari hutan sialan ini?
Pikiran itu membuat Matt segera mengalihkan pandangannya pada Rhode. Pemuda itu pastinya memiliki rencana tertentu. Bagaimanapun juga, mereka masih tersesat jauh di dalam pegunungan. Satu langkah yang salah akan menyebabkan mereka tersesat selamanya, belum lagi dengan banyaknya monster yang berkeliaran di sekitar sini. Bagaimana caranya agar mereka bisa lolos dari sini? Kemampuan bertahan hidup merupakan hal yang penting saat menjelajah alam liar. Mereka harus cermat mengamati detail-detail kecil. Jika dia mati di sini karena keteledorannya sendiri, maka kerja kerasnya selama ini akan sia-sia saja.
Matt pun menampar wajahnya dengan keras. Rasa kantuknya hilang sepenuhnya selagi dirinya memerhatikan Rhode bangkit berdiri, menyeka kotoran di kakinya dengan santai dan meregangkan tangannya sebelum dia akhirnya memberi isyarat bagi Matt dan Lize untuk berjalan.
"Ayo pergi."
…
"…Tunggu, tuan Rhode. Tunggu dulu!"
Matt tiba-tiba bangkit berdiri dari batu yang didudukinya.
"Kemana kita akan pergi?"
"Kita pergi ke arah timur laut, di sana ada kota kecil. Saat kita tiba di sana nanti, perjalanan kita selanjutnya akan lebih mudah."
"Tidakkah kita perlu membuat persiapan terlebih dahulu?"
"Kurasa tidak."
Tidak mengherankan mendengar kata-kata Rhode. Bagaimanapun juga, di Dragon Soul Continent, tempat ini merupakan tempat para pemula berkumpul. Semua area di kawasan Paphield telah dijelajahi oleh para pemain.
Pada awal permainan, banyak pemain yang sengaja mengunjungi tempat-tempat sepi dan menjelajah area-area berbahaya yang sulit dijangkau – berusaha mati-matian demi mendapatkan artefak-artefak legendaris dalam game. Begitu mereka mendapatkan artefak-artefak tersebut, tidak akan ada yang bisa menghalangi mereka untuk mewujudkan ambisi mereka yaitu mempersatukan seluruh benua.
Sayang, kenyataan tidak selalu berjalan sesuai rencana.
Walaupun usaha keras para pemain membuahkan hasil dan mereka dapat menemukan senjata-senjata langka yang memiliki status luar biasa, sayangnya hingga saat ini belum ada orang yang menemukan semacam barang yang bisa membuat mereka menguasai dunia ini.
Bagaimanapun juga, barang-barang seperti itu pastilah sangat langka.
Bagi Matt, tempat ini penuh akan bahaya, dan setiap langkah membuatnya merasa berada dalam situasi hidup atau mati. Sebaliknya bagi Rhode, tempat ini sudah terasa seperti halaman rumahnya sendiri.
Dalam game, sebagai pemimpin guild, dia telah membantu banyak pemula untuk menaikkan level mereka di sini. Tempat dengan populasi monster dengan level tinggi atau rendah, misi seperti apa yang cocok untuk kelas – kelas tertentu, atribut seperti apa yang dibutuhkan untuk berlatih secara efektif, dan lain-lain…Rhode memiliki pengetahuan mendalam mengenai hal-hal seperti ini, jadi walaupun dia sedang terdampar entah dimana, dia akan bisa bertahan hidup.
Sedangkan Matt? Rhode telah melaksanakan berbagai misi pengawalan yang mengharuskannya untuk melindungi seorang pedagang di dalam game. Mungkin sudah ribuan kali dia melakukan hal ini. Apa bedanya dengan yang sekarang?
Mendengar jawaban Rhode, muka Matt yang bulat menjadi pucat seperti terong yang mulai layu. Dia benar-benar tidak tahu mengapa Rhode sangat percaya diri.
Pedagang tersebut mulai menyesali keputusannya. Setelah merenung selama beberapa saat, dia ingat bahwa Rhode telah mengalami luka serius ketika dia pertama kali ditemukan..
Kalau saja dia tidak terluka, mungkin kata-katanya akan terdengar lebih meyakinkan…tapi faktanya dia memang terluka saat ini…dengan berkata begitu, bukankah sama saja dengan menjemput mautnya sendiri?
Walaupun ada sedikit penyesalan di dalam hatinya, tapi tidak ada pilihan lain bagi Matt; hanya inilah satu-satunya jalan baginya. Dia hanya bisa menggertakkan gigi dan berjalan mengikuti dua orang di depannya menuju bagian dalam hutan.
Di bawar sinar matahari yang terik, suasana di Silver Forest benar-benar hening. Sinar matahari menembus celah-celah dedaunan, menyinari tanah. Burung-burung berkicau, dan di rerumputan, terlihat jejak-jejak kelinci. Pemandangan di depan mereka terlihat damai, dan membuat Matt merasa tenang selama beberapa saat, tidak lagi merasa gugup dan waspada seperti sebelumnya.
Rhode berjalan di depan. Walaupun berjalan di hutan tidak semudah bayangannya, tapi melihat sosoknya berjalan melewati semak-semak dan akar tanaman yang mengganggu bakal membuat orang mengira bahwa dirinya sedang tidak terluka parah.
Lize membuntutinya tepat di belakang, yang juga berjalan dengan cepat; terlihat bahwa gadis itu sudah terbiasa dengan kegiatan seperti ini. Walaupun rok panjangnya tidak cocok dipakai saat menjelajah hutan seperti ini, Lize dapat menyamai kecepatan Rhode dan berjalan tepat di belakang Rhode. Dari waktu ke waktu, gadis itu juga menghimbau Matt agar berhati-hati.
Semakin ke dalam mereka memasuki hutan, Lize semakin kaget.
Sepertinya rute yang diambil Rhode termasuk acak karena dia tidak berjalan lurus ke depan, terkadang dia berbelok kiri atau kanan. Beberapa kali dia bahkan hanya berputar-putar. Tapi Lize juga menyadari bahwa hutan yang cukup lebat sebelumnya mulai berubah menjadi jalan datar, yang seakan-akan tersembunyi dalam hutan dan menunggu untuk ditemukan.
Lize mengingat bahwa Carter telah membicarakan hal ini sebelumnya; kemampuan Rhode untuk menemukan jalan merupakan kemampuan level tinggi. Bagaimanapun juga, bagi orang biasa, susah bagi mereka untuk menemukan jalan yang tepat di sebuah hutan. Hanya mereka yang akrab dengan peri dan mereka yang sering menjelajah gunung yang dapat mengasah kemampuan ini. Sebelumnya dia juga pernah menyaksikan kemampuan seperti ini. Pada saat itu, timnya tersesat dalam sebuah hutan, dan peri yang dikirim untuk membantu mereka tidak menggunakan jalan di hutan yang umum digunakan, mereka justru memilih jalan sebaliknya. Saat itu Lize merasa sangat khawatir, tapi pada akhirnya mereka dapat keluar dari hutan tersebut dengan selamat. Pada saat itu juga Carter memberitahunya tentang kemampuan ini. Meskipun begitu…
Melihat punggung Rhode, Lize merasa sedikit bingung. Menurut Carter, kemampuan ini hanya bisa digunakan oleh peri yang berpengalaman dan orang orang dengan kelas Rangers. Para peri dapat berkomunikasi dengan alam, tapi tidak mungkin dia menggunakan kemampuan seperti itu. Dia bahkan tidak berhenti sesaat untuk berinteraksi dengan alam, yang membuktikan bahwa dirinya bukanlah seorang peri, tapi...kelihatannya dia juga bukan seorang Ranger?
Walaupun Lize jarang bertemu dengan seorang Ranger, dia tahu bahwa Ranger menggunakan busur dan panah sebagai senjata. Namun, hingga saat ini Rhode sama sekali tidak pernah menggunakan senjata itu.
Siapa dia sebenarnya?
Memikirkan hal ini justru membuat Lize bertambah bingung.
Tiba-tiba, Rhode berhenti berjalan.
Di balik semak-semak, dia bisa melihat sebuah danau dengan jelas dari kejauhan.Tempat itu terletak di tengah-tengah hutan Silver Moon ini – Danau Moonlight. Dalam game, danau tersebut sering digunakan untuk tujuan kemping.
"Bagus!"
Melihat danau yang jernih tersebut, Matt secara tak sadar menjilat bibirnya yang kering. Meskipun belum lama mereka mengalami sebuah kecelakaan, tapi akhir-akhir ini merupakan saat yang sangat sulit bagi pedagang manja tersebut. Melihat tempat beristirahat di depannya, dia mengambil langkah cepat ke depan. Ketika dia akan melanjutkan langkahnya, tiba-tiba tangan Rhode menghampiri pundaknya.
Pedagang tersebut merasa kebingungan. Dia menatap pemuda tersebut, tapi Rhode tidak berkata apa-apa. Rhode merentangkan jarinya, membuat isyarat 'jangan', dan menunjuk ke depan. Kemudian Matt melihat ke arah yang ditunjuk Rhode dan seketika mukanya menjadi pucat. Di bayang-bayang danau, seekor Silver Wolf besar sedang beristirahat dengan tenang di sana, kedua matanya tertutup.