"Tuan Clinton."
Marlene menarik tangannya dengan cepat dari genggaman pemuda itu.
"Kita tidak seakrab itu. Aku mohon jagalah martabatmu."
"Ck,ck," Billy tersenyum dan mendecakkan lidahnya, lalu dia menjawab, "Itulah kesalahanmu, Marlene."
Meskipun dia menerima penolakan dari Marlene, pemuda itu tidak gentar; Justru, ia menjadi semakin berani.
"Keluarga kita memiliki hubungan yang akrab, bukan? Ketika kita masih kecil, orang tua kita –"
"Itu sudah lama sekali."
Marlene memotong perkataan Billy dengan sikap acuh tak acuh.
"Sejak keluargamu pindah ke Negara Cahaya, hubungan keluarga kita pun berakhir. Tolong jaga sikapmu. Jangan bertingkah seperti bajingan yang suka mengejar perempuan. Itu sangat tidak sopan."
"Marlene…" Billy menghela napas, "Hanya beberapa tahun saja kita tidak bertemu. Sejak kapan kau menjadi keras kepala seperti ini?"
Walaupun dia berkata seperti itu, senyumnya yang angkuh masih belum hilang dari wajahnya.
"Seperti pepatah yang mengatakan, manusia berjuang naik ke atas, sedangkan air mengalir ke bawah. Setiap tindakan dan keputusan keluarga Clinton selalu diambil agar kita bisa hidup lebih baik. Sekarang, kami tinggal di negara yang bebas. Kami menikmati kedamaian dan ketenangan yang tak pernah kami dapatkan sebelumnya. Kita tidak perlu lagi mengkhawatirkan adanya gangguan…Tidakkah kau berpikir itu menakjubkan, Marlene? Zaman para tetua sudah berakhir. Kita yang hidup di masa kini dan kitalah yang juga akan menbuka jalan menuju masa depan. Apakah kau tidak penasaran dengan kenyataan dunia ini yang sebenarnya? Kau masih muda. Kau jangan terikat oleh tradisi atau kebohongan. Jika kau mau, aku bisa menemanimu berkeliling Negara Cahaya. Mungkin nanti pikiranmu akan berubah."
"…Pengkhianat." Marlene memandang Billy dengan tatapan jijik. Dia tidak lagi menyembunyikan rasa jijiknya terhadap pemuda yang sombong tersebut. Marlene berkata, "Aku tidak tertarik dengan seseorang yang menggadaikan martabat mereka demi menjadi anjing pengawas. Kau bisa pergi sekarang, Tuan Clinton. Kuharap, kita tidak akan pernah bertemu lagi."
"Kau salah lagi, Marlene."
Billy ternyata lebih keras kepala dari yang Marlene duga. Meskipun banyak orang yang menatapnya dengan pandangan yang aneh, dia mengobrol dengan Marlene seolah-olah hanya mereka berdua yang ada di aula tersebut.
Pemuda itu kembali menunjukkan senyumnya yang angkuh. Dia lalu berkata, "Kenapa kau menganggap bahwa aku telah mengabaikan martabatku? Tidakkah kita semua hidup di bawah perlindungan Light Dragon? Apalagi, bukankah musuh kita sama? Kenapa kau bersikap dingin dengan Negara Cahaya? Kami semua bertarung demi keselamatan ….tidak seharusnya kami dianggap sebagai pengkhianat. Benar-benar tidak adil."
Billy menyampaikan sesuatu yang emosional dengan cara yang lancar dan mudah. Tetapi, Marlene tidak tersentuh sama sekali. Ekspresi wajahnya terlihat acuh tak acuh dan dia memandang remeh pemuda tersebut, seakan-akan dirinya sedang melihat pertunjukan badut.
"Tempat ini tidak menerima orang-orang sepertimu, tuan Clinton. Jika kau memilih untuk mengabaikan kata-kataku, maka…"
Mage jenius itu tiba-tiba mengangkat tongkat sihirnya dan mengarahkan benda tersebut ke arah Billy.
"Maka aku akan mengusirmu dengan cara yang lebih kasar."
Senyum itu akhirnya menghilang dari wajah Billy. Ekspresinya berubah menjadi kaku saat melihat tongkat sihir Marlene. Mulutnya sedikit merengut, namun dia segera menenangkan diri.
"Ah…" Billy menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa.
"Kau benar-benar berubah, Marlene. Kau tidak seperti ini saat kita masih kecil. Apa yang membuatmu berubah begini? Oh ya…Kudengar kau datang ke sini bersama seorang pemuda. Dimana dia? Apakah dia kabur setelah melihatku?"
"Kau!"
Marlene merasa sangat marah. Dia menggertakkan giginya dan bersiap melemparkan sihir ke arah Billy. Saat dia hampir menyihir pemuda tersebut, tiba-tiba suara yang tenang terdengar dari arah kerumunan.
"Aku pernah mendengar kalau orang-orang dari Negara Cahaya sering berbicara omong kosong. Hari ini, aku berhasil bertemu dengan orang yang berasal dari negara tersebut. Seperti kata mereka, mengenal seseorang hanya dari reputasi tidak lebih baik dibandingkan saat bertemu langsung."
Rhode muncul dari kerumunan dan berjalan ke arah Billy.
"Anda salah, tuan muda yang terhormat."
Bahkan saat mendengar kata-kata Rhode yang menghina, sikap Billy yang arogan sama sekali tidak berubah.
"Begitukah?"
Rhode mengamati pemuda di hadapannya dan mengangguk puas.
"Hmm…Kelihatannya kau memang seorang pahlawan. Aku minta maaf atas perlakuanku yang kasar."
"Tuan Rhode…!"
Marlene tidak senang mendengar kata-kata Rhode dan memprotesnya, tetapi Billy memotongnya.
"Oh ho…sepertinya kau cukup pintar untuk memahami alasanku yang sesungguhnya. Aku telah melakukan segala hal yang bisa kulakukan demi negaraku, tapi sayang…" Billy terdiam sesaat dan melirik Marlene, "sayangnya tidak semua orang bisa memahami itu."
"Yah, aku bisa memahami hal itu."
Rhode berbicara seakan-akan dia bersimpati dengan kondisi Billy. Hal itu membuat pandangan utusan Negara Cahaya tersebut pada Rhode menjadi lebih baik. Jujur, ketika dia mendengar Marlene menghadiri jamuan makan malam dengan seorang pria, Billy marah dan bahkan berniat untuk mengganggu pria tersebut.
Tapi sekarang setelah dia sadar bahwa pemuda ini cukup pintar untuk memahami situasinya, kemarahan Billy mereda. Karena musuhnya bersedia berbaik hati kepadanya, maka dia akan meladeninya. Tapi sayang, kata-kata Rhode berikutnya membuat muka Billy berubah menjadi pucat.
"Jadi seperti ini hukum rimba, ya? Yang kuatlah yang akan bertahan hidup. Sedangkan mereka yang lemah akan disingkirkan seperti sampah. Demi menjaga kemakmuran Kerajaan Munn, kau berinisiatif untuk pindah dari kerajaan ini. Tidak semua orang rela berkorban seperti ini demi negara mereka. Aku benar-benar kagum dengan jalan pikiranmu yang tidak egois."
"Pfftt!!"
"Haha.."
Para bangsawan di situ tidaklah bodoh. Tentu saja mereka mengerti maksud Rhode. Setelah Rhode selesai berbicara, beberapa di antara mereka hampir tidak bisa menahan tawa. Banyak bangsawan yang menghadiri pesta tersebut diam-diam membenci Billy. Tetapi, karena statusnya sebagai utusan khusus, mereka tidak berani mengungkapkan keluhan mereka. Dan sekarang setelah Rhode menyuarakan perasaan mereka, hal itu membuat mereka agak senang. Bahkan ekspresi Marlene yang tegang menjadi sedikit tenang.
Dia menatap Rhode dan tersenyum sendiri. Dengan identitasnya sebagai anggota keluarga bangsawan yang terkemuka, Marlene sudah berinteraksi dengan banyak orang berstatus tinggi dan seumuran dengannya. Tetapi, tidak ada satu pun dari mereka yang setenang atau sepintar Rhode. Apalagi, pemuda itu terlihat mempesona dan dia juga tangguh. Dengan kata lain – Rhode adalah pria yang sempurna. Apalagi kalau Rhode bisa lebih sering tersenyum.
Billy masih menyadari tawa Marlene yang hampir tidak terlihat meskipun Marlene menyembunyikan tawanya. Dan saat Billy ingat bahwa sejak kedatangannya Marlene tidak pernah tersenyum padanya, darahnya mendidih.
Terlebih, pemuda ini hanya mengucapkan beberapa kata dan dia tersenyum begitu saja?
"Bagus, bagus! Kalau begitu…!"
Billy meninggikan suaranya dan mengarahkan tongkatnya pada Rhode. Nada bicaranya terdengar sedikit marah.
"Aku menantangmu untuk duel di sini!"
"Duel?"
Ketika kata itu keluar dari mulut Billy. Semua orang terkejut. Keller yang menyaksikan kejadian ini dari samping juga merasa khawatir. Dia tidak ingin terjadi keributan di pesta makan malamnya. Sebelum dia mengatakan apapun, Rhode sudah berbicara terlebih dahulu.
"Duel? Sebuah duel biasanya mempertaruhkan sesuatu, bukan begitu?"
"Gadis ini."
Billy mengulurkan tangan dan menunjuk Marlene.
"Jika aku menang, tinggalkan dia, dan dia akan menjadi milikku. Jika kau menang, maka aku tidak akan mengejarnya lagi. Bagaimana menurutmu?"
"Begitu…aku mengerti, "Rhode menganggukkan kepalanya dan kembali berbicara, "Kalau begitu aku menolak duel ini."
"Bagus sekali…karena kau telah menerima duel ini, lalu…APA? Kau menolaknya?"
Tidak hanya Billy yang terkejut, namun semua bangsawan lain yang menghadiri pesta itu juga terkesiap mendengar jawaban Rhode. Menolak duel sama saja dengan menjual kehormatan seorang bangsawan!
"Kenapa kau menolak?! Apa kau takut denganku?"
"Sudah kuduga, tidak ada obat untuk orang-orang bodoh."
Rhode menghela napas panjang sambil melihat Billy dengan ekspresi 'kasihan' seperti seorang guru yang memandang murid dengan kinerja yang buruk.
"Aku peringatkan padamu bahwa Nona Marlene bukanlah barang. Dia bukan milikku ataupun milikmu. Bahkan jika kau menang, apakah nona Marlene akan mengikutimu begitu saja?"
Rhode mencibir, "Sekali lagi; dia bukanlah milik siapa-siapa. Aku tidak memiliki hak untuk mengatur hidupnya. Jika dia ingin mengikutimu, maka aku tidak akan menghalanginya."
Rhode melirik Marlene dan melihat gadis itu mengangkat kepalanya dengan bangga. Kemudian, dia berjalan ke sisi Rhode dan menaikkan tongkatnya ke arah Billy.
"Itu benar, Tuan Clinton. Aku, Marlene Senia, bukanlah milik siapa-siapa selain diriku sendiri. Tidak ada yang bisa memerintahku untuk tinggal ataupun pergi. Jika kau ingin membawaku pergi, maka coba saja memaksaku."
Saat itu, jelas sekali bahwa Marlene merasa sangat marah. Jubah sihirnya memancarkan cahaya sihir, bahkan batu rubi di tongkat sihirnya bersinar semakin terang.
"Kau…"
Billy paham bahwa Marlene benar-benar serius dengan perkataannya. Dia bisa merasakan kekuatan sihir yang besar mengalir dari tubuh mungil gadis itu. Jika Billy mencoba membawanya pergi, tidak diragukan lagi, Marlene akan benar-benar membunuhnya.
"Menggunakan kekerasan untuk melawan seorang gadis tidaklah ksatria, tuan Clinton."
Meskipun Billy terlihat agak menyedihkan, Rhode tidak akan membiarkannya kabur begitu saja. Menurut pendapatnya, setiap orang dari Negara Cahaya pantas dihajar sampai mati.
"Yah, kalau kau benar-benar ingin bertarung, maka aku tidak keberatan untuk meladenimu."
"Jangan lupakan aku, Nak."
Kali ini, Sereck yang berjalan keluar dari kerumunan.
"Kau harus ingat bahwa kau sedang berada di kota Deep Stone. Kota ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Munn. Jika kau ingin bertarung di sini, kuharap kau memahami konsekuensinya."
"Sereck…"
Begitu Sereck mulai terlibat, Billy sadar bahwa situasinya semakin tidak terkontrol sekarang. Dia tidak sebodoh itu. Semua orang di sini menahan diri agar tidak menimbulkan masalah karena statusnya sebagai utusan khusus Negara Cahaya. Tapi jika Billy terang-terangan tidak menunjukkan sikap hormat, maka dia mungkin benar-benar akan diusir. Ada begitu banyak utusan. Kehilangan salah satu dari utusan-utusan tersebut bukanlah sebuah masalah yang besar…
"Sepertinya aku sudah keterlaluan. Aku akan pergi kalau begitu."
Billy berkata sambil menggertakkan giginya dengan marah. Kemudian dia membalikkan badan dan meninggalkan aula.
Ketika pemuda itu akhirnya pergi, Marlene menurunkan tongkat sihirnya dan tersenyum pada Rhode.
"Terima kasih, tuan Rhode. Karena kau, kita bisa mengusir pria menjijikkan itu."
"Tidak masalah, aku juga tidak suka dengan gerombolan orang idiot itu."
Rhode melambaikan tangannya. Itu membuat Marlene tertawa. Kemudian, mereka berdua mengangkat gelas berisikan anggur di tangan mereka.
"Jadi, untuk merayakan kemenangan kita, kau tidak keberatan untuk menemaniku minum malan ini, kan?"
"Tentu saja tidak."
-
Pesta itu terus berlanjut. Di luar gedung, Billy menaiki kereta kuda, mukanya terlihat merah dan dia merasa sangat marah.
"Saya minta maaf, tuan."
Saat ini, pemuda sombong itu berubah menjadi lunak ketika dia menundukkan kepalanya ke arah orang lain di dalam kereta.
"Saya gagal memenuhi permintaan anda untuk membuat pria itu berduel."
"Tidak masalah, tuan Clinton."
Di sisi lain kereta, orang yang tersembunyi di dalam kegelapan tertawa.
"Kita masih punya kesempatan; entah itu adalah kau atau aku."
Lalu dia mengangkat kepalanya dan menatap langit malam.
"Kita akan mencapai tujuan kita."