Rhode kembali ke masa lalu.
Suara monoton berderak membacakan berbagai pengumuman melalui sistem PA, langit-langit ruangan yang berwarna putih salju, bau desinfektan yang penuh kerinduan sekaligus membuat mual, para dokter dan perawat yang sibuk kesana-kemari, dan tangisan sedih orang-orang di situ terdengar nyata. Sensasi mati rasa dan terbakar menyelimuti tubuhnya, membuatnya tidak bisa bergerak sama sekali.
Ketika ia mengalihkan pandangannya ke arah samping, dia melihat sesosok gadis ramping yang berbaring tenang di kasur dengan mata tertutup. Ekspresi tidurnya begitu damai bagaikan kecantikan dari dunia dongeng. Saat itu, gadis itu terkurung dari seluruh dunia.
Perlahan- lahan, kerumunan orang sibuk itu mulai sepi. Menyisakan dua orang yang berlutut di sisi tempat tidur, menangis terisak-isak.
Pengumuman dari sistem PA terdengar lebih jarang, sensasi kesemutan di tubuhnya perlahan mulai menghilang. Tapi dia tidak merasa senang dengan hal itu. Yang bisa dia lakukan hanyalah menatap sosok gadis itu dan menunggu datangnya kenyataan yang tak bisa dihindari.
Selang beberapa waktu, dia mendengar suara ratapan nyaring, dan kemudian bangsal rumah sakit itu hening.
Saat itu, Rhode merasa jantungnya berhenti berdetak.
Sudah lama sejak terakhir kali dia merasakan rasa tersiksa seperti ini dalam hatinya. Kini, dia merasakannya lagi.
Sesosok gadis kecil berdiri di hadapannya.
Gadis itu memiliki rambut panjang yang hitam berkilau sebahu bagaikan malaikat. Pakaian rumah sakit membungkus tubuhnya yang kurus dan rapuh memberikan kesan bahwa gadis itu bisa terjatuh kapan saja. Wajahnya hampir mirip dengan Rhode. Tetapi berkebalikan dengan penampilannya yang terlihat suram, mata hitam gadis itu bulat dan berbinar-binar, mencerminkan kepribadian yang gigih saat dia menatap Rhode.
Walaupun penampilan mereka hampir mirip, tetapi sifat dua orang itu sama sekali berbeda. Rhode selalu terlihat serius. Dia adalah pria yang pendiam sekaligus pemberani. Di sisi lain, gadis itu terlihat feminin dan sempurna dalam segala hal. Siapapun yang melihatnya akan menganggap gadis itu sebagai 'gadis idaman'. Pintar, cantik, lembut dan menyenangkan.
"Kakak…" Gadis kecil itu mengulurkan tangan kanannya dan wajahnya nampak sedikit was-was.
"Dimana ini? Kenapa kau ada di sini?"
"…"
Rhode membuka mulutnya, tapi tidak ada suara yang keluar. Di saat bersamaan, alam bawah sadarnya mulai mengusirperasaan gelisah dalam hatinya. Dia tidak tahu kenapa, tapi dia merasa bahwa dia tidak perlu was-was dengan gadis tersebut. Bagaimanapun juga, dia adik perempuannya, kan?
Tidak! Ada yang salah!
Rhode tiba-tiba tersadar dari lamunannya.
Adik perempuannya sudah lama mati. Gadis tersebut pastilah bukan adiknya!
Hal itu tidak sesuai dengan ingatannya!
Rhode merasa bulu kuduknya berdiri. Dalam game, dia tidak pernah menjumpai situasi seperti ini. Ketika dia berpikir tentang masalah ini, dia sadar bahwa kegelisahannya mungkin berasal dari deskripsi latar belakang konten game dan kontradiksi yang mencolok antara pengalaman para pemain.
Tentu saja, NPC-NPC dalam game tidak bisa merasuki ingatan para pemain untuk memanfaatkannya demi melawan pemain lain. Tapi situasinya berbeda sekarang! Dia tidak lagi berada di dunia virtual, dan pastinya akan ada sesuatu yang berbeda!
Rhode menenangkan dirinya dan mengamati gadis di hadapannya dalam diam.
Apa yang harus kulakukan?
Dalam game, Shadow biasanya akan berubah menjadi cerminan pemain. Itulah alasan mengapa dia dapat mengalahkannya tanpa ragu. Tapi sekarang? Sekarang yang berdiri di depannya adalah adik perempuannya, bukan bayangannya sendiri. Hal itu membuat Rhode ragu. Walaupun dia tahu bahwa sosok di depannya hanyalah gambar virtual, gadis itu terlihat sangat nyata; sulit membayangkan bahwa dia hanyalah sebuah ilusi dan tidak lebih.
"Kakak?"
Gadis itu melangkah ke depan dan mengulurkan tangan kanannya.
"Kenapa kau diam saja, kak?"
Ketika bayangannya bergerak, Rhode merasa keadaan di sekitarnya perlahan-lahan menjadi gelap, dan udara di sekitarnya juga menjadi berat sehingga Rhode terengah-engah. Dia membuka mulutnya, tapi oksigen yang masuk ke paru-parunya terasa dingin bagaikan es.
Kegelapan menyebar dengan cepat bagaikan setetes tinta yang terjatuh ke dalam air. Dalam sekejap, kabut menyelimuti tubuh Rhode.
"Tuan Rhode akan baik-baik saja kan?
Berdiri tidak begitu jauh dari situ, Matt mengamati kabut yang berputar dengan tatapan khawatir. Dia memegang tasnya erat-erat. Matanya bergerak ke kiri dan kanan terus-menerus, mengamati kabut yang berubah warna dari putih menjadi hitam. Bahkan Matt bisa merasa bahwa ada yang tidak beres dengan kabut itu.
"…"
Lize tidak membalas pertanyaan Matt. Dia mengepalkan tangan dan meletakannya di dadanya.
Pada saat itu, Lize hanya ingin masuk ke dalam kabut dan memeriksa kondisi Rhode. Karena dia adalah petualang yang berpengalaman, dia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tapi akhirnya, dia mengurungkan niat tersebut, mengingat kata-kata Rhode padanya.
"Apapun yang terjadi, jangan dekat-dekat denganku. Bahkan jika kau melihat bayanganku, selama aku tidak berjalan ke arah kalian, jangan bergerak dari tempat kalian. Shadow terkenal licik dan berbahaya. Aku tidak bisa membiarkan kalian berdua berhadapan dengan bahaya seperti itu. Sejujurnya, akan lebih berbahaya bagiku juga apabila kalian bertindak tanpa berpikir panjang."
Ketika mereka mendengar Rhode berbicara seperti itu pada mereka dengan ekspresinya yang kosong dan dingin, mereka tersinggung. Lize terkejut oleh kata-katanya yang menusuk, tapi sebagai prajurit bayaran profesional, dia mengerti alasan Rhode berkata begitu. Bagaimanapun juga, ini masalah hidup atau mati.
Lize menghela napas dan tetap diam, tapi tangannya mengepal erat.
Sementara itu, dalam kabut yang gelap tersebut, gadis kecil itu mengulurkan tangannya dan memeluk leher Rhode.
"Kenapa kau diam saja?"
Senyumnya masih semanis seperti yang masih diingat oleh Rhode. Setelah selama itu, senyumnya masih terlihat selembut angin musim semi. Dia tidak berubah.
Tanpa sadar, Rhode mengambil langkah mundur. Dia bahkan bisa merasakan suhu tubuh gadis itu. Melihat wajah gadis itu sedekat ini, dia kembali teringat dengan kejadian tujuh tahun lalu. Pada saat itu, tingkah lakunya juga seperti ini; dia duduk di ranjang sambil memeluk Rhode, membuat pemuda itu bingung sembari menceritakan padanya hal-hal yang terjadi di dunia luar.
"Ayo kita ngobrol lagi tentang hal-hal yang terjadi di luar seperti sebelumnya oke? Bagaimana bisa kau ada di sini? Tempat apa ini?"
Suaranya terdengar ramah dan merasuk ke dalam hati Rhode.
Melihat gadis itu, Rhode tiba-tiba tersenyum.
Jika Lize melihat dirinya sekarang, mungkin Lize akan terkejut bukan kepalang. Sejak Rhode datang ke dunia ini, dia belum pernah tersenyum. Tapi sekarang, dia malah tertawa.
Melihat ekspresi Rhode di depannya, senyum gadis itu melebar.
"Kakak…"
Tapi saat ini, kata-katanya terhenti.
Sebuah ujung pedang putih menusuk dari kegelapan dalam sekejap mata dan menembus tubuh gadis kecil itu.
"---!!!"
Gadis itu tiba-tiba menjerit. Tubuhnya mulai terpelintir dan dia segera melangkah mundur. Diikuti dengan gerakannya, kabut di sekitar Rhode mulai menipis.
"Hahh…"
Rhode mengambil napas dalam-dalam dan menutup matanya, tapi senyum di wajahnya belum menghilang. Ketika dia mengangkat tangan, dia bisa melihat cincin hitam di jari telunjuknya memancarkan cahaya sihir.
"Terima kasih telah memberiku mimpi yang indah."
Menatap gadis di hadapannya, nada suaranya berubah kembali menjadi 'monoton'.
"Tapi maaf, aku sedang buru-buru," Rhode berbisik, tapi tangannya terus bergerak. Bahkan, saat gadis itu melangkah mundur, dia sudah melepaskan skill Moonbeams, yang sekarang langsung menuju ke arah gadis itu.
Karena lukanya, gadis tersebut tidak dapat menghindari serangan itu. Ketika dia mencoba menghindar ke arah kiri, dada dan bahunya terkena serangan Rhode. Bagi orang normal, luka seperti itu sudah cukup membunuh mereka atau membuat mereka sekarat. Tapi sayang, gadis itu jelas-jelas bukanlah manusia normal.
Gadis itu menjerit putus asa, menyebabkan kabut hitam di sekitarnya berputar dan membentuk semacam perisai kabut di depannya. Di saat bersamaan, pedang Rhode juga menusuk ke depan.
"Duar!!"
Perisai kabut tersebut bergetar dan terlihat menipis, tapi benda itu berhasil menghadang serangan Rhode. Ketika menyadari hal tersebut, mata gadis itu terlihat sedikit lega --- Tapi sesaat kemudian, ekspresinya kembali berubah menjadi takut.
Satu, dua, tiga.
Perisai kabut yang mampu menahan beberapa skill Moonbeams hancur setelah serangan keempat. Serangan itu menembus perisai kabut dengan mudah dan menusuk tubuh gadis tersebut tanpa ampun. Kali ini, gadis yang sudah terluka parah itu tidak dapat menghindar dari serangan itu. Dia menjerit dan terjatuh ke tanah.
Rhode berjalan ke depannya.
Dia sangat mengenali monster seperti Shadow. Karena kekuatannya yang tidak seberapa, dia menggunakan skillnya untuk meniru kemampuan pemain. Jadi monster itu sedikit merepotkan.
Tapi karena monster tersebut telah mengintip ke dalam hati Rhode untuk mencari sosok yang bisa ditiru, hal itu benar-benar menyiksa Rhode. Shadow tersebut juga kehilangan kekuatannya seperti di dalam game. Karena dia adalah bos yang digunakan oleh para pemain untuk mengasah kemampuan 'solo bossing' mereka, ketika monster itu kehilangan momentum, maka mereka hanyalah sekadar tameng.
Tapi hati Rhode terasa berat. Untungnya dia mengaktifkan Cincin Kehendak tepat waktu. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi padanya. Shadow itu tidak seberapa kuat, namun kata-katanya yang diucapkannya menusuk hati pemuda tersebut. Setiap pertanyaan yang keluar dari mulutnya membuat hati Rhode bergetar, dan bahkan membuatnya meragukan dirinya sendiri. Beruntung, dia pernah berhadapan dengan bos seperti ini. Akibatnya, dia sedikit kebal dengan jebakan semacam ini. Manusia normal mungkin akan benar-benar terjatuh dalam perangkap Shadow.
Dari sini, terlihat bahwa Shadow adalah monster yang sangat berbahaya. Tapi monster semacam Shadow memiliki kelemahan besar yaitu nyawa mereka tipis.
Pada saat ini, Shadow yang terbaring di tanah telah kehilangan wujudnya. Mukanya terpelintir tak berbentuk dan mukanya terlihat semakin kabur. Hanya kegelapan yang terlihat setiap kali dia membuka mulutnya. Bahkan beberapa anggota tubuhnya juga menghilang tak berjejak. Menatap Rhode yang berjalan pelan ke arahnya, Shadow itu gemetar ketakutan. Kemudian dia membuka mulutnya dan menjerit.
"---!!"
Sebuah serangan tak terlihat melayang di udara. Namun serangan itu berubah menjadi angin yang tak berbahaya terkena perisai transparan di sekitar tubuh Rhode.
Proteksi dari Cincin Kehendak bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan.
Setelah melihat bahwa serangannya sia-sia, Shadow menjerit lagi. Dia mencoba kabur dengan penuh rasa putus asa. Tapi sebelum monster itu kembali ke dalam kabut, dia sekilas melihat pedang Rhode melayang ke arahnya. Tubuh Rhode melesat maju, dan dalam sekejap mata dia muncul di samping Shadow dan menusuknya kembali.
Ujung pedang yang putih menembus tubuh Shadow. Monster itu menjerit kesakitan. Mulutnya menganga lebar, dan matanya berubah menjadi gelap dan kosong. Mukanya yang sudah tak berbentuk terlihat menjijikkan.
Itu melegakan bagi Rhode. Karena monster itu meniru wujud adiknya, dia merasa masih ragu menebasnya. Tapi, sekarang setelah muka monster itu kembali ke wujudnya yang semula, semua keraguan Rhode lenyap.
Pada saat ini, Shadow melancarkan serangan terakhirnya dengan merentangkan tangan kanan dan mengayunkannya ke arah Rhode.
Tapi Rhode sudah menduga hal itu. Dia melangkah ke samping dan menghindari serangan tersebut sebelum mengaktifkan Shadow Flash yang melaju ke arahnya.
Shadow tersebut tidak dapat bereaksi tepat waktu. Dia mengangkat tangan kirinya di depan tubuhnya, berusaha untuk melindungi dirinya, tapi sayang semuanya sudah terlambat.
Star piercer, aktifkan.
Ujung pedang memancarkan cahaya berbentuk bintang. Cahaya tersebut menembus kegelapan dan menerangi area sekelilingnya. Dalam sekejap, kabut yang mengelilingi Rhode terbelah menjadi dua seperti mentega yang terbelah oleh pisau panas. Ketika cahaya tersebut sampai di ujung pedang, pedang yang berkilau tersebut mengayun ke bawah.
"------!!!"
Shadow tersebut terbelah menjadi dua dan akhirnya berhenti bergerak. Tubuhnya sedikit berkedut sebelum tiba-tiba mengecil. Kemudian, dia berubah menjadi bola cahaya kecil yang menari di udara, menyebabkan kabut semakin tipis. Cahaya itu pun menghilang di udara setelahnya, tanpa meninggalkan jejak.
Melihat hal tersebut, Rhode menurunkan pedangnya.