Chereads / Memanggil Pedang Suci / Chapter 23 - Kota Riverwood

Chapter 23 - Kota Riverwood

Kabut di sekitarnya menyebar.

Kota yang sebelumnya telah terbengkalai selama bertahun-tahun akhirnya terkena sinar matahari sekali lagi. Diikuti dengan kematian Shadow, para Will–o– Wisp yang menganggu mereka juga menghilang.

Rhode menyarungkan pedangnya. Matanya terpaku pada tumpukan debu putih di tanah tempat Shadow tersebut menghilang. Tumpukan debu itu terlihat bersinar sangat terang di bawah matahari. Dia terdiam sesaat sebelum membungkukkan badan untuk memungut sebuah batu permata seputih susu yang transparan.

Inti Jiwa.

Sebuah Inti Jiwa yang terjatuh dari monster level bos tidak jarang ditemukan. Bagaimanapun juga, para monster level bos memiliki sihir yang sangat kuat. Kekuatan yang terkumpul dalam tubuh mereka selama bertahun-tahun membuat proses kondensasi Inti Jiwa jauh lebih mudah dibandingkan dengan monster biasa.

Tapi Rhode tidak menghabiskan banyak waktu untuk menghiraukan hal-hal tersebut. Dia segera memungut benda tersebut dan berbalik. Kemudian dengan langkah yang berat, dia berjalan menuju pintu masuk alun-alun. Meskipun dia tidak terlalu banyak menghabiskan Kekuatan Jiwa dalam pertempuran yang terjadi baru saja, dia merasa kelelahan mental. Walaupun perasaan tersebut tidak terlihat dalam wajahnya, langkahnya yang berat menggambarkan kelelahannya.

Melihat sosok Rhode, Lize dan Matt menghela napas lega. Mereka sadar bahwa perasaan pemuda tersebut sedang kacau dan tidak berkata apa-apa. Walaupun mereka tidak tahu apa yang terjadi, mereka paham bahwa Rhode tidak ingin membicarakan hal tersebut.

Lize adalah gadis yang pintar, dan Matt adalah seorang pedagang. Mereka tidak bertanya lebih jauh pada Rhode.

Bahkan, perhatian utama mereka saat ini tidak tertuju pada pertarungan dengan Shadow…karena mereka akan segera meninggalkan tempat angker ini!

Sejak karamya kapal terbang hingga saat mereka keluar dari pegunungan, tiga hari telah berlalu. Tapi karena banyaknya rintangan yang mereka hadapi selama perjalanan tersebut, rasanya seperti 10 hari berlalu sejak saat itu. Hutan yang berbahaya, serangan mendadak, kota yang aneh, apa lagi yang akan mereka hadapi?

Karena alasan tertentu inilah, ketika mereka melihat kota kecil di kaki pegunungan, Lize dan Matt merasa sangat senang. Bahkan Rhode yang terlihat tenang seperti biasa menunjukkan kelegaan.

Kota Riverwood terletak di kaki gunung Paphield. Kota tersebut terihat damai karena terletak di perbatasan. Di dalam game, kota ini dekat dengan hutan Twilight dan dianggap sebagai tempat pemula berkumpul. Karena itulah, Rhode menghabiskan banyak waktu di sini, dan dia kenal betul dengan lingkungan kota itu. Dia bahkan ingat nama-nama dari sebagian besar NPC di sini, yang biasanya ia sapa dengan santai. Tapi sekarang, ketika dia melangkah di jalan yang sepi tersebut, rasa aneh merasuki tubuhnya saat mendapati bahwa NPC-NPC tersebut sekarang berubah menjadi makhluk hidup asli di hadapannya.

Walaupun masih banyak hal yang harus mereka lakukan, saat ini prioritas utama mereka adalah kasur yang lembut dan makanan yang lezat. Setelah makan di kedai local, mereka segera berbaring di kasur dan tidur.

Ketika Rhode membuka matanya, posisi matahari sudah tinggi, yang menandakan bahwa hari sudah siang.

Cahaya matahari terasa lembut dan hangat. Cahaya tersebut bersinar melalui jendela kayu dan menyinari lantai ruangan.

"Hah…"

Rhode menghela napas. Dia menjulurkan tangan dan mengamati bekas luka dari pertarungannya. Dada kirinya masih terasa sedikit sakit. Rasa sakit tersebut membuatnya kembali dalam dunia nyata.

Ini bukan mimpi.

Untuk pertama kalinya, dia mengalami kenyataan yang kejam di dunia ini.

Pertarungan-pertarungan berbahaya dan kacau yang telah dilaluinya terasa sangat nyata. Seringkali saat dia bangun, dia berpikir bahwa semua ini hanyalah mimpi. Sebelumnya, dia menggunakan kepribadiannya sebagai seorang gamer untuk membendung kenyataan; dia menganggap bahwa semua monster yang ia hadapi hanyalah ilusi. Tapi sekarang, ketika dia sudah melalui banyak pertempuran berat, dia perlahan mulai menyadari kenyataan dunia ini.

Mulai sekarang apa yang harus aku lakukan di dunia ini?

*Tok tok*

Ketukan pelan di pintu kamar membuyarkan lamunan Rhode. Dia mengangkat kepalanya dan berkata dengan pelan, "Masuk."

Pintu itu terbuka dengan pelan, seorang gadis berambut pirang masuk dengan membawa perban baru dan sebuah pot berisikan air di tangannya. Melihat Rhode telah bangun, senyum lebar menghiasi wajahnya.

"Bagaimana keadaanmu, tuan Rhode?"

"Aku baik-baik saja, tidak ada masalah."

Memahami rasa khawatir Lize, Rhode mengangguk sopan. Walaupun jawabannya terdengar sedikit dingin, Lize sudah terbiasa. Lize tersenyum ramah dan tidak berkata apa-apa lagi. Kemudian dia melangkah ke samping Rhode dan mulai mengganti perbannya.

Rhode menatap Lize dan tersenyum pahit dalam hati. Sebenarnya Rhode ingin bersikap lebih baik kepadanya. Bukannya dia sengaja bermaksud bersikap monoton sepanjang waktu, hanya saja hal-hal seperti ini terasa merepotkan bagi seseorang seumurannya. 

Tapi jelas tidak mungkin baginya untuk berubah secepat itu. Kebiasannya itu telah tertanam dalam kepribadiannya. Dulu, ketika dia masih kecil, teman-teman sekelasnya sering mengejek muka Rhode dan memanggilnya 'banci' karena wajah yang mirip dengan adiknya. Sebagai laki-laki, hal tersebut jelas merusak harga dirinya.

Sejak saat itu, Rhode selalu merasa sangat waswas terhadap penampilannya. Ketika dia mulai bermain Dragon Soul Continent Online, dia memilih untuk tidak menggunakan teknologi 'scan registration' yang canggih, dan membuat avatarnya secara manual. Pada saat itu, dia masih muda dan labil, jadi dia membuatnya sesuka hati. Pada akhirnya, dia membuat avatarnya menjadi sangat maskulin dengan ekspresi dingin.

Hal ini merupakan fase 'chuunibyou' (fase dimana seseorang menunjukkan perilaku delusional, khususnya berpikir bahwa mereka memiliki kekuatan istimewa) dari Rhode yang telah dilalui oleh semua orang sebelumnya. Saat dia beranjak dewasa, dia tidak lagi memperhatikan masalah-masalah kecil seperti itu, tapi hal itu terlanjur menjadi kebiasaan yang sulit dilepas oleh Rhode.

Terlebih lagi, saat dia menjadi pemimpin guild terkuat di Dragon Soul Continent Online, dia harus bisa mengendalikan emosinya dengan baik. Sikap dingin dan tenang selalu mengakar dalam dirinya.

Rasa sakit menusuk yang berasal dari lukanya membawa Rhode kembali pada kenyataan. Dia mengamati gadis yang menyeka dadanya dengan hati-hati dan mengingat sesuatu.

"Lize."

"Ada apa, tuan Rhode?"

"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"

Mendengar pertanyaan Rhode, mata Lize terbelalak karena terkejut. Tangannya juga berhenti bergerak.

Dia menghela napas dan menundukkan kepalanya dengan sedih. "Sejujurnya, aku sendiri tidak tahu."

"Bagaimana dengan kawan-kawanmu? Tidakkah kau punya tempat kembali?"

"Hanya aku yang masih hidup, jadi percuma saja aku kembali…"

Suaranya berubah perlahan berbisik.

"…Dan kelompok prajurit bayaranku akan dibubarkan."

Jadi begitu.

Mendengar cerita Lize, Rhode memahami kondisi gadis tersebut.

Dalam Dragon Soul Continent, kelompok prajurit bayaran biasanya terbagi ke dalam tiga level. Level terendah adalah kelompok kecil yang rata-rata terdiri dari lima atau enam petualang, tidak lebih dari sepuluh. Kelompok-kelompok ini sebagian besar diisi oleh anggota yang tidak terikat. Siapapun dapat membuat kelompok seperti ini, selama mereka mendaftarkan diri mereka secara legal.

Level selanjutnya adalah kelompok prajurit bayaran besar. Anggota mereka lebih dari sepuluh. Kelompok-kelompok besar seperti ini tidak bisa membubarkan diri seenaknya seperti kelompok kecil. Mereka harus menyerahkan salinan resmi identitas mereka dan melapor pada Asosiasi Prajurit Bayaran. Mereka juga bisa menerima bantuan dari Asosiasi tersebut atau bahkan membangun markas mereka sendiri.

Sedangkan level tertinggi adalah guild prajurit bayaran. Membentuk sebuah guild membutuhkan lebih dari seratus anggota. Guild-guild ini sangat kuat. Mereka memiliki banyak markas dan benteng. Bahkan pejabat-pejabat dan asosiasi pedagang menghormati mereka. Guild prajurit bayaran yang besar dan berpengaruh biasanya memiliki daerah dan kota mereka sendiri.

Pembagian kelompok prajurit bayaran tersebut bukan hanya berdasarkan kekuatan dan reputasi mereka; misi yang mereka terima juga berbeda. Sebuah kelompok prajurit bayaran kecil tidak mungkin menerima misi level guild prajurit bayaran. Asosiasi Prajurit Bayaran akan menolak proposal tersebut. Bahkan jika mereka berhasil menuntaskan misi itu entah bagaimana caranya, hal tersebut tetap tidak akan dianggap. Tentu saja, secara realistis kelompok prajurit bayaran kecil tidak mungkin memiliki sumber daya ataupun kekuatan yang cukup untuk menuntaskan misi level guild.

Walaupun memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan kelompok yang lebih kecil, semakin besar suatu kelompok prajurit bayaran kecil, semakin banyak beban dan masalah yang harus mereka tangani. Setiap tahun, Asosiasi Prajurit Bayaran akan memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesulitan misi. Jika suatu kelompok tidak mengerjakan tugas mereka dengan baik selama setahun, maka kelompok tersebut akan dipaksa untuk menurunkan ranknya atau bahkan bubar dalam kasus kelompok kecil.

Karena inilah, Lize merasa depresi. Hanya ada sepuluh orang di kelompoknya, jadi kelompok tersebut dianggap berukuran sedang. Tapi karena sebuah misi, anggota mereka berkurang hingga hanya menyisakan satu orang saja bahkan pemimpinnya juga ikut tewas. Saat ini tidak ada cara lain untuk mempertahankan status mereka sebagai kelompok prajurit bayaran.

Walaupun masih ada waktu hingga penilaian tahunan, Lize tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya. Terlebih, dia bukanlah tipe petarung. Tidak peduli seberapa kuatnya keinginan dia untuk mempertahankan kelompoknya, hal tersebut mustahil baginya. Berdasarkan situasi tersebut, satu-satunya pilihan hanyalah bubar. Sebagai Cleric, kelas pendukung yang berdedikasi, tidak sulit baginya untuk bergabung dengan kelompok lain.

Tapi Lize tidak ingin meninggalkan kelompoknya.

"Kau tak ingin keluar?"

Lize mengangguk tegas ke arah Rhode.

"Benar, tuan Rhode. Bagaimanapun juga, merekalah yang memberiku tempat tinggal. Hubunganku dengan mereka sudah seperti keluarga sendiri…A-aku tidak ingin kelompok ini dibubarkan." Matanya mulai memerah saat dia berbicara, tapi dia menggertakkan gigi dan melanjutkan bicaranya,"Mereka semua sudah tewas. Setidaknya…setidaknya aku ingin menunjukkan rasa terima kasihku pada mereka dengan tindakanku…"

"Tapi melihat situasinya, jika kau tidak dapat menemukan cukup anggota maka kelompokmu akan bubar dalam waktu dekat."

"…Benar."

Lize tidak ingin menghindar dari kenyataan. Dia tahu masalahnya dimana. Tapi, dia hanya tidak ingin menyerah begitu saja.

"Tapi, aku tidak ingin menyerah. Seperti yang kau katakan padaku sebelumnya. Karena aku masih hidup, aku harus melakukan sesuatu yang penting. Walaupun aku masih tidak tahu apakah aku bisa atau tidak. Setidaknya aku akan mencoba."

Melihat kegigihan Lize, Rhode tiba-tiba mendapat ide. Dia terdiam sesaat dan berkata,"Kalau begitu, aku punya saran."

"Apa itu, tuan Rhode?"

Lize mengangkat kepalanya dengan cepat dan melihat Rhode dengan gugup. Walaupun Lize baru mengenalinya selama beberapa hari. Tapi pengetahuan dan kekuatan Rhode meninggalkan kesan yang mendalam bagi gadis tersebut.

Entah itu Wind Serpent, Silver Wolf ataupun Will – o – Wisp. Mereka belum pernah ditemui Lize sebelumnya. Dia juga yakin bahwa sebagian besar prajurit bayaran juga belum pernah bertemu dengan monster-monster seperti itu. Tapi Rhode mengenali kelemahan dan tingkah laku mereka.

Dia tidak seperti Matt, yang suka ikut campur ketika dia mencoba menebak identitas asli Rhode. Di antara para petualang, hal seperti itu tidak dibutuhkan. Selama seseorang itu kuat dan bisa dipercaya, sudah cukup.

Walaupun Lize sudah siap secara mental, tapi hal selanjutnya yang dikatakan Rhode membuatnya tidak bisa berkata-kata.

"Jika kau tidak keberatan, berikan padaku kelompok prajurit bayaranmu."