Mendengar perkataan ayah Ji Yi, He Jichen menoleh dan melihatnya.
Tanpa peringatan sama sekali, kedua pasang mata mereka bertemu.
Jari-jemari Ji Yi tiba-tiba gemetaran. Detik berikutnya, dengan geram gadis itu berusaha mengendalikan emosi dan memandang ke arah sang ayah dengan sikap paling wajar yang bisa ia perlihatkan.
Ayah Ji Yi menyadari bahwa putrinya pasti penasaran mengapa He Jichen berada di rumah mereka, maka dia pun menjelaskan, "Ini karena Ibumu. Beberapa hari yang lalu dia tak sengaja bertemu dengan Jichen dan saat itulah Ibumu menyadari bahwa He Jichen tinggal di Beijing juga. Dulu ketika kau menetap bersama nenek di Sucheng demi sekolahmu, kita cukup sering merepotkan Bibi He. Karena hari ini aku pulang ke rumah, kami mengundang Jichen untuk makan malam bersama."
Ji Yi tahu bahwa 'Bibi He' yang dimaksud oleh ayahnya adalah Ibu He Jichen, yang adalah kawan baik ibu Ji Yi.
Saat bersekolah di Sucheng, Ibu He Jichen seringkali menemaninya ke Rapat Wali Murid karena neneknya sudah cukup tua.
Karena wanita itulah, kedua keluarga mereka menjadi dekat ketika itu.
Setelah Ji Yi lulus SMA, ia buru-buru kembali ke Beijing karena ulah He Jichen. Setelah nenek Ji Yi meninggal, keluarga mereka tidak pernah kembali ke Suchen, dan mereka hanya menghubungi keluarga He saat liburan tiba.
Setelah bercerita panjang lebar, ayah Ji Yi menyadari bahwa putrinya hanya berdiri mematung di tempat, tanpa menyapa He Jichen. Ia tak kuasa menahan diri dan mencela putrinya, "Xiao Yi, saat kau tinggal di Sucheng dulu, kau sering main ke rumah mereka, dan kalau ayah tidak salah ingat, kau dan Jichen bahkan jadi teman sekelas! Kenapa sekarang kau bahkan tidak menyapanya?"
Ji Yi kuatir ayahnya akan bertanya tentang apa yang terjadi di antara mereka berdua, karena itulah meskipun tidak ingin melakukannya, ia berusaha keras untuk tetap tenang sembari menyapa He Jichen dengan sopan, "Halo, sudah lama tidak berjumpa."
Mungkin karena ayahnya sedang berada di sana, kali ini He Jichen tidak mengabaikannya. Suaranya terdengar sopan, santun dan ramah, "Iya, sudah lama sekali."
He Jichen seolah enggan untuk dipaksa berbasa-basi dengannya, maka setelah menyapa, dia segera berbalik ke ayah Ji Yi dan melanjutkan percakapan yang sudah dimulai sebelum gadis itu menuruni tangga.
Setelah sekian tahun terpisah, wajar saja jika mereka kurang akrab. Ayah Ji Yi tidak terlalu memikirkan hal itu dan melanjutkan percakapannya dengan He Jichen.
Ji Yi, yang tidak digubris, menundukkan kepala dan tidak berlama-lama berada di ruang tamu. Ia beranjak pergi untuk membantu Ibunya di dapur.
Sewaktu mencuci sayur, Ji Yi tiba-tiba menyadari bahwa sapaan mereka barusan adalah untuk yang pertama kalinya mereka berbicara terhadap satu sama lain-- semenjak berpisah empat tahun silam.
Ji Yi yakin bahwa jika ini bukanlah rumahnya dan jika ayahnya tidak berada di sama, mereka tidak akan saling menyapa.
...
Saat makan malam, Ibu Ji Yi mengatur tempat duduk mereka-- Ji Yi dan He Jichen duduk bersama, saling bersebelahan.
Mereka berdua berada cukup dekat, sehingga sesekali aroma tubuh He Jichen tercium oleh Ji Yi, membuatnya merasa semakin tertekan. Ia merasa tidak nyaman sehingga beberapa kali gagal mengambil makanan dengan sumpitnya.
Untunglah, perhatian kedua orangtuanya tertuju pada He Jichen. Mereka bahkan tidak menyadari kekikukkannya karena mereka begitu antusias mengobrol dengan pemuda itu.
Acara makan malam itu benar-benar menguras seluruh tenaga Ji Yi. Setelah jamuan selesai, ia tidak tinggal lebih lama. Dengan beralasan bahwa ia harus membantu temannya mengerjakan sesuatu, gadis itu tergesa-gesa pergi meninggalkan rumah.
Di depan gerbang perumahannya, Ji Yi hendak naik taksi ketika ia sadar bahwa ia begitu tergesa-gesa hingga lupa membawa jaket dan dompetnya.