Setelah merasa sedikit kelelahan, Shi Guang bersandar di sisi kolam renang. Kebetulan, pandangannya mendarat pada He Xinnuo yang sekarang sedang berlatih. He Xinnuo yang sebelumnya sudah marah-marah dan pergi, kembali dengan wajah sumringah, dan sesekali melirik-lirik ke arah Shi Guang. Lirikannya itu terasa sedikit aneh sampai-sampai memberikan rasa tidak nyaman.
Tidak butuh waktu lama sebelum perasaan aneh itu terbukti.
Di pintu masuk utama terdapat keributan kecil yang sedang terjadi. Seperti kebanyakan lainnya, Shi Guang tak tahan untuk mengintip dengan penasaran.
Satu-satunya hal yang ia lihat adalah Lu Yanchen mengenakan baju rumahnya yang santai dan berjalan melewati kerumunan dengan ekspresi wajah yang begitu dingin. Bola matanya yang hitam pekat itu begitu dingin sedangkan bibirnya tak membentuk apapun selain garis datar yang tegas. Tinggi dan angkuh, begitulah gambaran tampilannya yang memancarkan aura yang begitu tajam yang membuat para penonton mundur teratur beberapa meter ke belakang.
Shi Guang tertegun.
'Apa yang ia lakukan di sini?'
Serangkaian suara-suara sumringah berkelebat di telinganya.
"Wow, pria itu tampan sekali!"
"Bukankah ia Tuan Muda Ke-4 Lu yang memberikan hadiah tempo hari?"
"Astaga! Mengapa ia ada di klub renang kita?"
...
Kedatangan dadakan pria ini saja mampu membawa badai kekaguman sampai semua orang berbisik-bisik membicarakannya. Bulu mata Lu Yanchen yang panjang memindai seluruh tempat itu sebelum berhenti pada Shi Guang. Tak hanya amarah yang kentara di matanya, bahkan wajahnya menjadi lebih dingin saat ia melangkah menghampiri Shi Guang.
Shi Guang merasakan hatinya menciut tanpa alasan.
Berbalut handuk, Shi Guang berdiri tegang penuh waspada—ketidaknyamanan yang ia rasakan saat ini layaknya seorang siswa sekolah yang sedang menghadapi hukuman dari gurunya.
Tatapan Lu Yanchen yang dingin dan acuh itu mendarat pada dirinya saat bibirnya dengan lembut bergerak mengatakan, "Di mana ponselmu?"
Nada suaranya sangat dingin hingga terdengar seolah-olah memunculkan percikan-percikan es yang mengancam—ia bahkan sekarang semakin mirip dengan sedang marah-marah.
Ponsel?
Shi Guang tidak tahu mengapa tiba-tiba ia menanyakan ponselnya. Reflek, Shi Guang berjalan menuju area penempatan dan mengambil ponselnya.
Persis saat ia akan menyerahkannya ke Lu Yanchen, ia sadar ponselnya dalam keadaan tidak terkunci. Jadi, ia mengusapkan pola pembuka kuncinya.
Setelah menurunkan pandangannya, Lu Yanchen memperhatikan bagaimana Shi Guang membuka kunci ponselnya—2580...Garis lurus ke bawah.
"Apa kamu bodoh?!"
'Ini sandi yang sederhana! Kau bisa jadi bahkan tidak perlu mengaturnya sama sekali!'
Shi Guang mengangkat matanya dan melihat Lu Yanchen kaget. Shi Guang benar-benar terkejut karena telah dimarahi secara tiba-tiba.
Sementara bagi He Xinnuo yang berada di kejauhan, saat ia mendengar kata-kata itu, ia tak bisa sebahagia seiring bibirnya menyeringai, penuh dengan cemoohan. Namun, semuanya telah terjadi begitu cepatnya. Ia kemudian memasang ekspresi wajah yang sama seperti semua orang yang menonton saat itu.
Setelah pulih dari rasa kagetnya, Shi Guang lalu menyerahkan ponselnya ke Lu Yanchen dengan sedikit rasa tidak senang, memberinya tatapan tidak sabar seperti 'lakukan yang kau mau sajalah'.
Lu Yanchen menyipitkan pandangan dinginnya tanpa mengambil ponselnya.
Ia tidak harus melihat untuk memastikan bahwa pasti sudah tidak ada yang tertinggal lagi dari pesan teks tadi di ponsel si bodoh ini. Setelah membuka ponselnya sendiri, Lu Yanchen menunjukkan tiga pesan teks ke depan wajah Shi Guang. Ketika Shi Guang menoleh, yang pertama kali dilihatnya adalah isi dari pesan teks itu.
Pertama adalah pesan pernyataan cinta. Hmph! Memangnya Lu Yanchen tersambar apa sampai menunjukkan pesan pernyataan cinta untuk diinya sendiri yang dikirimkan oleh perempuan lain... Nanti dulu! Apa-apaan dengan dua pesan teks terakhir itu?
Bukankah itu terlalu...?
Mata Shi Guang agak sedikit bergeming saat membacanya.
Ia telah memikirkan banyak sekali kemungkinan yang mana membuat Lu Yanchen bisa saja datang mencarinya, tetapi hal ini tentunya bukanlah salah satu dari buah pemikirannya.
Shi Guang sangat marah hingga wajahnya memerah padam dan matanya menatap tajam ke Lu Yanchen, seolah ia menuntut untuk tahu mengapa Lu Yanchen menunjukkan pesan-pesan teksnya yang seperti itu.
Apa dia sudah tidak waras?
Dengan tatapan Lu Yanchen yang dingin seperti es, ia menyuruh Shi Guang untuk terus membacanya. Melihat ekspresi waspada Lu Yanchen, Shi Guang menoleh sekali lagi ke layar ponsel dengan ogah-ogahan. Persis kemudian ia menyadari rentetan nomor telepon di atas pesan-pesan itu. Tubuh Shi Guang membeku seketika seiring dengan pikirannya yang menjadi kosong.
Nomor itu... sangat familier!
'Bukankah itu nomorku?'
'Kapan aku pernah mengiriminya pesan-pesan teks semacam itu!'