He Xinnuo tidak diredam amarahnya sedikitpun oleh Wu Xing—hatinya masih membara dengan kemarahan. Ia memikirkan berbagai macam ide tentang bagaimana menyingkirkan Shi Guang sehingga ia bisa menjadi satu-satunya wakil untuk tim perempuan.
Setelah kembali ke tempat latihan, ia sudah sama sekali tidak mood untuk kembali ke air dan berlatih. Sambil duduk di area istirahat, tatapannya mengarah tajam ke bayangan Shi Guang di kolam renang. Meskipun ia dipenuhi rasa iri dengki, ia tidak bisa tidak mengakui bahwa postur sikap berenang Shi Guang memanglah yang paling tepat—ia yang paling cemerlang di air.
He Xinnuo pernah mencobanya juga. Namun, seberapa pun ia berlatih, ia tidak bisa meniru gaya renang yang ditampilkan Shi Guang di air. Bahkan, gerakan renangnya tampak seperti berkelas.
Wu Xing telah memberitahukannya bahwa gaya renang seperti itu membutuhkan koordinasi otot-saraf yang sangat tepat, sehingga seseorang dapat mempertahankan stabilitas yang kuat mulai dari ujung jari kaki hingga ke pinggang, dan kemudian ke bahu mereka, bahkan ketika mereka berenang dengan gerakan tangan. Tidak hanya dibutuhkan latihan dalam jumlah besar, mereka juga harus memiliki keunggulan alami yaitu bakat yang dianugerahkan dari Surga bagi mereka sendiri.
Sial, bahkan Surga begitu baik padanya dan memberikan segala yang baik padanya. Dengan dengusan dingin di hatinya, He Xinnuo merasa bahkan lebih tidak senang dengan ketidakadilan pada semua hal di sekitarnya.
Ketika ia bersiap untuk turun ke air untuk berlatih, penglihatannya secara tidak sengaja mendarat di area penempatan. Biasanya, selama latihan, semua orang harus meletakkan handuk, gelas, dan bahkan ponsel mereka di kotak yang disediakan di area penempatan.
Dengan sekejap pikirannya, He Xinnuo mulai menggerakkan tubuhnya dengan luwes sebelum memindai seluruh area. Setelah menyadari bahwa tidak ada yang memperhatikannya, ia mengulurkan tangannya untuk meraih ponsel Shi Guang.
Bukankah Shi Guang sangat ingin menggoda Lu Yanchen?
Bagaimana kalau membantunya saja?
He Xinnuo pergi membawa ponsel Shi Guang. Walau tidak tahu kata sandinya, ia mencoba beberapa kali. Akibatnya, ponsel Shi Guang mengunci otomatis dan He Xinnuo harus menunggu beberapa menit untuk bisa mencoba lagi.
Ia sangat marah hingga ia melemparkan ponsel Shi Guang ke tempat sampah begitu saja. Karena ia tidak dapat mencapai tujuannya, ia akan merasa lebih baik bila melihat betapa bingungnya Shi Guang saat kehilangan ponselnya.
Namun, He Xinnuo masih marah dan memutuskan untuk mencobanya lagi.
Mereka berdua saling berpapasan setiap hari. Oleh karena itu, He Xinnuo samar-samar memiliki ingatan bagaimana Shi Guang biasanya membuka ponselnya.
Akan tetapi, bahkan setelah beberapa kali percobaan berikutnya, ia masih tidak bisa membukanya. Sekarang adalah percobaan yang terakhir kalinya—jika ia gagal, ponselnya akan mengunci otomatis sekali lagi.
Mengejutkan, kali ini bisa terbuka kuncinya! He Xinnuo sangat gembira sampai-sampai jantungnya mau copot. Setelah memindai daftar kontak telepon, ia dengan cepat menemukan nama Lu Yanchen. Kemudian ia mengirim pesan teks yang membuatnya senang gembira.
Ia pernah menyaksikan bagaimana Lu Yanchen membenci Shi Guang tempo hari dengan mata kepalanya sendiri. Sekarang karena ia mengirim pesan teks...yang melecehkan, Lu Yanchen pasti akan merasa jijik sampai ingin muntah.
Tentu saja tidak mungkin dia akan mengizinkan Shi Guang terus mengajarinya.
Kegembiraan He Xinnuo saat ini tak terlukiskan—ia bisa memvisualisasikan pemandangan Lu Yanchen yang berteriak agar Shi Guang angkat kaki sekarang!
...
Lu Yanchen baru saja menutup telepon dengan ayahnya. Ayahnya ingin tahu apakah ia akan tetap di militer atau keluar ke dunia bisnis. Atau mungkin, ia ingin coba-coba di dunia politik! Tapi tentu saja, ia juga selalu bisa memilih untuk pergi ke luar negeri.
Lu Yanchen tidak memberikan jawaban yang pasti kepada ayahnya. Setelah menerima telepon, ia hanya melihat keluar dari jendelanya, tampak aneh. Itu berlanjut sampai ponselnya yang ia tempatkan di meja kopi tiba-tiba bergetar dengan pemberitahuan ada pesan teks masuk.
Bereaksi akan hal ini, ia melirik sekilas. Nomor yang ditampilkan di atas pesan teks membuat badannya yang kaku gemetar sedikit dibarengi dengan wajahnya yang tegas dan tampan berangsur-angsur mulai melunak. Itu adalah sebuah bari nomor yang belum tersimpan di kontaknya; tetapi, ia masih bisa menghafalnya dalam hati.
Ia bahkan bisa mengulangi menyebutkan nomornya dari belakang.
Sambil bersandar di sofa yang halus, ia membelai bibirnya dengan lembut. Setelah meragu sejenak, ia mengambil ponselnya dan membuka pesan teks itu.
'Kamu adalah lelaki tertampan yang pernah kulihat di dunia ini. Aku tak bisa menahan diriku untuk ingin mencintaimu, memikirkanmu. Dan, aku ingin kamu juga mencintaiku dengan teramat sangat.'
Ponsel Lu Yanchen hampir jatuh ke lantai ketika tangannya terpeleset.
Apakah ini pesan cinta? Pesan pelecehan? Apa yang ia kirim...?