"Xiao Ling," ucapnya. "Segala yang kau dapatkan akan diberikan olehku, baik itu kesenangan atau kesakitan."
Ia mendera Xia Ling dengan cambuk di tangannya.
Suara melengking membelah udara, rasa sakit yang tajam dan bau darah memenuhi ruang sempit itu. Namun, ia bersyukur dan menerima semuanya dengan senang hati, sambil merintih dan memohon Pei Ziheng untuk memukulnya lagi. Rasa sakit mengingatkannya bahwa ia masih benar-benar hidup ...
Pei Ziheng melemparkan cambuk ke tepi, melepaskan bola di mulut Xia Ling, lalu membungkuk untuk menciumnya. Cengkeramannya yang kuat hampir mencekik napas Xia Ling. "Xiao Ling, kupu-kupu cantikku ..." Pei Ziheng mengusap bibirnya ke bulu matanya yang bergetar, seraya berbisik, "Kau milikku dan hanya milikku."
Kejadian itu selalu berlangsung berulang-ulang. Pertama-tama, Pei Ziheng akan meninggalkan Xia Ling di ruangan kosong dan gelap gulita, dimana semuanya menjadi begitu sunyi, sehingga ia hampir tidak bisa merasakan keberadaan dirinya. Begitu ia berada di ambang kegilaan, sosok seperti dewa akan muncul, mencambuknya dengan brutal, menyiksanya. Kemudian, sang dewa dengan lembut memberinya makan dan minum serta membersihkan noda dari bibirnya sebelum akhirnya pergi.
Ruangan sempit sekali lagi mengembalikan kesepiannya sampai ia mencapai titik puncak, dimana Pei Ziheng akan muncul kembali dan mengulangi proses itu lagi.
Setiap kali Pei Ziheng pergi, Xia Ling akan berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak boleh menempuh jalan pengecut, bahwa ia tidak akan menyerah padanya lagi. Namun, reaksi tubuhnya jujur dan menakutkan. Tidak peduli seberapa keras berusaha, ia tidak bisa lepas dari ketakutan dan kegilaan di dalam kegelapan. Ia juga tidak bisa melepaskan diri dari rasa terima kasih yang ia rasakan terhadap sang kekasih atas kekerasan yang ia lakukan padanya.
Akhirnya, ketika melihat bahwa Xia Ling sudah jinak, pria itu membiarkan Xia Ling keluar.
Meskipun ia tidak berani menyerang Pei Ziheng seperti sebelumnya, meninggalkan kesunyian dan kegelapan memungkinkannya untuk mendapatkan kembali kesadarannya. Hasilnya, Xia Ling tetap memusuhinya. Ketika sang kekasih mencoba berhubungan intim, ia melakukan segalanya untuk melawan.
Namun Pei Ziheng punya jurus lain.
Xia Ling tidak suka rasa sakit yang dialaminya, dan selalu berjuang untuk melawan. Namun ia tunduk pada Pei Ziheng ketika ia menindas paksa... Dan berikutnya akan sama; perlawanan, penindasan, kepasrahan...
Siklus terus berulang.
Xia Yu datang menemui Xia Ling.
Ia mengenakan gaun sederhana, rambutnya berantakan, dan kain kasa putih membalut tubuhnya yang kurus. Xia Yu memandangnya dengan dengki, dan bertanya dengan dingin, "Kakak, mengapa Kak Ziheng begitu peduli padamu, dan melakukan begitu banyak demi dirimu!"
Xia Ling hanya menatapnya dengan kebencian. "Untuk apa kau kemari?"
Xia Yu tersenyum. "Kakak, aku akan menceritakan sesuatu padamu."
Ia berbicara perlahan dan tanpa lelah.
Karena itu, Xia Ling belajar istilah baru - Sindrom Stockholm.
"Kakak," kata Xia Yu. "Ini rencana Kak Ziheng dan para dokter. Kamu akan mengalami sindrom Stockholm di bawah bimbingan mereka untuk mencapai kondisi ideal. Tidak peduli bagaimana Kak Ziheng memperlakukanmu, baik dengan kasih sayang atau melalui penyiksaan, kamu akan selalu setia kepadanya, dan akan kembali kepadanya secara sukarela bahkan walaupun dia membiarkanmu pergi. "
"Kamu akan kehilangan kesadaran dirimu selamanya."
"Kak Ziheng sama sekali tidak mencintaimu, apa yang dia inginkan hanyalah mainan yang menuruti segala kemauannya."
Xia Ling membutuhkan waktu lama untuk mencerna apa yang dikatakan Xia Yu, tidak percaya itu adalah kenyataan. Tetapi semua tindakan Pei Ziheng belakangan ini sesuai dengan apa yang dikatakannya.
Xia Ling pernah berpikir bahwa Pei Ziheng benar-benar mencintainya, sama seperti Xia Ling yang mencintainya dengan sepenuh hati. Bahkan ketika ia disekap olehnya, ia terus percaya bahwa Pei Ziheng mencintainya, tapi mungkin sedikit berkurang dan tidak sepenuh hati seperti yang ia pikirkan. Namun sekarang, Xia Ling menyadari bahwa Xia Yu mungkin benar. Pei Ziheng tidak pernah mencintainya dari awal, yang ia butuhkan hanyalah mainan yang memuaskannya. Ia tidak peduli apakah itu Xia Ling atau orang lain.
"Kakak, pertimbangkan kata-kataku dengan baik-baik." Xia Yu mengambil tas tangannya yang indah dan pergi dengan anggun.
Pei Ziheng memiliki cara-cara baru untuk menyiksa Xia Ling di setiap harinya. Ia berhenti tepat ketika Xia Ling sudah hampir menyerah, dan memeluknya dengan lembut, menyentuh setiap luka dengan perlahan.
Xia Ling terus mengingat kata-kata Xia Yu.
Ia menyadari bahwa ia memang mulai bergantung pada Pei Ziheng. Meskipun ia takut dan merasa ngeri akan kekejamannya, rasa terima kasih dan kekaguman yang ada pada dirinya ketika Pei Ziheng menunjukkan kasih sayang sangat tidak rasional dan di luar kendali.
Ia takut terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Setelah melihat sosok yang kurus kering dengan wajah cemas serta ketakutan di cermin, ia tidak bisa mengenali dirinya lagi.
Mungkin suatu hari Pei Ziheng akan berhasil, dan Xia Ling yang sebenarnya akan benar-benar hancur dan hilang untuk selamanya. Yang tersisa hanyalah seorang mayat berjalan yang jinak dan patuh.
Ia takut kehidupannya akan menjadi begitu menyedihkan.
"Jika hidup berarti tidak menguasai diriku dan jiwaku dihancurkan serta menjadi mayat hidup, aku lebih baik mati." Dia bergumam.
Ketika tersentak kembali pada kesadaran, kamar rumah sakit muncul di hadapannya. Langit terlihat suram di luar jendela-jendela panjang, dan Pei Ziheng yang sedang jengkel duduk di sofa. Xia Ling menatapnya. "Aku tidak takut diancam, Direktur Pei. Jika Feifei sadar, dia akan setuju dengan apa yang aku lakukan."
"Ye Xingling, kau terlalu susah dikendalikan." Suara Pei Ziheng rendah, dipenuhi amarah dan paksaan.
Tapi Xia Ling sudah tidak lagi takut. Ia melanjutkan, "Maafkan aku, tetapi aku tidak bisa menjadi milik siapapun. Direktur Pei, tolong suruh orangmu untuk membuka pintu. Sudah waktunya aku pergi."
"Kau pikir kau bisa pergi?" Dia menekan tombol.
Pintu tebal dan kokoh terbuka tanpa suara, dan dua bodyguard kekar masuk.
Pei Ziheng bangkit dan berjalan menuju pintu, mengucapkan kata-katanya. "Bawa dia."
Kedua bodyguard mengikuti perintahnya dan mengangkatnya dari kedua sisi, mengikuti Pei Ziheng dari belakang.
Gadis itu awalnya berpikir bahwa Pei Ziheng hanya menginginkannya sesaat. Bahkan jika ia ditolak oleh orang rendahan sepertinya, hal terburuk yang bisa terjadi adalah dengan memberinya pelajaran. Ia lalu akan melupakan Xia Ling dan mencari orang lain. Ia siap mengatasi kemarahan dan pembalasannya dalam beberapa hari kedepan, tetapi ia tidak pernah menyangka sikap keras kepalanya bahkan ingin menculiknya.
Ketakutan yang tak dapat dijelaskan muncul di dalam dirinya ketika ia teringat akan kekejaman masa lalu. Ia tidak ingin merasakan kembali saat ia diperlakukan seperti sampah. Xia Ling memberontak sekuat tenaga, menjerit. "Pei Ziheng! Suruh mereka lepaskan aku! Apa yang kau lakukan itu melanggar hukum!"
Ia terus maju, tidak sedikit pun terganggu.
Tiba-tiba, ia berhenti.
Xia Ling mendongak dan melihat lorong yang tadinya kosong, sekarang dikerumuni banyak orang. Di kejauhan, sekitar 10 orang lelaki kekar berjalan keluar dari bangsal, mengobrol dan tertawa berisik sambil berjalan menuju lift, serta menghalangi jalan mereka.
Xia Ling mengenali pria di depannya.
Ia mengenakan pakaian putih bergaya kasual, kain lembut menunjukkan garis otot kekarnya. Kulit coklatnya berkilau sehat dan raut wajahnya tampan dan tajam. Matanya menunjukkan ekspresi yang menawan.
Dimanapun ia berada, ia selalu terlihat luar biasa.
Xia Ling dipenuhi dengan rasa terima kasih pada saat itu. Dengan panik, ia berteriak. "Li Lei!"
***