Bagian 10. Botol (2)
Aku teringat soal masalah Month.
"Oh iya,Heed.."panggilku.
"Yap?" Heed menjawab sambil terus mengutak-atik handphoneku.
"Lu bisa pipis di botol ga?" Tanyaku tiba-tiba.
'Dukk!!' Handphoneku terlepas dari pegangan Heed. Heed tampak syok dengan pertanyaanku. Aku juga tidak kalah syok-nya melihat handphone baruku terjatuh.
"Lu GAY ya? Random amat nanya soal pipis tiba-tiba!!" Heed menatapku heran.
"Ya nggak dong! Gue udah ada cewek juga. Gue nanya gini juga pasti ada maksudnya.."jelasku."..anyway, bisa ga?"
Heed tertawa, "..iya bisa aja sih..cuman kalau salah-salah, bocor juga.. kan lubangnya ga muat.. tp kalau aim nya pas.. ya pasti tetap bisa.."
Pembicaraan kami agak sedikit vulgar karena mengarah ke topik tentang alat kelamin pria. Kalau saja ada yang mendengar pembicaraan kami, pasti akan canggung.
"Nah.. ada teman gue, ditinggalin sama gebetannya gara-gara ditanyain soal bisa pipis di botol atau nggak.. gue heran,apa salahnya coba kalau bisa pipis di botol?" Jelasku sambil tertawa. "..menurut lu aneh ga sih?"
"Wah,ga ngerti juga,Gel.."Heed tertawa terbahak-bahak.."kenapa gebetannya tiba-tiba nanya soal itu? Emangnya penting ya?"tambahnya.
Aku tidak menyebut nama Month dalam percakapan kami. Setidaknya, dengan bertanya pada Heed, aku mendapat tambahan opini dari sesama cowok,pikirku.
"Anyway, ini aplikasi yang gue bilang tadi. Instagram.." Heed menunjukkan aplikasi baru yang diinstallnya di handphoneku. Mungkin akan aku pelajari nanti,pikirku.
"Oh iya, lu tadi bilang udah punya pacar? Mana pacar lu?" Tanyanya Heed.
"Lagi ribut sih" jawabku sambil tertawa kecil. Aku teringat kembali dengan pesan bbm Vele. Mungkin ada baiknya aku bertanya pada Heed. "Eh,Heed.. coba lu baca ini deh..ada yang aneh ga dari chat ini?" Kataku sambil mengeluarkan handphone blackberry dari kantongku dan membuka pesan dari Vele.
Heed mengambil handphoneku dan membacanya dalam diam sambil berpikir.
"Buset,Gel!" Ujarnya tiba-tiba."lu ngapain aja ma nih cewek?" Heed tiba-tiba tertawa terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk punggungku dengan keras.
'Buk-buk-buk'
"Aduhh!! Stop-stop,Heed!" Pintaku, "ga ada ngapa-ngapain kok!"
"Ga ada ngapa-ngapain gimana? Ini jam 2 pagi ada cewek chat lu kayak gini terus bilang had fun.. ya kalian pasti habis having fun kan" Heed menunjukkan isyarat tangan bergoyang-goyang yang artinya sedang berhubungan badan.
"Ha? Enggaklaah!! Ngaco lu,Heed" bantah aku. "Jadi...Lu kalau baca chatnya ini, keliatannya kayak habis ngapa-ngapain gitu ya?" Tanyaku
"obvious banget" Jawab Heed.
Aku menepuk dahiku. Oke.. miskom deh.. sekarang sudah mulai masuk akal kenapa Beth marah bahkan sampai menangis setelah membaca chat dari Vele.
"By the way, gue mau cabut dlu,Gel.." Heed tiba-tiba berdiri setelah melihat jam di tangannya. "Lu jangan lupa follow gue di instagram ya.. ada beberapa teman SMA kita juga yang udah kufollow." Heed mulai berjalan menuju keluar. Aku hanya mengangguk. Heed pun pergi.
Aku melihat jam di handphoneku. Sudah pukul 7 malam. Aku sebaiknya menuju ke tempat Beth. Minta maaf dan menjelaskan semuanya. Aku langsung mengambil motorku dan bersiap menuju ke rumah Beth.
-
Bell rumah Beth sudah kutekan. Aku menunggu di teras rumah Beth. Aku berharap kali ini aku dapat dimaafkan oleh Beth sehingga hubunganku dengan Beth tetap berjalan lancar. Aku mengikuti saran adikku, Sky. Sebelum menuju rumah Beth, aku singgah ke toko bunga. Sky menyarankan aku untuk membawa bunga sebagai tanda permintaan maaf. Aku bukan orang yang romantis. Aku bahkan belum pernah membelikan Beth bunga sampai sekarang. Padahal kami sudah hampir 3 tahun pacaran.
Aku yakin kali ini pasti dimaafkan. Bunga permintaan maaf juga sudah aku siapkan. Butuh sedikit perjuangan untuk mendapatkan bunga ini setelah sedikit beradu argumen dengan penjaga toko bunga. Mungkin karena toko bunga tutup lebih cepat di weekend dan tadi tokonya tadi juga sudah mau tutup,pikirku.
Beth membukakan pintu. Aku sudah menunggu Beth di depan pintu dengan bunga di tanganku. Pasti dia luluh.
"Apa-apaan ini?" Beth melihatku dengan tatapan heran dan syok.
"Bunga" jawabku singkat.
"Iya,aku juga tau itu bunga.. tapi buat apa?" Tanyanya lagi.
"Sebagai tanda permintaan maafku. Bawa bunga ini harusnya bisa meredakan amarahmu kan,Beib? Tanyaku sambil menyodorkan bunga ditanganku pada Beth.
Beth terdiam sejenak. Ia menghela napas panjang."Iya..bisa... tapi...."
"Tapi?"
"BUNGANYA GA PERLU SAMA POT-POT NYA JUGAAAA!!!" teriak Beth.
Rupanya aku membawa bunga mawar lengkap dengan pot bahkan tanahnya juga. Aku teringat dengan argumenku tadi dengan penjaga toko bunga. Aku bersikukuh membeli bunga tercantik yang aku lihat pertama kali seperti saran Sky sedangkan penjaga toko sudah mencoba memberi masukan lain. Aku lebih percaya adikku,pikirku. Sepertinya aku tidak mendengar dengan benar saran dari Sky.
Beth menghela napas. "Apa boleh buat..." ucapnya sambil menerima bunga dariku yang lengkap beserta potnya.
"Sekarang, aku minta kamu jelaskan semuanya!"lanjut Beth."..tentang cewek bernama Vele dan kamu ngapain2 aja?"
Aku mengambil kesempatan ini untuk menjelaskan semua kejadian yang terjadi pada saat kencan butanya Month. Hanya cerita tentang gadis berambut merah yang tidak kuceritakan. Aku tidak mau memperkeruh suasana.
Akhirnya Beth mempersilahkanku masuk ke rumahnya. Entah kapan terakhir kalinya aku masuk ke rumah Beth. Rumah Beth ini sudah atas nama Beth sendiri. Orang tuanya telah menghibahkan rumah ini untuk Beth. Beth tinggal bersama adik perempuannya yang masih SMA dan beberapa orang pembantu rumah tangga. Orang tua Beth jarang sekali ada di Jakarta. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar negeri.
Kami duduk di ruang keluarga. Beth duduk disebelahku.
"Sekarang,aku mau ngomong!" Ucap Beth tiba-tiba.
Kalimat 'Aku Mau Ngomong' sepertinya mengandung mantera yang menyeramkan. Kalimat itu cukup membuat jantung ini tersentak dan berhenti selama sepersekian detik.
"Iya?" Tanyaku. "Mau nanya apa?"
"Kamu datang kesini berarti kamu sudah setuju kan?"
"Hah? Setuju?"
"Iya.. kamu lebih memilih aku daripada kerjaanmu kan? Kamu akan resign kan?" Tanya Beth menekankan.
Aku terdiam. Maksudku untuk datang kesini bukan untuk memberitahu Beth bahwa aku akan resign dan memilih dia. Banyak pengorbanan yang aku lakukan demi mendapatkan jabatan yang cukup tinggi di kantorku. Aku tidak bisa seenaknya saja resign demi Beth. Aku benar-benar terdiam. Aku tidak tahu harus membalas apa.
"Beb.."panggilnya.
"Ah.. soal itu.."aku mencoba mencari jawaban terbaik untuk pertanyaan Beth.
"Jadi kamu lebih memilih kerjaan kamu yang gajinya ga seberapa itu daripada aku??" Suara Beth kembali meninggi.
"Nggak..bukan gitu.."aku berusaha menenangkan."..tapi..nanti incomeku darimana kalau aku resign?"
"Kamu cari cara pokoknya!! Pokoknya aku ga mau kamu kerja sama orang lain! Kamu mendingan buka usaha"
"Aduh..nggak segampang itu.. aku tidak ada modal yang cukup untuk merintis suatu usaha.."jawabku
"Kamu bisa pinjam darimana saja!! Sekarang sudah banyak lembaga-lembaga keuangan yang bisa kasih pinjaman tanpa jaminan!!"
"Tapi... "
"Ga ada tapi-tapian!! Kamu tinggal pilih saja.. aku atau kerjaanmu??"
Aku menghela napas panjang. "Tolong kasih aku waktu untuk mempertimbangkan soal merintis usaha dan modalnya.." pintaku.
"Oke!" Jawab Beth. "Senin kamu kasih tau aku keputusanmu!! Aku ga mau tau!!" Lanjut Beth.
Sekarang aku punya waktu 2 hari untuk memikirkan langkah apa yang sebaiknya aku ambil. Setelah pembicaraan itu, Beth memintaku untuk pulang dan memikirkan dengan baik pilihanku nantinya. Aku pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, aku terus memikirkan cara menghadapi Beth nantinya dan mempertimbangkan tentang usul Beth tentang membuka usaha sendiri.
Aku sudah mulai lelah untuk berpikir. Saat ini pikiranku mulai penuh. Aku sedang tidak mau menambah beban pikiranku lagi.
-----
...to be continued...
Please comment or rate if you like my story. Hope you enjoy it.
Thank you