Tsukasa menatap layar televisi di hadapannya, kemudian sambil mendesah ditekannya tombol off pada remot.
" Hidetoshi, apa yang kau lakukan ?" pikir Tsukasa dalam hati.
Selama beberapa saat ia tampak merenung sehingga Ibunya harus memanggilnya beberapa kali hingga ia tersadar.
" Tsukasa, kau sudah siap?" tanya Ibu dari luar.
" Ya Bu, aku keluar sekarang." Sahut Tsukasa.
Dan untuk terakhir kalinya, ditatapnya seluruh ruangan yang telah menjadi tempat tinggalnya selama lebih dari sepuluh tahun. Kemudian ia menutup pintu secara perlahan-lahan.
Di tempat lain, seorang pria muda tampak berdiri menatap ke arah seorang pria yang lebih tua darinya yang tengah duduk di sebuah kursi. Pria muda itu adalah Hidetoshi Takamiya, seorang bintang ternama. Sedangkan pria tua itu adalah Andreas Kiritani, Presiden Direktur dari perusahaan manajemen tempatnya bernaung.
" Konferensi pers tadi cukup bagus, kau menjawab pertanyaan wartawan dengan baik." Puji Presdir Kiritani
Hidetoshi menatap pria itu dengan tenang, " Terimakasih ", ujarnya pelan.
Presdir Kiritani menatap pria muda di hadapannya dengan seksama. Selama 25 tahun ia telah membimbing Hidetoshi Takiyama hingga ia bisa mencapai posisinya sekarang sebagai bintang multi talenta yang tidak hanya terkenal sebagai penyanyi yang telah mengeluarkan belasan album dengan penjualan platinum, tetapi juga sebagai aktor yang telah menghasilkan puluhan drama dan film yang mencetak box office. Dalam hati ia merasa puas karena telah berhasil mencetak seseorang yang mewujudkan semua mimpinya. Kini ia bisa pensiun dengan tenang.
" Pulanglah dan istirahat, besok kau harus menyiapkan rapat pertamamu." Perintah Presdir Kiritani.
Hidetoshi hanya mengangguk. Sambil membungkukkan badannya memberi hormat, ia keluar ruangan tanpa mengucapkan apapun. Wajahnya sekilas tampak tenang, tetapi bagi siapapun yang mengenal dirinya dengan baik akan menyadari kegelisahan yang dipendamnya dalam hati.
" Besok perang sesungguhnya akan terjadi." Renungnya sambil masuk ke dalam lift.
Tsukasa menatap kearah luar jendela kereta api. Sambil merenung, ia menatap kearah hamparan luas kebun dan sawah yang dilewatinya. Setelah selama ini tinggal di kota besar, ia sedikit tidak terbiasa melihat pemandangan dihadapannya. Handphonenya tiba-tiba berbunyi. Tsukasa menatap layar handphonenya sambil mendesah, sebuah pesan masuk.
" Tsukasa kau sudah berangkat? Berkonsentrasilah kepada pengobatanmu. Terus kabari aku mengenai kondisimu." Tulis pesan itu.
Tsukasa memikirkan mengenai apa yang harus ia ketik. Haruskah ia menanyakan mengenai berita tadi pagi? Ragu sejenak, ia kemudian membalas pesan tersebut.
" Aku sedang dalam perjalanan. Aku akan menghubungimu nanti setibanya aku di klinik. Jaga kesehatanmu Hideto, dan selamat."
Tsukasa yakin Hidetoshi akan memahami maksud ucapan selamatnya. Mereka telah menjadi sahabat sekaligus rekan kerja selama 25 tahun. Tsukasa memahami Hidetoshi sebaik ia memahami dirinya sendiri. Sambil memasukkan kembali handphonenya kedalam saku jaket, Tsukasa menyadari ia telah sampai di kota tujuannya.
Berjalan keluar dari stasiun kereta api, Tsukasa disambut seorang wanita muda cantik berpakaian sederhana. Sebagai seorang bintang terkenal, Tsukasa sudah sering melihat wanita cantik disekitarnya. Tetapi kesederhanaan wanita itu membuat kecantikannya tampak berbeda.
" Iwaki-san*? Selamat datang di kota Nanto. Perkenalkan nama saya Imamiya Sakura. Saya datang untuk menjemput anda." Sapa wanita itu ramah
Tsukasa terpana menatap senyum wanita itu. Senyum manis wanita itu semakin menambah kecantikannya sehingga membuat Tsukasa tertegun sesaat.
" Ada apa denganmu Tsukasa? Ini bukan pertama kalinya kau melihat wanita cantik. Ingat tujuanmu datang kemari. Fokus Tsukasa, fokus." Omel Tsukasa kepada dirinya sendiri. Ia kemudian menyadari nama wanita tersebut.
" Imamiya? Apakah anda putri dari Imamiya- Sensei**?" tanyanya
" Benar, saya putri beliau. Ayah sedang sibuk di klinik. Beliau meminta saya untuk menjemput anda dan memohon maaf karena tidak dapat melakukannya." Jawab wanita itu, kemudian ia mengajak Tsukasa menuju ke sebuah mobil kecil berwarna putih yang terparkir disamping stasiun. " Mari, silahkan masuk." Ajak wanita tersebut sambil membukakan pintu penumpang di belakang.
Dengan patuh Tsukasa duduk dan meletakkan tas koper kecil yang dibawanya disebelah kursi yang kosong. Tidak berapa lama, mobil berjalan meninggalkan stasiun.
Sakura diam-diam melirik pria yang duduk di belakang mobilnya melalui kaca spion. Ia tentu mengenal siapa pria tersebut. Bagaimana pun ia pernah menjadi remaja putri yang mengidolakan penyanyi atau aktor terkenal. Dan Tsukasa Iwaki bersama dengan rekan duetnya Hidetoshi Takamiya pernah menjadi grup duo nomor satu di Jepang selama lebih dari dua puluh tahun sebelum mereka menyatakan bubar tahun ini.
" Tsukasa Iwaki ada di mobilku" batin Sakura senang.
Seandainya ini terjadi sepuluh tahun yang lalu, ia tentu akan membanggakannya kepada teman-temannya. Tetapi sekarang sebagai wanita dewasa berusia 26 tahun, tentu ia tidak dapat lagi melakukan itu. Walau demikian saat kemarin malam ayahnya memintanya untuk menjemput Tsukasa di stasiun kereta, Sakura menyadari bahwa di dalam dirinya masih tersisa sedikit jiwa remajanya. Tidak pernah dalam hidupnya ia berdebar-debar seperti ini.
" Tenangkan dirimu Sakura, jangan sampai ia menyadari perasaanmu." Gumam Sakura sambil menarik napas dalam-dalam. Namun demikian, sekali lagi ia melirik pria di belakangnya dan berpikir dua tahun hiatus yang dilalui oleh pria itu karena penyakit yang dideritanya, sama sekali tidak mengurangi aura bintang yang dimilikinya. Dulu maupun sekarang, Tsukasa Iwaki akan tetap menjadi bintang favoritnya.
*san : panggilan kepada seseorang yang baru ditemui
**sensei : panggilan kepada seseorang yang berprofesi sebagai Guru, Dokter, dll