"Jeezzz ...."
Suara hujan deras di malam itu, benar-benar menyayat hati. Petir dan kilat terus menari-nari di langit, membuat perasaan cemas yang sulit diungkapkan. Hujan badai ini benar-benar buruk! Malam itu menjadi malam yang mencengkam dan suram. Sama halnya dengan suasana hati dua orang yang tengah terdiam di tengah hujan badai tersebut. Entah apa yang sebenarnya terjadi, tapi ....
Tragis ....
Mungkin itu satu kata yang tepat yang bisa aku katakan untuk menggambarkan kondisi mereka. Meski kenyataannya jauh lebih memilukan dari itu. Di tengah hujan lebat dan angin kencang yang terus bertiup, seolah-olah ingin meluluh lantakan semua benda yang ada di sekitarnya, di situlah sepasang insan itu tengah terdiam.
Mereka tampak tak peduli akan buruk atau dinginnya cuaca malam, dan terus berada di sana dalam waktu yang cukup lama tanpa ada niat beranjak pergi. Satu-satunya yang bisa kita lihat adalah si pria tengah tertunduk sambil memeluk erat tubuh seorang gadis muda. Dia sandarkan kepala gadis itu pada dada bidangnya dan terus mendekapnya dengan erat, seolah-olah ia takut akan kehilangannya.
Pria itu hanya duduk diam membisu, sambil terus memeluk tubuh gadis yang tengah terbujur kaku di depannya. Iya, jika kau perhatikan, gadis itu telah lama pergi! Tapi .... Pria itu terus mendekap erat tubuh yang sudah dingin tak bernyawa itu. Tatapan mata pria itu kosong, seperti lubang hitam, tanpa ada getaran atau gelombang emosi. Seolah, dunianya telah berakhir dan apa yang terjadi di sekitarnya kini tiada artinya lagi. Satu-satunya yang ia rasakan hanyalah kekosongan!
Hal terakhir yang pria itu ingat ....
1 jam lalu.
"Hah ... Hah ...." Pria itu berlari ke arah hutan yang ada di gunung ini dalam keadaan panik dan cemas yang dapat terlihat dari sorot mata dan bahasa tubuhnya.
Dia terus berlari sambil menerikkan sebuah nama, "Yuki! Yukiii ...!!! Yuki ..., dimana kau???! Yukiiiiii!!!"
Ia terus berteriak memanggil nama itu, namun tidak ada jawaban yang ia dengar.
Ia akhirnya sampai di tengah-tengah hutan di puncak gunung, di mana terdapat sebuah pohon bunga sakura besar yang sedang mekar. Di bawah pohon itu, ia dapati seorang gadis yang tergeletak di bawahnya. Gadis itu tak bergerak, tubuhnya dipenuhi oleh luka sayatan dan tusukan. Darah terus mengalir, hingga membuat sebuah kolam genangan darah di sekitarnya.
Pria itu shock! Dia benar-benar terpukul dengan pemandangan di depannya. Tubuhnya gemetar, sorot matanya penuh dengan rasa ketidak percayaan dan ketakutan. Ia melangkah secara perlahan dengan gemetar dan pelan. Seolah Ia masih belum bisa percaya dengan apa yang dilihatnya, hingga dia berada tepat di dekat genangan darah itu.
Pupil matanya mengecil, tatapan matanya tajam, namun ... hampir kehilangan fokusnya. Ia sempat mematung, memandangi genangan darah itu. Emosinya campur aduk ... entah apa yang dia rasakan, rasanya sangat sulit untuk dijelaskan.
Pikiran dan emosinya memberontak seolah tidak terima akan kenyataan pahit yang ia temukan. Setelah akhirnya berhasil mengendalikan kembali pikirannya, ia berlari dan dengan cepat memeluk tubuh gadis itu tanpa peduli dengan genangan darah di sekitarnya. Sambil berusaha mengendalikan nada suaranya, dia berkata ....
"Yu ... ki ... Yuki, Yuki, Apakah kau bisa mendengarku? Yuki? Tolong buka matamu, Yuki? Aku mohon, Yuki? Bukalah matamu ... Ini aku, aku telah datang Yuki ... Yuki?"
Suara pria itu lirih, penuh dengan keputusasaan, penyesalan dan kesedihan. Begitu menusuk dan pilu hati ini, saat mendengarnya memanggil nama gadis itu .... Dadanya terasa sesak ketika ia memeluk tubuh lemah gadis itu.
Setelah mencoba memanggil nama gadis itu berulang kali, akhirnya gadis bernama Yuki itu menunjukkan suatu gerakkan. Begitu lemah dan kecil hingga mungkin tak akan ada yang menyadarinya, kecuali pria itu! Dia langsung menyadari gerakkan itu dan seperca harapan terlintas dimatanya.
"Yuki ...." Panggilnya sekali lagi sebelum Yuki mulai membuka matanya secara perlahan.
Tubuhnya lemas ... dan mati rasa. Dia hampir tak bisa merasakan apapun lagi dan tidak memiliki tenaga sedikitpun untuk memberi respon yang berarti. Kelopak matanya terasa berat, dia perlu berjuang dengan keras hanya untuk membuka mata, agar ia dapat menatap wajah pria yang tengah memeluk tubuh lemahnya.
Yuki hanya tersenyum ketika dapat membuka mata dan melihat wajah pria yang ia cintai selama ini. Tatapannya penuh dengan cinta dan kasih, namun juga kesedihan ....
Tatapan itu benar-benar membuat hati pria ini tercabik-cabik dan penuh dengan perasaan bersalah akannya. "Yuki ....", bisiknya lirih.
Yuki hanya tersenyum, sebelum akhirnyan dia memusatkan semua tenaga yang ia miliki untuk memangil nama pria itu.
"Fū ... ma ... Fūma ... -sa ...ma ....", jawabnya pelan dan lemah.
Fūma pun gemetar, hatinya begitu perih, ketika gadis itu memanggil namanya dengan lemah.
Dia berusaha agar tetap terlihat tenang sebelum tersenyum pada Yuki.
"Fūma ... ma-maaf... maafkan aku, Fūma ....", pintanya pelan.
"Apa maksudmu, Yuki? Kenapa kau harus meminta maaf? Apa maksudmu? Akulah yang harusnya minta maaf! Aku! Ini semua salahku, Yuki! Bukan salahmu! Akulah yang bersalah, Yuki ... maafkan aku ... maaf ....", isaknya pada Yuki.
Dengan kembali mengumbulkan tenaga terkhirnya, Yuki-pun berhasil menggerakkan salah 1 tangannya dan menyentuh wajah Fūma sambil tersenyum lemah, ia berkata, "Fuma, ini semua bukan salahmu. A-aku, aku juga bersalah .... Maafkan aku ... maafkan, aku mencintai ... aku mencintaimu Fūma. Maaf... gara-gara aku... Kau ha-rus ... menderita. Aku... aku membuatmu terluka, dan ... kau, harus merasakan sakit ini lagi .... Maaf... Andai saja, andai saja aku tak pernah ada. Andai saja, aku mati saat itu, mungkin ... mungkin kini kau tak perlu merasakan apa-apa atas kepergianku. Maafkan aku Fūma. Ma..af... tolong ... Fūma .... Tolong ... maafkan aku .... tolong ... jangan bersedih ... Jangan, me-menangis Fūma..."
"Sssttt ... apa yang kau katakan? Yuki, ini semua bukan salahmu. Yuki ... sebaiknya kau simpan tenagamu. Aku akan segera mengobatimu, akan kubawa kau pergi dari sini. Yuki, aku ...."
Yuki tersenyum lirih, dan mulai menutup matanya sebelum Fūma berhasil menyelesaikan kata-katanya. Tangan yang tadi memengang wajahnya pun jatuh terkulai.
Iya, itu adalah hal terahkir yang Yuki dapat katakan. Keinginan dan tekatnya yang kuatlah yang tetap membuatnya dapat bertahan, meski dengan luka-luka itu. Sebelum akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir.
"Yuki? Yukiii? YUKIIIII!!!" Fuma terus berteriak memanggil nama Yuki, dia tahu itu tak ada gunanya. Dia tahu itu, tapi dia tetap melakukakannya sambil medekap erat tubuh yang mulai dingin itu.
Fūma tekejut dan terdiam, ia kembali terpukul. Itu yang ia rasakan ketika melihat tangan kecil Yuki berhenti bergerak. Dia tidak ingin mempercayai kenyataan yang ia dapati di depan matanya. Dia tidak terima! Jiwanya memberontak! Kenapa? Kenapa semua ini harus terjadi? Kenapa harus dia? Kenapa harus Yuki???!!!
Perasaan marah, benci, sedih, sakit hati, penyesalan, putus asa, dendam dan semua perasaan lainnya, kini bercampur aduk di benaknya! Dia benar-benar marah! Marah akan dirinya, marah akan ketidak berdayaannya marah dan benci kepada orang-orang itu! Orang-orang yang telah merampas Yuki darinya! Marah akan takdir yang mempermainkan mereka! Kesal, perasaan-perasaan negatif itu terus mengisi pikiran dan hatinya selama beberapa saat sebelum akhirnya hanya kekosongan dan kehampaan yang mengisi jiwanya.
Hujan turun, tepat ketika Yuki menghembusan nafas terakhirnya.
Di situ, Fūma rapuh, ia hancur. Ia hanya terdiam dengan memeluk raga gadis yang ia cintai. Ia terus seperti itu, hingga fajar menjelang dan hujanpun mulai reda.
Dia lalu berdiri sambil mengangkat tubuh rapuh itu dalam pelukannya, menoleh kearah pohon sakura dan cahaya matahari terbit itu sebelum berjalan pergi membawa kekasih hatinya. Entah apa yang ada dalam pikirannya ketika ia menatap pohon itu ....
Tidak ada yang tahu pasti ke mana pria itu melangkah dan membawa jasad kekasihnya. Tidak ada yang benar-benar melihat sosok pria itu lagi. Tapi, kita semua tahu dia masih hidup. Dia masih hidup hingga sekarang diantara kita semua. Di situlah dia.
Dia yang memangsa korbannya dalam kegelapan ... tanpa suara tanpa jejak seolah semua itu hanya ilusi semata. Dia yang bersumpah untuk membunuh hatinya dan membalaskan dendam darah akan kematian kekashinya .... Kini masih tetap hidup di antara kita tanpa kita sadari keberadaan dirinya, hingga dia "memilihmu".
Itulah yang harusnya terjadi itulah prinsipnya.
Tapi ....
Bagaimana jadinya, ketika takdir mempertemukan mereka kembali di masa depan?
Akankah prinsip itu bertahan? Akankah dia menampakan sosoknya? Akankah orang-orang menyadari keberadaannya? Akankah rahasia dan kejahatan yang selama ini dia lakukan terbongkar?
Sosok itu, akankan membuat hati dinginnya luluh ...?
Manakah yang akan dia pilih? Kebencian dan dendam masa lalunya ataukah cinta dan masa depan mereka?
Benang merah ini, masih mengingat jiwa mereka satu sama lain.