"U-uh, dimana ini?"
"Kau sudah sadar rupanya ya!"
Dia bangun dari tidur lalu melihat ke sekitar ruangan. Setelah melihat ke arah sekitarnya, dia menatapku yang sedang membawakan makan dan minum untuknya.
"Si-siapa kau? Kenapa aku bisa ada di sini?"
Menaruh mangkuk dan gelas di atas rak baju. Kemudian duduk di kursi sambil tersenyum kepadanya.
"Kemarin kau bertarung dengan kami di tambang emas."
"Bertarung? Apa yang kau ma.."
Terdiam beberapa detik. Hal yang diluar dugaan membuatku kaget setelah melihatnya mengeluarkan air mata.
"Ke-kenapa kau menangis? Apakah ada yang sakit?"
Shilph dan Friya masuk ke dalam kamar tanpa mengetuknya terlebih dahulu, lalu mereka berdua melihat perempuan ini menangis. Kemudian menatap wajahku.
Aku yakin mereka pasti saat ini beranggapan bahwa aku telah menyakitinya atau hal lainnya, yang terlihat jelas dari wajah keduanya yang cemberut kepadaku.
"Ma-maafkan aku, apabila pada saat itu aku menyerang kalian."
"Sudah, sudah. Jangan kau pikirkan lagi, lagipula yang berlalu biarlah berlalu."
"Shilph benar, tapi kalau boleh tahu.. kenapa kau sangat marah pada saat itu, eto.."
"Namaku Reita Hiena. panggil saja dengan sebutan Reita."
"Baiklah. Tapi, aku penasaran dengan apa yang kau lakukan di tambang itu kemarin.."
"Diamlah!"
Shilph dan Friya marah dengan pertanyaanku, seolah ada yang membuat mereka berdua marah.
Menuruti perkataannya, lalu menatap mereka. Mereka bertiga sedang berbicara layaknya orang yang sudah kenal satu sama lain.
"Waktu itu.."
[Pergantian sudut pandang, karena menceritakan masa lalunya Reita]
"Kita sudah sampai, Reita!"
"Uwah! Hebat sekali ya tempat ini, Kak!"
Berjalan masuk ke pertambangan dan melihat sesuatu di dalamnya.
Saat itu aku begitu senang dengan kakakku. Ia adalah orang yang baik, ramah, dan penolong.
Kami hanyalah keluarga sederhana. Mencari benda berharga di pertambangan setiap hari, tiada henti maupun lelah disana.
"Lihat ini, Reita!"
Berjalan mendekati kakak, lalu melihat apa yang ia genggam.
Sebuah benda seperti kristal berwarna merah menyala. Terpukau dengan indahnya kristal tersebut, lalu aku memegangnya untuk melihatnya lebih jelas lagi.
*Druk, Druk!
"Suara apa itu, Kak?"
"Biar aku lihat dulu, kau tunggu disini!"
Mengikuti perkataan kakakku. Terdiam di gua tambang ini dengan perasaan cemas dan khawatir saat melihat ke arah yang ia lewati.
"Akh!"
Jeritan itu tidak asing di telingaku. Berlari dengan cepat ke arah suara tersebut.
Lalu setelah sampai disana.
Kakak sedang di siksa oleh sekumpulan Goblin. Tubuhnya ditusuk, matanya dikeluarkan dan diambil. Kemudian koin yang ia miliki direbut darinya secara paksa.
Melihat hal itu saja sudah membuatku ingin muntah dan lari. Namun, aku tidak sanggup untuk melangkahkan kakiku agar menjauh dari mereka.
*Trang!
*Gletak, Gletak!
Suara botol mengarah ke arahku. Aku pun langsung mengambilnya, melihat apa yang ada di dalamnya, lalu membuka dan meminumnya.
"Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi."
"Begitu rupanya ya!"
"Lalu, apakah kau tahu siapa yang melempar botol itu kepadamu?" Tanya Shilph yang penasaran terhadap seseorang yang memberikan botol kepadanya.
Ia hanya menggelengkan kepalanya. Aku, Shilph dan Friya semakin penasaran terhadap orang yang memberikan botol itu.
"Tidak salah lagi, bahwa botol yang kau minum itu ialah botol penguat dan pengubah status manusia!"
"Pengubah status manusia?" Tanyaku yang kurang paham dengan maksud Friya.
"Ya, itu adalah hal terlarang. Contohnya seperti ini, jika kau memakan atau meminum sebuah minuman penambah stamina, maka apa yang akan terjadi?"
"Kalau soal itu, tentu saja menjadi cepat dan menambah energi kita."
"Yah, bisa dibilang sejenis dengan contoh seperti tadi."
Memikirkan hal yang rumit tentang perempuan ini, wajah mereka berdua begitu serius memikirkannya.
"Tapi, kenapa kau langsung meminumnya saja?"
"Soal itu... aku melihat sebuah tulisan yang menempel di botol tersebut."
"Apa tulisannya?" Tanya Shilph yang penasaran.
"Tulisannya adalah.. jika kau mau menjadi kuat maka minumlah, dan habisi Goblin yang membunuh kakakmu itu."
Shilph mendercikan giginya seolah-olah dia tahu siapa pelakunya. Selain itu wajahnya terlihat marah dan benci terhadap orang yang mengirim botol itu kepada perempuan ini.
"Apakah kau tahu orangnya itu, Shilph?"
"Entahlah, Friya. Sepertinya aku pernah melihatnya, namun aku lupa tentang dirinya."
Mengelak dari pertanyaan Friya dengan alasan yang masuk akal, aku mengetahui hal itu melalui pikirannya.
Saat ini aku memiliki apa yang ia lihat di masa lalunya. Meskipun aku tidak tahu siapa itu Demon Lord dan juga.. kenapa ia bertemu dengan Shilph pada kejadian itu.
*Kriet~
"Maaf mengganggu kalian. Tapi, bisakah kalian ikut denganku sebentar?"
"Huh? Siapa dia?"
"Oh, aku. Aku adalah Veru, sang ksatria kerajaan dan juga pemimpin dari pasukan Albahra."
"A-albahra? Bukankah itu.."
"Ya, itu adalah pasukan utama dari kerajaan ini. Bisa dibilang, bahwa pasukannya lah yang menjadi titik pusat kerajaan lain."
"Kita bicarakan itu nanti. Pokoknya, apakah kalian bisa ikut denganku?"
"Ma-mau kemana kita?"
Tersenyum kecil kepada kami berempat. Kemudian munculah seorang lelaki berbadan gemuk dengan rambut gelombang yang berwarna kuning.
"Maaf mengganggu kalian, tapi.. bisakah kita bicarakan ini di kerajaan?"
"Ke-kerajaan?"
Semua orang terdiam mematung dan membeku, tanpa berkata apa-apa. Kemudian mengikuti apa yang mereka berdua katakan, lalu masuk ke kereta kuda.
Di dalamnya begitu lebar dan luas. Terdapat hiasan mewah dan interior yang indah di setiap dinding. Melihat hal ini saja sudah membuatku puas, apalagi jika menjadi kenyataan.
Memikirkan tentang hal yang indah ini lalu menggabungkannya ke imajinasiku.
Mereka yang berada di kereta kuda ini sedang membicarakan suatu hal tanpa mempedulikanku, yang sedang berkhayal akan punya kereta seperti ini.
Shilph menyeringai setelah melihat raut wajahku yang lucu, lalu ia melakukan sesuatu kepada wajahku. Secara tidak sengaja, aku pun sadar dan mengetahui bahwa ia sedang melakukan sesuatu terhadapku.
Semua orang tertawa setelah melihat wajahku, aku hanya bingung dengan tawa mereka.
"Apanya yang lucu?"
"Tidak, tidak ada!"
"Itu benar, hanya saja.."
"Wajahmu itu lucu sekali!"
Menatap ke arah jendela, aku terkejut ketika melihat wajahku yang di coret-coret menggunakan pulpen.
Menatapnya dengan rasa pesimis dan ingin marah kepada sifatnya yang menjengkelkan. Namun, saat ini dan di hadapan ini ada seseorang yang terlihat kaya raya. Oleh sebab itulah, aku mencoba menahannya agar tidak menambah kemaluanku.
"Oh ya, ngomong-ngomong nama kalian siapa dan darimana kalian berasal?"
"Ah, soal itu.."
"Aku Shilphonia Aurtheurus. Aku berasal dari kota Derulon!"
(Kota Derulon:Kota yang hancur oleh Bahamut)
"Aku Friya Furuhiora. Aku berasal dari hutan para peri, salam kenal!"
Mereka berdua memperkenalkan namanya dengan berdiri, lalu membungkukkan setengah badan ke arah Veru dan lelaki gemuk.
Sedangkan aku masih bingung dengan jawaban yang harus aku bilang kepada mereka. Jika aku bilang bahwa aku berasal dari dunia yang berbeda, mungkin saja mereka tidak percaya akan hal itu.
"Namaku Regard Arthen. Aku berasal dari tempat yang jauh, yaitu adalah Elforia!"
Mempunyai ingatan tentang dunia ini semua sangatlah menguntungkan. Di tambah, aku bisa membohongi mereka dengan beralasan bahwa aku pernah tinggal disana.
"Wah, ternyata kau hebat sekali ya, Regard!" Ucap Veru dengan wajah kagum.
"Lalu, bagaimana dengan keluargamu? Bukankah kota itu sudah diserang oleh Demon Lord?"
"Ah, yah.. soal itu, mereka baik-baik saja!"
"Syukurlah kalau begitu!"
Wajah lega terlihat di wajah Veru dan orang berbadan gemuk itu, sedangkan aku mencoba memikirkan bentuk Demon Lord di ingatan Shilph.
Tidak terlihat mukanya dengan jelas, hanya terlihat bayangan yang tinggi, besar, memiliki tanduk dan sepasang sayap.
Selain itu, tidak ada lagi informasi mengenai dirinya, walau mencoba mengingatnya berkali-kali pun tetap saja tidak bisa.
»»»»»●«««««
Sampailah kami di depan kerajaan.
Seluruh prajurit berada di depan, berbaris dan menunggu kedatanganku, mungkin?
Melewati tirai merah yang di gelar di sepanjang jalan, kami pun berjalan menuju ke dalam. Sebelum masuk, aku melihat Kanae yang ikut berbaris.
Dengan tubuhnya yang tegap, gagah dan wajah yang serius. Ia juga sepertinya menyadari kedatanganku. Dia tersenyum kecil, lalu memasang wajah serius kembali.
Sampailah kami dalam istana.
Tempatnya lebih mewah dibanding kereta kuda tadi.
Lampunya seperti hiasan kristal yang bergantung di atap. Meja, kursi serta hiasan lainnya terbuat dari emas dan perak, membuatku semakin iri dengan kemewahan di kerajaan ini.
Di tambah, memiliki prajurit pemberani, maid yang imut dan cantik, serta memiliki pengawal yang ganteng dan pintar. Ah, benar-benar mewah sekali.
Seandainya saja di dunia ini kita bisa membagi kelimpahan harta atau keberuntungan, yah.. tapi itu semua hanyalah imajinasiku saja. Walau waktu itu..
Menatap Shilph yang sedang menatap Raja sambil menundukan badannya. Bukan cuma Shilph saja, melainkan kami juga ikut menundukan badan di hadapannya.
Ah, kenapa waktu itu aku tidak menerima tawaran darinya saja, apalagi aku bisa kaya seperti ini dengan kekayaanku. Cih, sayangnya hanya satu permintaan saja, tidak bileh lebih dari satu.
"Baiklah. Kalian semua yang ada disini, harap berdiri kembali!"
Mengikuti perintah dari sang Raja, aku pun juga mengikuti gerakan mereka. Wajahnya terlihat serius, membuat perasaanku tidak enak akan hal yang ingin disampaikan olehnya.
Raja di hadapan kami ini umurnya sudah setengah baya, dengan rambutnya yang rapih dan keren, di tambah ia memakai mantel kerajaan.
"Maaf memanggil kalian secara tiba-tiba, tetapi.. ada yang ingin aku sampaikan kepada kalian."
Suasana disini begitu sunyi dan damai, selain itu mereka hanya terdiam di hadapan sang Raja.
Yah, ini sih lebih mirip seperti cerita anime yang setiap harinya aku nonton di smartphone, jadinya aku tidak kaget akan hal beginian.
"Pertama, aku berterima kasih kepada kalian yang telah melakukan hal itu kepada orang yang menghancurkan penambangan."
"Yang kedua, aku ingin kalian menerima hadiah dariku ini sebagai upah karena telah memenuhi permintaan dari pelayan cafe kami."
"Ca-cafemu? Ah, tidak.. maksudku adalah cafe Yang Mulia?"
"Tepat. Itu adalah cafe kami. Awalnya kami tidak tahu harus berbuat apa saat tiba di tanah ini."
"Jadi, waktu itu.."
"Benar. Waktu itu kerajaan ini tidak ada, yang ada hanyalah tanah tandus dan kering, bekas peperangan kami melawan Demon Lord."
Shilph mendercikan giginya, wajahnya kesal mendengar namanya itu di telinganya.
Aku sudah menduga bahwa ia sepertinya ada hubungan dengan Demon Lord, walau kemungkinan besarnya adalah hal yang rumit.
"Kami waktu itu tidak tahu harus berbuat seperti apa. Oleh sebab itulah, kami mencoba mengadakan rapat dengan orang-orang yang masih tersisa di tanah tandus ini," lanjut sang Raja.
"Mereka semua setuju dengan apa yang aku bicarakan, yaitu membangun kerajaan ini menjadi seperti semula."
"Jadi.. berkat bantuan mereka lah, kerajaan ini bisa berdiri dan menjadi besar seperti ini."
"Yang membuatku teringat akan masa lalu saat masih tanah tandus ialah cafe itu."
"Begitu rupanya ya. Pantas saja orang yang berada disana menjadi tenang, santai dan nyaman dengan pelayanannya."
"Oi, Regard!"
"Diamlah!"
Shilph, Friya hanya menyuruhku untuk tidak mengeluarkan kata-kata kasar atau buruk. Wajah mereka berdua juga terlihat marah terhadapku, hanya Reita saja yang tersenyum kecil saat melihat tingkah kami bertiga.
"Hahaha, kau benar. Memang pelayanannya harus seperti itu, karena dapat membuat semua orang sama seperti yang kau bilang tadi anak muda."
"A-anak muda? Y-yah.. memang aku terlihat anak muda, tapi.."
Dengan gerakan cepat, Shilph menutup mulutku dengan kedua tangannya agar tidak sengaja mengeluarkan perkataanku disini.
"Hahaha, kalau boleh tahu.. siapa namamu itu, Nak?"
Melepaskan tangannya dari mulutku. Kemudian aku menundukan kepalaku dalam beberapa derajat ke bawah.
"Namaku Regard Arthen, panggil saja dengan sebutan Regard."
"Regard, kah? Darimana asalmu, sepertinya kau orang baru di kerajaan ini."
"Memang. Aku berasal dari Elforia, aku kesini untuk mengalahkan Demon Lord."
"A-ap.."
"Mu-mustahil!"
"Ka-kau ini.."
Semua orang di kerajaan ini terdiam dengan mulut terbuka setelah mendengar ucapanku secara tiba-tiba. Ditambah dengan mengalahkan Demon Lord atau bisa dibilang adalah Raja Iblis.
"A-apa kau yakin bisa mengalahkannya dengan kekuatan milikmu itu?" Tanya sang Raja dengan wajah kurang yakin dengan nada terbata-bata.
"Yah, walaupun aku kurang paham sih siapa dia itu. Oleh sebab itulah, aku mengucapkannya tanpa berpikir terlebih dahulu."
Mereka semua menjadi terdiam lagi. Setelah beberapa detik, tawaan memenuhi kerajaan ini.
"Lucu sekali kau, Regard!"
"Benar. Kami pikir kau sudah tahu tentang Demon Lord, tapi.."
"Sepertinya kau tidak tahu sama sekali bentuknya."
Merasa malu dengan tawaan dan bercandaan mereka membuatku semakin panik dan bingung atas ucapanku sebelumnya.
Bahkan sang Raja, Veru, dan lelaki bertubuh gemuk ikut menertawaiku secara pelan.
"Baiklah, baiklah. Akan aku perjelas agar kau mengerti siapa itu Demon Lord. Yah.. walau aku sendiri tidak melihatnya secara langsung."
Menjelaskan secara detail kepada kami.
Aku yang tadinya tidak tahu siapa dia dan mencoba menantangnya untuk berhadapan denganku, kini setelah mengetahui hal itu, aku langsung berpikir untuk kedua kalinya dengan pikiran yang matang.
"Apa kau mengerti, Regard?"
"Bahwa Demon Lord itu tidak seperti apa yang kau pikirkan tadi. Kejam, dingin, sadis dan dapat menghancurkan seluruh kota dengan sekali serang."
"Ya, aku mengerti!"
"Maafkan atas kelancangan mulut saya tadi, yang tidak mengetahui siapa dia dan seberapa kuat dia!"
"Tidak apa-apa. Aku mengerti bahwa kau tidak terlalu tahu siapa dia dan seberapa mengerikannya dia, tapi..."
"Aku berharap kepadamu. Setelah kau mendengar hal ini tentang seberapa mengerikannya dia, aku ingin kau menjaga nyawamu dan keselamatanmu dari kemarahannya!"
"Baiklah, hanya itu saja yang aku ingin sampaikan. Oh ya, ambilah hadiahnya dan aku punya permintaan lagi kepada kalian."
.....
Kami sedang berada di tengah ibukota Farihiora.
Setelah mendengar permintaan dari sang Raja dan menerima hadiah peti kecil yang berisikan koin emas. Kami sedang berjalan-japan di tempat ini sambil berpikir-pikir kembali.
"Yah, tidak disangka.. ternyata kita bisa mendapatkan uang tanpa kita rencanakan ya."
"Kau benar, tapi yang membuatku khawatir adalah..."
"Ya, sang Raja bilang bahwa kita harus menyelidiki Lembah kematian itu," sela Reita dengan wajah cemas.
Memang, aku sudah menduga bahwa ini lebih sulit untuk kami lakukan. Tapi, mengingat hadiah yang sekarang, membuatku semakin ingin melakukannya.
"Apakah kita harus melakukannya, Regard?"
"Yah, tentu saja kita harus melakukannya!"
"Eh?"
"Mustahil, mustahil, bagaimana pun juga itu mustahil," sela Shilph yang tidak setuju dengan pendapatku.
Melihat wajah mereka membuatku bingung dan memunculkan satu pertanyaan di kepala. Kenapa sampai segitunya mereka tidak ingin kesana?
[Pergantian POV ke Yabusa Kanae]
Di kerajaan Eruguard.
"Apa anda yakin soal ini, Yang Mulia?"
"Ah, tentu saja."
"Bukankah kita harus melihat seberapa hebatnya lelaki itu," senyum muncul menyeringai dari wajahnya.
Aku keluar dari kerajaan. Kemudian melihat Veru sedang bersama Maid kerajaan dan sedang menggodanya.
"Kenapa kau masih disini, Veru?"
"Ah, ternyata kau rupanya!"
Menatap wajahnya yang menjengkelkan saat bersama perempuan lain. Dari dulu, aku mengetahui sifatnya itu.
Pemalas, santai, hidung belang, mata keranjang, dan si licik yang keren.
"Jadi, ada apa kau kemari?"
"Tidak ada apa-apa. Kau tahu, bahwa Yang Mulia menyuruh mereka untuk menyelidiki Lembah Kematian."
"Ya, ya. Aku tahu itu!"
"Lagipula kenapa? Bukankah sudah seharusnya mereka menerima semua itu?"
Menjawab pertanyaanku dengan wajah santai dan sikap sombong akan dirinya yang hebat itu.
Mendekati dirinya dengan wajah serius sambil mengepal tanganku.
"Oi, oi, kau mau apa? Aku tidak bermaksud mengatakan hal itu tadi."
Menarik kerah baju belakangnya, menyeretnya keluar dari kerajaan ini, lalu mendorongnya ke dinding dan menghalanginya dengan kedua tanganku.
"Kenapa kau masih bersikap biasa? Bukankah kau tahu bahwa itu adalah lembah mengerikan?"
"Ya, aku tahu itu!"
Wajahnya menunduk, nada bicaranya menjadi pelan dan halus. Aku langsung melepas tanganku yang menghalanginya, menatap ke bawah dengan wajah menyesal.
"Kalau kau tahu, kenapa kau tidak mencegah mereka?"
"Mencegah? Buat apa?"
Mendengar hal itu dari mulutnya, aku langsung menatapnya kembali. Wajahnya hanya tersenyum, matanya menjadi mata licik dan senyumnya yang terpancar pun juga sama.
"Yah, kau tahu.. bahwa aku akan mengikutinya untuk beberapa waktu ini."
Ia menepuk pundak sebelah kananku, wajahnya menjadi yakin akan keputusan yang diambil olehnya sendiri.
Kemudian ia melangkah pergi, meninggalkanku yang sedang melamun, lalu aku tersenyum, perasaanku menjadi lega ketika mendengar perkataan Veru tadi.
Bersambung...