Ling Mo Han itu hanya bisa melihat sebuah sosok yang menggunakan gerakan aneh, menghindari panah yang melaju ke arahnya, sambil memimpin sekitar tujuh atau delapan binatang buas ke arah sekelompok orang itu.
Dia memutar kakinya saat mendarat, dan segera melompat lalu meraih dahan pohon sambil berputar. Dengan memanfaatkan momen itu, kakinya menendang pohon sebagai titik tumpu tendangannya, membuat dia dengan cepat mengarah tepat ke targetnya seperti peluru, sudah jelas targetnya adalah lelaki muda yang masih memegang busur.
"Menghindar! Cepat!"
Pria paruh baya itu berteriak kaget. Dia ingin bergegas maju dan menarik si lelaki untuk pergi, namun binatang-binatang buas melompat ke arahnya dan tangannya sibuk, bagaimana dia sempat membantunya? Sayang sekali, dia hanya bisa melihat pemulung kecil itu terbang dengan cepat.
Untungnya, lelaki muda itu tersadar setelah mendengar teriakan si pria paruh baya, dan tubuhnya mundur secara refleks. Dia nyaris menghindari tendangan yang diarahkan Feng Jiu padanya– yang bisa membunuhnya dengan cepat. Tapi, dia sedikit terlambat dan dia mendapatkan tendangan tepat di wajahnya. Lelaki muda itu sedikit terhuyung ke belakang karena benturan itu, dan seekor binatang buas menyerangnya, namun gadis muda yang berada di sisinya menghalangi serangan itu.
"Kakak! Sadarlah!" Gadis itu menjerit, suaranya terdengar panik, dan wajahnya dipenuhi rasa gugup.
Akhirnya lelaki itu tersadar, dan rasa sakit di wajahnya membuat hatinya dipenuhi amarah. Dia menyimpan busur mistisnya dan kekuatan mistisnya menggelora. Dia mengumpulkan energi mistik pada kedua kepalan tangan, dan segera menyerang! Sebuah dentuman terdengar dan binatang buas yang meyerangnya tiba-tiba terlempar.
"Hooowl!"
'BAM!'
Binatang buas itu meraung kesakitan, dan badannya terjatuh ke tanah dengan keras, membuat tanahsedikit bergetar.
Ketika para penjaga melihat lelaki itu melempar seekor binatang buas dengan satu serangan, tiba-tiba mereka bersemangat. Mata mereka berbinar ketika berteriak: "Tuan Muda sangat luar biasa!"
Saat hati mereka dipenuhi dengan nafsu bertarung, kebingungan yang sempat mengacaukan mereka menjadi padam pada saat itu. Sesaat kemudian, mereka berhasil menghabisi binatang-binatang buas itu.
Beberapa mayat binatang itu berceceran di atas tanah, membuat udara penuh dengan bau darah..
Setelah ketegangan tersebut menghilang, kelompok itu tersadar, bahwa ada sekitar tujuh atau delapan bangkai binatang di daerah yang tak jauh dari tempat mereka berada, yang jelas telah dibantai sendirian oleh pria berjubah hitam tadi. Tapi pria itu tidak terlihat, dan tidak hanya itu, si pemulung kecil dan Paman Kedua juga telah hilang.
"Kakak, dimana Paman Kedua?" gadis muda itu melihat ke sekelilingnya, tapi tidak melihat tanda-tanda keberadaannya.
Sang lelaki mengusap sedikit darah yang ada di ujung bibirnya, dan dia mengarahkan pandangannya ke suatu tempat. Dia tidak berbicara, tetapi malah mengembalikan busur mistis ke gadis itu, dan tiba-tiba berjalan ke arah kirinya.
Sang gadis dan para penjaga dengan segera mengikutinya.
Di bawah kanopi yang rimbun, aura pembunuh meluap, dan bahkan udaranya menjadi dingin saat auranya menyebar. Tatapan pria paruh baya itu tertuju pada Feng Jiu, suaranya yang rendah terdengar dingin saat berkata: "Kamu bukanlah tandinganku. Tidak perlu melakukan hal yang sia-sia."
"Benarkah?" Feng Jiu mengeluarkan senyuman, dan dari tubuhnya, aura pembunuh menggelora.
Pria paruh baya itu mendengus, seolah mengejek rasa percaya diri Feng Jiu. Dia memanggil kekuatan mistisnya dan memasukannya pada pedang yang dia pegang, ujungnya yang terasah tiba-tiba melonjak saat itu juga.
'Clang!'
Belatinya menghantam pedang itu, dan suara dentuman yang nyaring terdengar, mengeluarkan percikan. Pada saat itu, dua senjata di tangan mereka telah kembali, dan mengeluarkan serangan lain dengan cepat. Setelah sejumlah serangan berlalu, pedang itu menyerang tanpa ampun saat terdorong tepat ke arah Feng Jiu, ujung pedang itu semakin terasah oleh aura pedang, dan tidak akan memberikan kesempatan untuk lolos !
Di atas pohon yang tak jauh dari sana, Ling Mo Han melihat kejadian tersebut dengan jelas, dan kedua alisnya merengut. Sesaat berikutnya, pandangannya berubah ketika dia melihat aksi Feng Jiu selanjutnya, yang tidak ia duga...