Rasa takjub terlihat jelas di kedua bola mata Ling Mo Han, dia terkejut saat melihat si pengemis kecil itu lagi di tempat seperti ini. Dia berpikir kalau si pengemis kecil itu akan langsung kabur setelah menemukan bahaya pertama di Hutan Sembilan Jebakan, dan dia sama sekali tidak menduga, kalau dia bisa sampai hingga ke bagian dalam hutan.
Dia menjumpai si pengemis kecil sejak siang tadi. Pengemis muda itu meringkuk sambil menggali tanaman obat dari tanah. Tanaman yang dia pikir tidak berguna sama sekali, ternyata diambil oleh pengemis itu, dan anak muda itu nampak sangat santai berada di dalam hutan. Dia terlihat tidak menyadari bahaya yang ada di sekelilingnya.
Mengingat sifatnya yang dingin dan cuek, dia tidak menghiraukan si pengemis kecil itu. Tapi entah mengapa, tanpa alasan yang jelas, dia tidak pergi kemanapun. Malah dia mengamati pengemis kecil itu dari jarak jauh, fokus ke arah pengemis kecil itu saat dia mengambil dahan pohon mati, lalu menggali lubang kecil di dalamnya.
Dia juga memungut ranting kering, duduk dan menaruh ujung ranting itu ke dalam lubang kecil di dahan tadi, kemudian ranting itu ditahan di antara kedua telapak tangannya dan mulai memutar rantingnya dengan cepat, terlihat seperti dia ingin melubangi dahan itu. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan si pengemis kecil itu, dan setelah memperhatikannya selama dua jam, baru lah dia terkejut menyadari ada asap tipis yang keluar dari dahan mati tadi.
Hanya dengan dua batang kayu dan dia bisa menyalakan api? Dia tidak pernah melihat ada orang yang menggunakan cara aneh seperti itu sebelumnya. Dia tahu bahwa untuk menyalakan api, orang biasanya menggunakan tongkat bara yang menyala atau batu-batuan api. Dalam kondisi terpaksa, dia dengar ada orang yang bahkan menghantam dua senjata bersamaan untuk menghasilkan percikan api, tapi untuk metode yang digunakan oleh pengemis itu tadi, seumur hidup baru kali ini dilihatnya.
Tapi, hal itu juga yang membuatnya sadar kalau si pengemis kecil itu tidak benar-benar menyadari bahaya di sekelilingnya. Anak muda itu masih berpikir mematikan api setelah dia membakar dan memakan ular yang telah dia kuliti, sebelum dia merangkak naik ke atas pohon, dan menemukan tempat beristirahat di malam hari. Pengemis muda itu juga sangat ceroboh, karena dia bisa mendengar dengkuran kerasnya sampai kesini.
Kalau Ling Mo Han tahu apa yang dipikirkan Feng Jiu saat ini, dia mungkin tidak akan berpikir demikian.
Awalnya, Feng Jiu tidak mengetahui bahwa seseorang sedang memperhatikannya, karena dia tidak merasakan adanya niatan jahat di sekitarnya. Tapi, saat dia naik ke atas pohon dan akan menutup kedua matanya untuk tidur, tiba-tiba dia merasakan ada sepasang mata yang menatap ke arahnya, meneliti dan mengamatinya. Dan karena hal itu, dia sengaja mendengkur keras, berpura-pura tertidur nyenyak.
Nyatanya, dia ingin tahu sejak kapan kedua mata itu mulai mengawasinya, dan bagaimana dia bisa tidak merasakan kalau dia sedang diperhatikan.
Tapi karena orang tersebut memilih untuk tidak menampakkan diri, dan tidak membuat dia merasa terancam, dia pun memutuskan untuk tidak mencari orang yang tersembunyi di kegelapan itu, dan hanya akan diam-diam meningkatkan kewaspadaannya. Lagipula, orang-orang di dunia ini berlatih keabadian, dan dia bisa ceroboh menganggap mereka hanyalah manusia biasa, atau dia akan mendapatkan banyak kerugian sejak awal.
Saat fajar keesokan harinya, Feng Jiu dibangunkan oleh suara kicauan burung. Dia mengulurkan satu tangan sambil terhuyung-huyung sebelum menguap dengan lebar, dan dia pun meregangkan punggungnya dengan anggun. Tapi regangan itu membuatnya hilang keseimbangan dan tiba-tiba dia jatuh dari pohon.
"AAAHHH!"
'BAM!'
Dia berteriak kencang dan terjatuh ke tanah dengan suara yang keras, terbaring di antara rumput-rumput yang tinggi.
"Ah! Sakit sekali!" Dia berdiri dan menggosok pinggulnya lalu dia memutar tubuhnya sebelum menghela nafas lega: "Untung tidak ada tulang yang patah."
Pada jarak yang cukup jauh, di antara kumpulan daun kanopi yang rindang menutupi separuh sosok Ling Mo Han, kedua matanya yang tajam melirik sesaat ke arah orang yang agak jauh dari posisinya saat ini, sebelum akhirnya mengalihkan pandangan.
Sejak awal pengemis kecil itu bangun, kedua matanya telah terbuka. Dia melihat si pengemis kecil masih setengah tertidur saat dia merenggangkan tubuhnya di atas pohon lalu terjatuh. Dia tahu, kalau tanah di bawah pohon itu dipenuhi oleh rumput-rumput liar yang tumbuh di tanah lunak, dan terjatuh dari atas tidak akan menyebabkan banyak masalah. Jadi dia hanya melirik tanpa rasa simpati dan tidak mencoba membangunkan anak itu.
Dia melihat pengemis kecil itu mengusap pinggulnya, kemudian mencari dua batu berukuran sedang, lalu dia pun duduk dan mengambil segala tanaman yang dia kumpulkan dari dalam bajunya. Dia pun menumbuk tanaman itu, lalu memakannya. Ling Mo Han tanpa sadar mengernyitkan dahinya saat dia melihat pengemis kecil itu, lalu dia berkata pada dirinya sendiri: [pengemis kecil itu baru saja memakan daging ular panggang tadi malam, apakah dia begitu cepat kelaparan hingga harus memakan tanaman obat untuk mengganjal perutnya?]
[Kalaupun memang itu alasannya, kamu tidak bisa memasukkan tanaman sembarangan ke dalam mulutmu kan? Apakah dia tidak tahu kalau memakan tanaman obat sembarangan bisa menimbulkan masalah?] Baru saja dia memikirkan hal itu ketika dia melihat si pengemis kecil tiba-tiba tersedak, dan dia memuntahkan banyak darah berwarna gelap sebelum akhirnya pingsan di atas tanah..