30 September 1274 AG - 9:50 Am
Katedral Agung Kerajaan Suci Avalona
—————
"Tuan Cardinal sudah mengenalkan nama saya, dan saya menambahkan bahwa saya seorang Ameer atau pimpinan militer tertinggi kerajaan yang setara dengan jabatan anda, Tuan-tuan Constable. Kita langsung ke intinya saja. Anda tahu Kerajaan Jabulqa hanya terpisah selat dengan Kerajaan Atlantia, bukan? Bisa anda jelaskan seperti apa Kerajaan Atlantia di Meropis?"
Semua terdiam. Merasa tak akan ada seorang pun yang menjawab pertanyaan tamunya, cardinal muda berdiri tidak sabaran.
"Sudah saya bilang, gunakan telinga anda, Tuan-tuan? Apa susahnya menjawab tamu kita!?"
Teguran itu disambut tingkah kelabakan salah seorang peserta yang kebetulan bertemu mata.
"Iya, kami tahu. Kerajaan Atlantia adalah kerajaan yang sudah berdiri ribuan tahun. Dari kerajaan kecil itulah budaya Benua Meropis berasal." Orang itu mulai menenangkan dirinya. "Karena dianggap sebagai Kerajaan nenek moyang, kerajaan itu berada di bawah perlindungan seluruh kerajaan di Benua Meropis. Kalau anda bertanya kekuatan militer, militer Atlantia paling lemah. Kerajaan itu lebih fokus pada budaya dan pendidikan. Atlantia adalah kerajaan yang memiliki akademi pengetahuan terbaik—
"Tuan Khayin tidak sedang mencari pemandu liburan, Tuan Constable dari Negeri Eldorad. Cukup bicaranya." Cardinal muda kembali menoleh Khayin setelah menegur. Petinggi militer Jabulqa itu pun mengangguk dan kembali bersuara.
"Anda pasti belum tahu bahwa Kerajaan Jabulqa 15 hari lalu menyerang Atlantia—
"Jangan main-main kaum bar-bar!" Seseorang langsung berdiri dan menggebrak meja. "Anda tahu menyentuh negeri itu berarti bermusuhan dengan seluruh Benua Meropis!?"
"Tahan amarah anda, Tuan Constable Arcadia." Cardinal muda menyela seseorang yang tersinggung barusan. "Maafkan saya. Silahkan lanjutkan, Tuan Khayin."
Khayin melanjutkan kata-katanya setelah Constable Arcadia kembali duduk.
"Meski anda semua petinggi militer nomor satu di kerajaan masing-masing, tapi saya yakin tidak ada satupun dari anda yang pernah mendengar serangan itu, Tuan-Tuan Constable. Karena kenapa? Karena serangan kami gagal bahkan sebelum armada kami terlihat."
Penjelasan Ameer Jabulqa itu berbuah wajah terperanjat seluruh peserta rapat.
"Tidak ada satu orang pun dari anggota ekspedisi kami yang pulang hidup-hidup, bahkan tidak satu mayatpun. Yang kami terima hanya serpihan kayu kapal-kapal kami di sepanjang pantai kerajaan Jabulqa. Awalnya kami menyangka serangan itu ditepis Kerajaan Arcadia—
"Saya sebagai orang nomor satu militer Arcadia justru belum pernah mendengar itu, Tuan Khayin!" Constable Arcadia sekali lagi berdiri dari kursinya.
Sikap terburu itu pun membuat cardinal muda mengayunkan tangannya menegur.
"Politisi yang baik tahu etika diskusi, Tuan Constable… Oh maaf, saya lupa anda bukan politisi, lupakan kata-kata saya soal etika." Cardinal itu menoleh ke Khayin tanpa mempedulikan constable yang baru saja dia lecehkan. "Lanjutkan, Tuan Ameer."
Khayin menganggukkan kepala pelan. Dia cukup rendah untuk mengembalikan harga diri Constable Arcadia yang baru saja jatuh.
"Saya paham, Tuan Constable Arcadia. Bahkan tidak ada satupun warga Atlantia yang tahu Kerajaan mereka akan kami serang. Kami berhenti mencurigai Arcadia meski negeri anda bertetangga dengan Atlantia. Kami tidak mencurigai satu kerajaanpun setelah meneliti serpihan kayu"
"Dari armada?"
"Iya. Dari serpihan kayu itu terlihat bahwa kapal-kapal kami dihancurkan alat peledak. Tapi sampai detik ini teknologi alat peledak lempar hanya dimiliki negeri-negeri Qalamist dan Timur Jauh." Khayin semakin bernafas berat. "Tapi hasil ledakan dari alat kami terlihat seperti mainan anak-anak jika dibandingkan senjata misterius itu, Tuan. Daya ledak mereka mungkin ratusan kali atau ribuan kali—
"Mustahil!" Constable Arcadia lagi-lagi memotong. "Anda tahu seluruh kerajaan di Benua Meropis berpikir panjang berperang dengan negeri anda karena perbedaan teknologi!" Constable itu berdiri dan menatap Khayin tajam-tajam. "Kami akui, bahkan Arcadia berusaha meniru alat peledak lempar anda, tapi gagal! Mana mungkin ada Kerajaan lain yang bisa menirunya? Apalagi membuat yang berkali lipat lebih kuat! Jangan mengada-ada!!!"
Pertanyaan itu tidak langsung Khayin jawab. Pria berbulu lebat itu mengambil sesuatu dari belakang kursinya dan meletakan benda besar yang tertutup kain itu di atas meja. Spontan, semua peserta rapat terperanjat begitu kain penutup itu dibuka. Terutama Constable Arcadia yang duduk paling dekat dengan pimpinan militer dari negeri penganut Qalamist itu. Saking terkejutnya, tanpa sengaja dia melepas tudungnya untuk melihat lebih dekat benda mengejutkan yang Khayin tunjukan.
"Bagaimana bisa!?"
Mata constable itu terbelalak ketika melihat sendiri bekas ledakan di tepian serpihan kapal yang Khayin tunjukan. Mulutnya semakin ternganga ketika melihat di potongan papan itu juga terdapat lubang-lubang besar.
"Lubang seperti ini tidak mungkin dari ballista, apalagi panah api ..."
Keriuhan itu pun membuat cardinal muda kembali mengangkat suara.
"Sampai di sini seluruh peserta sudah paham maksud saya? Tidak ada satupun yang layak dicurigai selain Kota Maylon." Dia berdiri penuh wibawa. "Anda lihat? Kota Iblis itu bisa menghancurkan satu armada bahkan sebelum armada itu tiba di negeri yang akan mereka jajah—
"Mustahil!" Constable Arcadia masih belum menghentikan kebiasaannya menyela. "Kota Maylon berada di Pulau Ignitia yang terletak 400 km di barat laut Kerajaan Arcadia. Sedangkan Kerajaan Atlantia berada di tenggara kerajaan kami. Kalaupun mereka menggunakan angkatan laut, mereka akan menempuh lebih dari 1000 kilometer!"
"Justru itu berita buruknya, Tuan Constable. Kalau Maylon bisa merajai perdagangan kurang dari 15 tahun saja, tidak mustahil bagi mereka untuk mengembangkan teknologi militer di luar imajinasi kita. Mengerti?" balas cardinal muda kalem. Dia menatap constable itu dengan sebelah alis terangkat. "Anda pasti mendengar desas-desus gemuruh aneh di langit kerajaan anda, bukan?"
Constable Arcadia kehabisan bahan bantahan. Dia juga melihat para peserta lain saling bicara dengan sesamanya. Semua orang di ruangan itu tahu bahwa fakta itu sulit mereka percaya sekaligus sulit mereka bantah.
"Hentikan perdebatan tidak berguna anda, Tuan-tuan. Kita di sini membicarakan solusi, bukan mencari tahu. Berhenti berlagak seperti akademisi." Cardinal muda melerai keriuhan para anggota. Dia kembali bicara setelah mendapatkan perhatian semua orang. "Anda semua tahu pepatah lama? Bunuh seekor omegra ketika mereka masih bayi dan makanlah dagingnya. Karena jika tidak, merekalah yang akan memangsa anda setelah dewasa. Itulah yang dosa besar yang anda semua lakukan karena meremehkan Maylon, Tuan-tuan Constable."