Berapa banyak dana yang digelontorkan untuk anggaran perang?
Oh, jelas tidak sedikit. Dan jelas pula alokasi pajak itu memancing keserakahan para bangsawan korups. Karena itulah banyak kerajaan besar memicu perang hanya demi memutar anggaran. Keserakahan itulah yang selalu dimanfaatkan oleh New Age Order.
Mereka kadang bersandiwara dengan kerajaan-kerajaan yang menjadi lawannya. Terkadang pula mereka cari-cari alasan sendiri dengan menginjak-injak kerajaan yang lebih lemah. Dan Itu juga yang terjadi antara Kerajaan Saguene dengan Kerajaan Ysdeville.
Kerajaan Saguene jauh lebih kuat dibanding lawannya. Kalau mereka sungguh-sungguh mau menghabisi Ysdeville, sudah dari dulu mereka melakukannya. Tapi karena dana perang sangat menggiurkan, Saguene sengaja melakukan propaganda agar rakyatnya terus membayar pajak perang.
Seberapa lemah Kerajaan Ysdeville?
Sangat lemah. Kerajaan itu bahkan tidak memiliki bangsawan militer sehingga perang dipimpin oleh bangsawan sipil. Di ekspedisi penaklukan benteng hari ini pun setengah resimen pasukan Ysdeville itu dipimpin oleh seorang count dari Keluarga Lumiere.
—————
27 September 1274 AG - 11:00 Am
2 km di utara benteng Courbe
—————
Namanya Grenouile du Lumiere. Count itu berasal salah satu keluarga pendiri Ysdeville selain Keluarga D'Amount. Perebutan benteng itu sangat menentukan nasib kerajaannya karena adanya perjanjian sang ratu dengan sebuah kota misterius. Grenouil tahu betul apa isi perjanjian itu. Kota Maylon 10 tahun ini adalah donatur terbesar yang menyokong perekonomian Ysdeville. Kerajaan miskin itu mulai menikmati kesejahteraannya setelah menjual benda tidak berguna yang bernama batu bara.
Usut punya usut, di sekitar benteng itu ada benda tak berguna lain yang akan Kota Maylon beli dengan harga tinggi. Grenouil pun menerima tugasnya sebagai komandan di balik semua keraguan yang dia simpan.
Ada apa di ekspedisi itu?
Ekspedisi hari ini sangat berbeda karena Kota Maylon juga akan membantu militernya. Count Grenouil berusaha keras menyesuaikan diri karena orang-orang Maylon itu sangat tidak lazim di matanya. Count itu mengamati peta dengan ekspresi penuh curiga kepada beberapa orang asing dari kota itu. Dia masih ragu meski Ratu Ysdeville sudah berkata bahwa dia harus percaya pada seluruh strategi yang Maylon paparkan.
'Entah apa yang ratu pikirkan,' benak Grenouil saat melihat keanehan mereka.
Orang-orang berpenampilan aneh itu sama sekali tidak mirip prajurit. Tidak ada chainmail di badan mereka, tidak pula benda apapun yang mirip senjata. Yang ada hanyalah beberapa benda tertutup kain yang membuat mereka semakin asing. Tapi count itu tidak berani bertanya-tanya karena pasukan bantuan itu memengang simbol resmi dari sang ratu.
Merasa masih tak yakin, dia berbisik kepada ajudan yang ekspresinya tidak jauh berbeda.
"Kamu yakin jumlahnya hanya 10 orang?"
"Iya Tuan," Jawab ajudan itu yang nampaknya seorang viscount. "Strategi yang mereka paparkan juga ... aduh, bagaimana ngomongnya, ya?"
Count itu semakin bingung. Ketidak-laziman dari strategi yang baru saja tamunya paparkan membuatnya tak kuasa melayangkan keberatan. Grenouil mendekati pimpinan para tamu itu dan bertanya penuh ragu.
"Kita punya empat resimen, Tuan Catus. Kenapa …" Grenouil batal melanjutkan ucapannya begitu sosok raksasa seram itu menoleh. "Oh, baiklah, lupakan itu."
Badan Grenouil gemetaran saat sosok setinggi tiga meter itu menunjukan wajah burik penuh bekas luka. Count itu ketakutan walaupun dia tahu orang yang bernama Catus itu lah yang justru paling ramah di antara seluruh tamunya.
Seperti sebelumnya, ekspresi seram Catus berubah ramah setiap kali dia diajak bicara.
"Tenang saja, Tuan Count Grenouil du Lumiere. Setengah resimen lebih dari cukup untuk mengatasi kastil Courbe de Taille." Catus menjawab dengan suara seperti erangan monster.
Grenouil semakin gemetaran. Sekalipun Catus adalah raksasa berhati lembut, ekspresi ramah itu tetap terlihat seperti habis makan orang.
Count dari keluarga Lumiere itu masih merasa belum yakin. Kecurigaannya semakin menjadi-jadi ketika salah satu tamunya melakukan pose penghormatan yang aneh. 'Kenapa mereka menaruh telapak tangan di jidat? Mereka sedang demam?' benaknya saat memperhatikan tingkah tak lazim mereka.
"Tim A sudah mengatasi dua captain dan 10 banneret. Kita bergerak sekarang, Pak?"
"Iya, siapkan sniper untuk serangan kedua."
Kata-kata yang mirip laporan itu ditanggapi ringan oleh Catus, tapi tidak untuk Grenouil.
'Tidak sama sekali!'
Bagaimana bisa mereka membunuh lawan dari jarak berkilometer?
Terlebih, korban mereka juga tebang pilih?
Jangankan menghabisi lawan, melihat mereka saja terlampau mustahil dari kejauhan. Dengan perasaan semakin curiga count itu menengok empat tamu yang lebih dulu menaiki bukit di sisi selatan. Karena sesuai laporan aneh yang mereka bicarakan, dari bukit itulah empat orang itu menghabisi lawan.
Ada jarak 1.700 meter jauhnya yang memisahkan bukit itu dari benteng yang mereka serang. Jangankan benda mirip tongkat besi yang mereka bawa, trebuchet saja belum tentu bisa mencapai sepertiga jangkauan serangnya. Count itu terus menunjukan wajah bertanya-tanya sehingga menarik perhatian Catus. Pria raksasa itu pun menyerahkan sesuatu yang bergantung di pinggangnya sebagai jawaban.
"Pakai benda ini, Tuan Count. Ini namanya teropong."
Grenouil kebingungan saat benda yang mirip angka delapan itu dia terima. Sesuai yang Catus contohkan, dia ikut menempelkan matanya ke sisi benda itu yang nampaknya terbuat dari kristal bening. Begitu dia melihat benteng melalui benda aneh itu, tak kuasa dia berteriak, "Demi Lord! Aku bahkan bisa lihat bekas orang berak!!!"
Keraguan Grenouil sirna. Catus menanggapinya dengan senyum kalem dan bertanya, "Kita serang mereka sekarang, Tuan Count?"