"nona.. syukurlah anda kembali dalam keadaan selamat"
ucap cecilia sambil memeluk erat eden lalu melepas pelukannya
eden kemudian berjalan menghampiri satu persatu rekannya, wajah-wajah yang sempat terlupakan dari ingatannya namun kini ia bisa menyapa mereka semua.
"senang bisa kembali bersama kalian"
dengan perasaan sumringah menyapa rekan-rekan yang hadir menyambutnya kala itu.
"sebaiknya kita segera kembali ke istana vie rose, anda pasti sangat lelah"
ucap cecilia yang kemudian mengajak eden kembali menuju istana pribadinya
sepanjang perjalanan cecilia banyak menceritakan kejadian selama eden tidak berada di istana, maklum saja cecilia adalah tipikal gadis cerewet yang tidak bisa hanya diam.
cerita cecilia ini hanya mencakup hal-hal baik dan menyenangkan saja, tak ada niat sedikitpun bagi cecilia untuk menceritakan mengenai beatrice pada eden karena ia sendiri menganggap bahwa beatrice tidak ada sangkut pautnya terhadap kehidupan nonanya tersebut.
selain itu rekan-rekan eden lainnya juga mulai bercerita, bersenda gurau agar suasana hati eden menjadi lebih baik, maklum saja beberapa rekan seperti kate, diana, laura, justin belum sempat bertemu dengan eden selama ingatannya sudah kembali.
meski sudah lama tidak bertemu tetapi tidak ada rasa canggung yang muncul, malahan interaksi diantara mereka terlihat sangat akrab.
tak terasa perjalanan mereka kini sudah sampai di tujuan, kini giliran pangeran arthur memainkan perannya,
"kalian kembalilah ke pekerjaan masing-masing, biar aku yang mengantar eden kembali ke kamarnya"
ucap pangeran arthur yang dipahami oleh rekan eden sebagai pengusiran secara halus, mereka pun segera berpamitan
"sudah lama sekali tidak kembali ke tempat ini"
gumam eden sedikit merindukan istana vie rose yang selama ini telah menjadi saksi bisu perjuangannya, ia terus berbicara mengenai istana vie rose dan masa-masa sebelum hilang ingatan namun arthur seperti tidak mendengarkan karena ada yang sedang ia pikirkan,
'kakak sudah selesai belum ya'
arthur sedikit gelisah memikirkan kakaknya yang tidak memberi tanda apa-apa mengenai hadiah yang akan ia siapkan.
'semoga saja hadiah itu ada di dalam kamar, dan aku harap hadiahnya bukan kakak sendiri,, itu akan sangat konyol'
"bagaimana?"
tanya eden namun arthur tidak merespon
"arthur"
seru eden namun ia melihat bahwa arthur sedang tidak fokus
"arthur!"
seru eden yang membuat arthur sedikit tersentak
"ah iya benar kata mu"
mendengar respon tidak nyambung arthur membuat eden merasa percuma bila berbicara dengannya saat ini, ia lantas mengusir arthur dari istananya
"pulanglah, aku ingin sitirahat"
ucap eden namun arthur tak bergerak dari posisi nya berdiri saat ini yaitu di depan pintu kamar eden
"kenapa? cepat menyingkirlah aku mau masuk"
lagi-lagi arthur hanya diam tak merespon.
hal ini membuat eden kesal dan langsung mendorongnya ke samping dan segera setelahnya eden bergegas masuk lalu mengunci rapat pintunya.
"ah menyebalkan"
ucapnya ketus sambil memegangi pintu
dai arah melakang seseorang menyentuh pintu dengan tangan kiri, hal ini sontak membuat eden terkejut dan membalikkan badan nya, ia melihat louise sedang berdiri di hadapannya.
eden mencoba mengalihkan pandangan karena rasa marah yang belum mereda karena kejadian semalam, ia malah mendapati ruang kamar tidurnya sudah dihiasi oleh bunga mawar merah dengan lantai kamar bertabur bunga mawar merah tak ada sedikitpun yang terlewati semuanya tertutup rapat seolah ada yang sengaja menanamnya di lantai kamar.
pemandangan ini sempat membuat eden terpesona akan keindahannya namun ia segera tersadar harus bersikap dingin pada louise,
"apa-apaan sih mengejutkan ku saja"
ucap eden ketus sambil menyinkirkan tangan louise yang menahan pintu lalu berjalan menuju ranjang dan sesekali memegangi leher bagian belakang seolah sedang memijatnya
"pergilah, saya ingin beristirahat"
ucap eden mengusir louise namun langkahnya tiba-tiba terhenti ketika melihat ranjangnya pun di hiasi dengan kelopak bunga mawar berbentuk menyerupai lambang hati lengkap dengan bucket bunga indah di atasnya.
mata eden tiba-tiba berbinar karena suka dengan hiasan kamarnya hari ini namun lagi-lagi ia tersadar bahwa ia harus bersikap dingin pada louise,
"aduhh apa-apaan ini, bagaimana aku bisa tidur kalau ranjang kotor seperti itu, cecilia tugasnya apa sih kenapa tidak membersihkan kamar dengan baik.. kalau begitu lebih baik mandi dulu saja"
eden bergumam seolah-olah ia tak menyukai hadiah kecil yang disiapkan oleh louise, ia segera berjalan pergi ke kamar mandi lalu menutup pintu dan menguncinya segera.
eden terduduk, sekujur tubuhnya lemas, jantungnya berdegup kencang, wajahnya memerah, sejujurnya hati eden sangat menyukai hadiah kejutan yang telah disiapkan louise tapi logikanya menentang eden untuk terlihat lemah dihadapan pria hidung belang itu.
"bisa mati aku kalau berlama-lama disana, untung saja ruang mandinya di dalam kamar"
gumam eden yang merasa hampir ketahuan oleh louise
"louise itu, dia benar-benar pintar mengambil hati perempuan.. pantas banyak yang..... ahh sudah lah"
eden menghentikan ucapan tak karuannya itu, ia memilih untuk menundukkan wajahnya karena masih belum bisa mengontrol perasaannya setiap kali bertemu dengan louise.
sedangkan eden dari pandangan louise terlihat imut dan menggemaskan, meskipun berulang kali ia seolah menolak kehadiran dirinya dan juga seolah tak suka dengan hadiah yang ia siapkan tapi saat akan menuju ke kamar mandi terlihat jelas telinga eden memerah.
louise mendapati bahwa eden tersipu malu, ucapan dan penolakannya berbanding terbalik dengan perasaan sesungguhnya dan terlihat jelas bahwa tubuh eden seolah merespon mengikuti kata hati eden yang sesungguhnya.
kejadian ini tentu saja membuat louise senang, ia menjadi senyum-senyum sendiri saat menyaksikan tingkah lugu eden
"imut sekali"
gumamnya sambil tersenyum kemudian pergi dari kamar eden.
malam harinya eden kembali di beri kejutan dan kali ini mata eden di tutup sehingga ia tidak tau menahu akan dibawa kemana.
setelah sampai di suatu tempat penutup mata eden pun di buka, sebuah makan malam romantis di halaman istana vie rose telah disiapkan khusus oleh louise malam itu dan hanya mereka berdua saja yang berada di halaman istana.
"udara dingin begini bagaimana bisa anda mengajak saya makan malam di luar seperti ini"
ucap eden ketus sambil mengusap-isap kedua lengan tangannya tetapi eden tak bisa sepenuhnya menutupi kebohongan hal ini ditunjukkan dengan telinga yang mulai memerah, melihat hal ini membuat louise terpancing untuk mulai menggodanya
"telinga anda memerah, ku kira anda sedang kedinginan tetapi sepertinya anda sedang merasa gerah"
"tidak.."
seru eden mencoba menutupi rasa malu nya
"ayo cepat makan, saya sudah lapar"
imbuh eden mencoba mengalihkan pembicaraan.
bagi louise sangat sulit untuk mengambil perhatian eden namun ia tahu benar bahwa eden adalah tipe perempuan yang akan berubah mood nya hanya dengan makanan enak.
terlihat jelas dari betapa lahapnya eden menyantap hidangan yang tersedia di atas meja makan, ia tengah berkonsentrasi mengisi perutnya yang kosong bahkan sampai melupakan etika di meja makan.
melihat eden makan dengan lahap membuat louise merasa puas apalagi hidangan malam ini secara khusus ia siapkan sendiri dengan memasak semuanya di dapur yang di pandu oleh koki kerajaan.
"apakah anda menyukai hidangan malam ini"
tanya louise sambil memegang gelas berisi wine
"ehemmm.."
jawab eden sambil menganggukan kepalanya
"jadi siapa koki yang memasak hidangan malam ini, saya harus bertemu dan mempekerjakannya di dapur istana vie rose"
"uhhuuk... uhhukkkk"
seketika louise terbatuk mendengar pujian eden terhadap koki yang memasak hidangan malam ini
"ada apa? apakah koki ini orang yang sulit untuk di rekrut? katakan saja, saya bersedia membayar berapapun agar ia bisa bekerja di dapur istana vie rose"
ucap eden yang sepertinya memang bertekad ingin mempekerjakan sang koki
"koki itu adalah aku sendiri"
sambil menunjuk dirinya sendiri dihadapan eden
"emm kalau begitu katakan padanya saya akan.."
sejenak berhenti berbicara
"apa??!!! itu mustahil makanan ini benar-benar yang terlezat yang pernah saya makan"
ucap eden spontan yang membuat louise tersipu malu.
"ya baiklah kalau begitu, tidak ada pilihan lain saya akan memasak untuk anda setiap hari"
ujar louise yang membanggakan bakat terpendam miliknya dihadapan eden
"benarkah?"
di luar dugaan eden justru terlihat senang dengan tawaran louise, gara-gara makanan lezat membuat eden lupa bahwa sebenarnya ia sedang marah pada louise keduanya sangat menikmati suasana malam di taman istana vie rose berdua, kali ini misi kejutan louise telah berhasil meluluhkan hati eden.
"eden.. aku ingin mempercepat pernikahan kita"
eden tiba-tiba menghentikan makannya dengan meletakkan garpu dan sendok di sebelah piring lalu meminum segelas air agar makanan yang ada di dalam mulutnya bisa tertelan dengan baik.
ekspresi wajahnya berubah menjadi serius,
"baiklah, mari menikah secepatnya.."
mendengar hal ini membuat senyum louise terkembang
"tapi.... "
sejenak terdiam seolah ada keinginan yang akan ia ucapkan
"tapi saya tidak bisa memberikan keturunan"
imbuh eden yang sontak membuat louise terkejut
"kenapa?"
tanya louise serius menanggapi ucapan eden
"saya hanya tidak bisa memberikannya"
"katakan kenapa?"
louise kembali mendesak agar eden memberikan alasan dibalik ucapannya, karena ia yakin saat eden sempat pingsan dulu ia pernah meminta dokter yang memeriksanya untuk mengecek apakah eden mandul atau tidak dan dokter tersebut mengatakan bahwa eden adalah wanita yang subur.
eden terdiam ia seolah tidak ingin merespon dan bersikap cuek atas pertanyaan yang louise berikan.
"baginda, kita sudahi saja percakapan ini"
kemudian mengambil segelas wine dan meminumnya sekaligus
***
keesokan harinya louise menghabiskan malam di ruang kerja miliknya, ia tak habis pikir kalimat itu bisa keluar dari mulut mungil eden, perempuan berhati lembut tak pernah berbicara macam-macam kini tiba-tiba mengucap kalimat yang sama sekali di luar perkiraanya.
louise sampai berpikir apakah eden benar-benar membenci dirinya hingga tak ingin melahirkan keturunan untuknya, bahkan hal ini sampai membuat louise memikirkan kejadian masa lalu, ia mengingat-ingat dosa apa saja yang telah ia buat sehingga mendapat hukuman semacam ini.
terlihat jelas dari raut wajah louise bahwa ia kini sedang gelisah juga khawatir akan sesuatu, bahkan sedari tadi jose dan hansel tak berani memberikan laporan, keduanya hanya berdiri menunggu raja louise menyadari kehadiran keduanya.
"sejak kapan kalian disana"
seru louise yang tak sengaja melirik dan mendapati jose juga hansel berdiri tertunduk
"kami sudah berada disini sejak..."
"kalian berdua dengarkan aku sebentar"
raja louise tiba-tiba menyela ucapan jose
"apakah aku mempunyai dosa-dosa yang tak terampuni?"
pertanyaan mendadak yang membuat jose maupun hansel harus berhati-hati menjawab pertanyaan tersebut
"bukankah setiap setahun sekali tuan selalu memberikan sejumlah donasi pada rakyat jelata dan juga selalu mengadakan perayaan bagi dewa jadi sudah tentu dosa-dosa yang mulia telah terbayar dengan perbuatan baik"
jawab hansel berdasarkan fakta-fakta yang telah terjadi selama ia menjabat sebagai asisten pribadi raja louise
"benar.. lalu apakah aku ini tidak sehat?"
"tentu saja tidak yang mulia, anda telah terjun ke dunia militer ketika berusia 8 tahun dan menghabiskan waktu cukup lama dalam pasukan utama, yang mulia juga rajin meminum ramuan herbal dari dokter keluarga kerajaan sehingga tidak mungkin yang mulia tidak sehat"
jawab jose yang juga berbicara berdasarkan fakta-fakta selama ia mendampingi raja louise sebagai asisten pribadinya
"kau benar.. lalu apakah karena wajah ku ini jelek?"
"tentu saja hal itu tidak mungkin yang mulia, wajah anda adalah yang paling tampan dan mempesona, di dunia ini tidak ada yang bisa mengalahkan paras dan kharisma anda sebagai seorang raja"
jawab jose dan hansel serentak menyangkal pertanyaan raja louise.
"kalau boleh hamba tau siapakah orang yang telah membuat pikiran yang mulia terusik?"
tanya hansel merasa penasaran terhadap seseorang yang telah membuat raja louise sampai memikirkannya
"eden"
ucap raja louise singkat
"!!!!!!"
hansel dan jose terkejut dengan nama yang telah disebutkan oleh raja louise, mereka pun gugup dan tak berani berkomentar apapun.
"aku rasa eden telah terpengaruh dengan orang dari luar karena itu hansel batasi orang-orang dari luar yang ingin bertemu dengan eden mulai dari sekarang, bila perlu laporkan terlebih dahulu pada ku"
"ba..baik yang mulia"
jawab hansel menuruti perintah raja louise.
***
eden siang ini ingin menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama cecilia mengunjungi rekan-rekan yang sedang berlatih, ia tampak senang karena sudah lama tidak ikut berlatih bersama bahkan kali ini ia dengan sengaja pergi menggunakan pakaian latihan agar bisa langsung bergabung bersama rekannya tersebut.
secara kebetulan dari arah berlawanan beatrice pun sedang berjalan-jalan, sepertinya ia ingin mengunjungi raja louise siang ini.
'apakah dia kesatria terpilih itu'
gumam beatrice memperhatikan eden dari kejauhan
'sepertinya memang benar, kalau begitu aku harus menyapanya'
imbuhnya yang lantas menyapa eden ketika mereka hampir dekat
"salam nona, semoga anda selalu dalam lindungan dewi"
ucap beatrice lemah lembut membuat eden menghentikan langkahnya dan membalas sapaannya
"begitupun anda nona, tapi sepertinya saya belum pernah melihat anda disini"
ucap eden kebingungan yang membuat cecilia sedikit kalang kabut, ia benar-benar lupa memberitahukan mengenai beatrice pada eden.
"nona sebenarnya beliau ini.."
beatrice segera menyela penjelasan cecilia pada eden
"perkenalkan nama saya beatrice, putri dari negeri eufrat"
eden terdiam mendengar perkenalan yang di utarakan oleh perempuan dihadapannya, ia pun kembali mengingat sesuatu.
'jadi dia orang yang diceritakan oleh sri isaac xavier'
"salam kenal putri beatrice, saya eden georgia ludwig, putri dari seorang bangsawan biasa di the great aztec"
eden membalas dengan memperkenalkan diri
"dari pakaian yang anda kenakan sepertinya anda adalah seorang kesatria"
ucap beatrice sambil melihat eden dari atas hingga bawah lalu kembali ke atas lagi seolah sedang bersikap sarkas pada eden.
'lihatlah perempuan mungil ini, bahkan kaki nya pun seolah tak kuat menopang tubuhnya sendiri bagaimana bisa dia menjadi kesatria terpilih'
sambil tersenyum menyeringai.