Chereads / Laluna / Chapter 67 - Pembuktian

Chapter 67 - Pembuktian

setelah terjadi pertemuan yang tak disengaja antara Eden dan Liliana di kuil suci membuat situasi sedikit canggung terutama bagi pendeta Lloyd yang harus memposisikan dirinya sebagai seseorang yang netral dan tak memihak siapapun meskipun sebenarnya ia ingin.

sesuai perintah dari Sri Isaac Xavier, Lloyd pun mengantarkan Liliana menuju kamar tempat ia akan tinggal sementara selama ikut serta kegiatan keagamaan di kuil suci.

dalam perjalanan Lloyd mencoba menjelaskan peraturan yang berlaku dalam kuil suci, sebagai pendengar Liliana tak merespon banyak hanya mengatakan kata-kata seperlunya seperti "baik, iya, hamba mengerti" seolah pikiran Liliana sedang teralihkan pada hal lain.

Lloyd pun kemudian mengganti topik pembahasan,

"selama di kuil suci nona Liliana harus tinggal bersama jamaah lain yang juga ingin mengikuti kegiatan keagamaan"

mendengar hal tersebut langkah Liliana tiba-tiba terhenti yang membuat pendeta Lloyd pun ikut berhenti lalu menoleh ke arah Liliana.

"apakah aku akan selalu satu kamar dengan perempuan tadi?"

tanya Liliana seolah tidak senang

"tentu saja tidak, nona Eden adalah orang spesial sehingga ia tinggal di kamar khusus"

jawab Lloyd sambil sedikit tersenyum di sambut dengan langkah kaki Liliana yang kembali berjalan dan terlihat jelas dari ekspresi wajah bahwa ia lega karena tak satu ruangan dengan Eden.

dari sini pendeta Lloyd sadar bahwa ada kemarahan yang begitu besar dari dalam hati liliana terhadap Eden yang tak dapat di ungkapkan, namun dengan melihat saja Lloyd bisa menebak masalah tersebut berkaitan dengan raja Louise.

meskipun selama ini Lloyd hanya berada di kuil suci dan beberapa kali ikut pergi mendampingi Sri Isaac Xavier berceramah ke luar negeri namun ia sangat update dengan berita-berita heboh termasuk Liliana yang sebelumnya telah di gadang-gadang akan mendampingi raja Louise di kursi singgasana sebagai ratu.

bahkan berita kecil mengenai kerberos yang sempat hilang pun Lloyd bisa mengetahuinya, entah ini merupakan sebuah bakat pemahaman situasi yang tinggi atau karena Lloyd adalah orang yang penuh rasa penasaran, tak ada yang tahu kecuali Lloyd sendiri.

sesampainya di ruangan Liliana sedikit terkejut karena kamar yang di maksud pendeta Lloyd adalah kamar seperti asrama dengan 10 orang di dalamnya.

tak begitu besar dan juga ramai, Liliana sempat mengerutkan alisnya, ia seperti akan marah dan berteriak, Lloyd bahkan sudah bersiap jika Liliana menolak namun tiba-tiba ia hanya menghela nafas panjang,

"jadi dimana kasur ku"

ucap Liliana yang membuat Lloyd terkejut

"ahh.. sebentar nona, biarawati akan datang menunjukkan kepada Anda, hamba tidak bisa masuk ke kamar asrama perempuan"

ucap Lloyd menjawab pertanyaan Liliana, tak berselang lama seorang biarawati datang dan menunjukkan tempat tidur Liliana, dan Lloyd pun pergi.

sebenarnya ada perasaan mengganjal dalam hati Lloyd, bangsawan yang datang dengan membawa keangkuhan tiba-tiba terdiam seperti seekor kelinci yang masuk kandang singa, mentalnya jadi menciut.

* * *

pagi itu semua orang sedang melakukan sarapan di kantin kuil suci, disana merupakan tempat makan yang di sediakan bagi para peserta yang mengikuti kegiatan selama tinggal di kuil suci atau bagi para pendeta junior yang baru saja masuk ke kuil untuk bertugas sedangkan bagi tetua dan juga Sri Isaac Xavier mereka memiliki ruangan tersendiri untuk sarapan.

Eden di dampingi Cecilia juga Chris berjalan untuk mengambil makanan, tentu saja pagi itu Eden menjadi pusat perhatian karena meskipun telah tinggal beberapa hari di kuil suci namun Eden tak pernah sekalipun ikut kegiatan sarapan pagi dikarenakan ketika bangun Eden akan memilih untuk melatih fisiknya setelah itu sarapan lalu mengikuti kelas teologi dasar yang di sediakan oleh kuil Suci untuknya.

ia mengenakan setelan berwarna putih seperti dress dengan jahitan salib di sekeliling rok bagian bawah sedangkan rambut merahnya terurai panjang dengan sedikit kepangan kecil dua sisi kanan dan kiri pada rambut di sekitar telinga, kepangan tersebut menyatu di belakang, tak lupa ornamen berbentuk bunga middlemist Camelia terselip pada kepangan tersebut.

anting-anting, kalung dan gelang melengkapi penampilan Eden pagi itu, aura terpancar jelas dari wajah nya, begitu cantik dan bercahaya hingga membuat beberapa orang yang melihat terpaku di buatnya.

pada dasarnya sifat Eden yang cuek sehingga ia tak mempedulikan pandangan orang lain terhadap dirinya kala itu, ia hanya berpikir percuma memperhatikan orang lain karena pada akhirnya ia hanya akan jatuh dalam pelukan Louise.

helaan nafas panjang mengiringi pemikiran nya pagi itu, Cecilia dan Chris yang memperlihatkan nona nya pun sedikit tertawa kecil, mereka paham betul apa yang sedang dipikirkan oleh Eden hingga membuat nya menghela nafas, apalagi kalau bukan raja Louise itulah tebakan keduanya.

setelah selesai mengambil makan Eden pun berjalan menuju sebuah meja kosong di ikuti Chris dan juga Cecilia, sebenarnya mereka sedikit canggung karena tak tau harus duduk di sisi Eden sebelah mana, lalu Chris pun memilih duduk di hadapan Eden sedangkan Cecilia duduk di samping Eden berjaga bila ada yang berusaha mendekati Eden dengan cara duduk disebelahnya.

Chris dan Cecilia saat ini tampak lebih over protective pada Eden karena mereka tak akan membiarkan siapapun mendekati bahkan menyakiti Eden.

mereka pun mulai makan tak lupa sebelumnya telah berdoa, begitu lahapnya Eden menyukai hidangan untuk sarapan pagi itu.

sebuah kebiasaan yang selalu Eden terapkan dan dipahami oleh Cecilia juga Chris yaitu ketika makan tidak boleh berbicara hanya fokus menghabiskan makanan, sebuah prinsip dasar yang sudah di lakukan Eden.

saat tengah menghabiskan makanannya tiba-tiba pendeta Carlos dan beberapa tetua kuil suci datang membuat seisi ruangan gaduh dan terheran akan kunjungannya pagi itu.

sesekali Cecilia dan Chris saling menatap lalu melirik ke arah pendeta Carlos yang berjalan ke arah meja makan tempat mereka duduk saat ini, namun anehnya Eden tak bereaksi sama sekali, malah ia masih meneruskan makan nya, sendok demi sendok, suap demi suap, Eden makan perlahan agar makanan yang ia kunyah tercerna dengan baik.

pendeta Carlos berjalan semakin mendekati meja makan Eden yang membuat orang-orang di sekitar pun berdiri untuk menghormati kedatangan pendeta Carlos tak terkecuali Cecilia dan Chris yang semakin salah tingkah antara harus berdiri atau melanjutkan makan karena Eden sama sekali tak merespon.

benar saja pendeta Carlos berdiri tepat di sebelah Eden yang membuat Cecilia juga Chris buru-buru berdiri memberi salam namun Eden sama sekali tak bergeming, ia masih saja melanjutkan sarapan pagi nya, mengunyah dengan pelan dan hati-hati sambil menikmati sarapan pagi itu.

sikap Eden membuat semua orang terkejut dan saling berbisik-bisik satu sama lain seolah menyudutkan sikap Eden yang tak sopan terhadap pendeta Carlos.

"sikap macam apa itu, kau benar-benar tak sopan"

ucap seseorang yang menuduh Eden

"maafkan hamba pendeta Carlos, kamu tidak bermaksud.."

pendeta Carlos merentangkan telapak tangan ke arah Cecilia yang membuat ucapan Cecilia terputus.

pendeta Carlos lalu berjalan dan duduk di tempat Chris duduk sebelumnya di ikuti beberapa pendeta uang berdiri di belakang pendeta, sedangkan Chris berpindah tempat dan berdiri di belakang Eden begitupun Cecilia, keduanya nampak khawatir dengan hal yang akan terjadi pada Eden.

tak berselang lama seorang pelayan membawakan sarapan untuk pendeta Carlos dan meletakkannya di atas meja, pendeta Carlos mulai berbicara,

"sebagai seorang pendeta yang menghabiskan sebagian besar waktu di dalam kuil suci sejujurnya aku telah bertemu banyak orang dengan berbagai macam karakter, dari yang baik hingga jahat, namun meskipun dengan karakter tidak baik sekalipun seseorang tak akan pernah mengabaikan pendeta, mereka selalu berusaha untuk menghormati si pendeta. lalu bukankah tidak sopan seorang nona bangsawan membiarkan seorang pendeta berdiri lama tanpa menyapa?"

ucap pendeta Carlos seolah menyindir Eden, namun lagi-lagi Eden tak bergeming yang membuat beberapa pendeta lain ingin memarahi Eden namun di cegah oleh pendeta Carlos.

"aku belum pernah melihat seseorang yang melihat makanan lebih penting dari pada sikap dirinya terhadap orang lain"

imbuhnya kemudian sedikit menjauhkan badannya dari meja.

kali ini melirik pun tidak, Eden masih meneruskan makannya dengan lahap.

pendeta Carlos menanggapi Eden dengan senyum simpul, dalam lubuk hati yang paling dalam ia begitu kesal hingga terlontar maksud dan tujuan nya datang menemui Eden,

"aku dengar nona merupakan keturunan asli Anna Lewis"

ucapan pendeta Carlos membuat Cecilia juga Chris menjadi semakin salah tingkah dan gugup, pemandangan yang jelas terlihat di mata pendeta Carlos bahwa ucapannya secara tak langsung di iya kan oleh kedua pelayan Eden, ia kembali menanggapi dengan senyum simpul.

"jadi benar bukan? kalau begitu setelah ini ikutlah dengan ku untuk membuktikan nya"

ucap pendeta Carlos lalu mendekatkan tubuhnya ke meja dan mengambil sendoknya untuk mulai menyantap makanan yang telah di hidangkan oleh pelayan.

"dak.."

suara sendok yang di letakkan oleh Eden di meja makan membuat pendeta Carlos juga pendeta yang lain terkejut.

"mari ke tempat itu sekarang"

ucap Eden sambil berdiri dari meja makannya, yang membuat pendeta lain menatap Eden dengan penuh kemarahan.

hal ini karena pendeta Carlos belum sempat menyantap makanannya namun Eden malah meminta untuk pergi.

beberapa orang kemudian tertawa kecil melihat Eden mempermainkan nya, sebenarnya tak ada orang yang tidak tunduk pada pendeta Carlos namun kali ini satu orang untuk pertama kalinya tak menanggapi ucapan pendeta Carlos orang tersebut adalah Eden.

pendeta Carlos tak dapat menolak, ia lalu meletakkan sendok kemudian berdiri dan berjalan mendahului Eden untuk menunjukkan tempat yang di maksud.

sesampainya di tempat tersebut terlihat sebuah pemandangan tak biasa, dua pohon besar yang sejajar seperti sebuah pintu.

secara singkat seorang pendeta menjelaskan mengenai pohon tersebut,

"pohon ini merupakan pohon yang tumbuh saat kuil suci di bangun, pohon ini adalah hadiah dari Tuhan yang terkadang di anggap sebagai pohon pelindung kuil suci, ada sebuah aturan dasar untuk membuktikan bahwa seseorang merupakan kesatria terpilih yaitu ia harus berjalan menuju pohon tersebut dengan mata tertutup. bila hatinya benar-benar suci dan murni maka dengan mudah ia akan melewati sisi tengah kedua pohon tersebut namun jika ia bukan orang yang memiliki hati suci maka orang tersebut tak akan pernah bisa melewati sisi tengah kedua pohon itu"

jelas seorang pendeta pada Eden,

"namun ada sebuah resiko bila ia tak dapat melewati bagian tengah pohon tersebut"

imbuh pendeta yang lain mencoba mengingatkan Eden

"kondisi yang dimaksud adalah orang yang bersangkutan akan mengalami kebutaan karena ia telah berani mencoba untuk melewati bagian tengah pohon padahal dirinya bukanlah kesatria Terpilih, apakah anda bersedia menjalani tes ini nona?"

ucap pendeta Carlos yang seolah mencoba menakuti Eden.

Eden pun terdiam sejenak karena ia ingat betul bahwa Sri Isaac Xavier tak pernah membicarakan mengenai tes semacam ini sebagai kesatria Terpilih, Eden pun memantapkan niatnya,

"baik lah hamba bersedia"

ucap Eden yang membuat pendeta Carlos sedikit terkejut dengan sikap berani tanpa ragu Eden.

seorang pendeta kemudain mendekati Eden dengan membawa sebuah kotak yang berisi penutup mata, pendeta Carlos kemudian membuka kotak tersebut dan mengambil penutup mata yang ada di dalam, Eden kemudian mengulurkan tangannya seolah akan mengambil penutup kepala tersebut dan sekali lagi pendeta Carlos bertanya pada Eden,

"apakah ada sudah benar-benar yakin nona?"

ucap pendeta Carlos sambil sedikit menarik kembali penutup mata yang ada di tangannya,

dengan meneguhkan hati Eden pun menjawab,

"hamba yakin tuan, berikan penutup tersebut hamba akan memakainya"

ucapan Eden tersebut membuat pendeta Carlos memberikan penutup mata yang langsung di ambil oleh Eden.

ia pun berjalan pada titik yang telah di tentukan, Eden berdiri dan memandang ke depan tepat di tengah-tengah antara kedua pohon besar tersebut.

ia lalu memasang penutup mata tersebut, tak berselang lama tiba-tiba angin berhembus kencang mengiringi kedatangan Sri Isaac Xavier, dari raut wajahnya beliau tampak begitu marah dengan tindakan sembrono yang di lakukan oleh pendeta Carlos, sedangkan Eden tak mengetahui keadaan sekitar karena matanya telah tertutup.