Chereads / Kisah Anak Indigo / Chapter 19 - Kejahilan Dhyta

Chapter 19 - Kejahilan Dhyta

"Agar dia terbiasa dengan sikap dingin dan angkuhnya, dan bisa saja sikapnya berubah kepada anak itu", kata Dandy dengan nada serta anggukan pasti, kepada teman-teman yang menentangnya tadi.

"Baiklah akan aku bangunkan", jawabku, aku mengangguk  sambil berjalan menuju kearah laki-laki yang tidur itu.

Dia tertidur begitu lelap, sampai tidak mendengar suara langkah kaki yang mendekat.

Aku duduk dikursi ku yang berada tepat di depannya, aku memalingkan wajah serta tubuhku dan menghadapnya.

"Hei kamu, bangun, bel masuk udah bunyi", kataku dengan nada yang sedikit lirih, dan suara langkah kaki lain memasuki kelas, itu adalah guru Bahasa Daerah, Ibu Vivi.

"Anak-anak, ini adalah lembar UH kalian, tolong ketua kelas maju untuk membagikan lembaran UH-nya", kata Bu Vivi yang langsung keluar lagi menuju kantor.

*"Kok rasanya pagi ini pengen banget ngejahili, dan aku ingin mengerjai orang pagi ini, tapi siapa?.."*, batinku, sambil memegangi ujung daguku, dan aku menyeringai saat melihat laki-laki yang sedang tidur dibelakangku itu.

*"Haha...target pertama sudah didepan mata nih"*, batinku lagi.

Aku mendekatkan mulutku ke telinganya dan berbisik dengan lirih.

"Woi bangun, Ayah kamu dipanggil kepala sekolah tuh".

Dia pun tersentak kaget, dengan cepat dia melepaskan earphone yang dipakainya, dan langsung berdiri.

Aku tertawa kecil melihat tingkahnya.

Sementara yang lain hanya tercengang saat melihat laki-laki yang tidur itu, yang langsung bangun saat mendengar bisikanku, dan kelas mulai gemuruh dan para perempuan mulai bergosip lagi.

"Kok gak marah ya?.."

"Iya, dia siapanya sih?.."

"Waw, bangun?..., tumben gak marah?.."

*"Kok rasanya kalian semua pada mengharapkan hal-hal yang nggak baik ke aku ya?.."*, pikirku dalam hati.

Semuanya berbisik-bisik dengan nada yang lirih, tetapi tetap terdengar olehku, dan laki-laki itu berdiri dan menatapku.

"Kau...

Membohongiku!?..", katanya, dengan nada yang sangat dingin dan tatapan yang tajam.

"Hehe... maaf", jawabku sambil menggaruk bagian belakang telingaku dan tertawa canggung.

"Haaah... kukira beneran", sambungnya, sambil menghela nafas panjang dan kembali duduk seperti semula.

"Sekali lagi minta maaf, maaf, maaf ya?..", kataku lagi, sambil menundukkan kepalaku.

"Hmm...", jawabnya, dengan singkat.

"Wah, mereka nggak bertengkar"

"Iya, nggak seperti yang ku perkirakan"

Semuanya mulai berisik lagi, aku

kembali ke posisi awal, duduk menghadap kedepan, dan mulai fokus pada pelajaran.

"Kalian semua berisik banget sih!", kata ketua kelas dengan nada yang angkuh dan ketus.

Dari desas-desus yang aku dengar, ketua kelas adalah laki-laki yang populer di urutan ke-dua, dia paling disukai oleh perempuan disekolah ini karenya tampangnya dan kebijakannya dalam memimpin.

Ketua kelas mulai berjalan menuju meja ke meja untuk membagikan setumpuk kertas soal UH.

"Come on come on come on", kataku sambil memukul-mukul meja menggunakan pena, aku tidak sabar menunggu giliranku untuk mendapatkan lembar soal.